Jumat, Maret 19, 2010

Beberapa Kata-Kata Mutiara tentang Cinta dan Kehidupan

1. Jangan tertarik kepada seseorang karena parasnya, sebab keelokan paras dapat menyesatkan. Jangan pula tertarik kepada kekayaannya, karena kekayaan dapat musnah. Tertariklah kepada seseorang yang dapat membuatmu tersenyum, karena hanya senyum yang dapat membuat hari-hari yang gelap menjadi cerah. Semoga kamu menemukan orang seperti itu.

2. Ada saat-saat dalam hidup ketika kamu sangat merindukan seseorang, sehingga ingin hati menjemputnya dari alam mimpi dan memeluknya dalam alam nyata. Semoga kamu memimpikan orang seperti itu.

3. Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan, pergilah ke tempat-tempat kamu ingin pergi, jadilah seperti yang kamu inginkan, karena kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan untuk melakukan hal-hal yang ingin kamu lakukan.

4. Semoga kamu mendapatkan kebahagiaan yang cukup untuk membuatmu baik hati, cobaan yang cukup untuk membuatmu kuat, kesedihan yang cukup untuk membuatmu manusiawi, pengharapan yang cukup untuk membuatmu bahagia dan uang yang cukup untuk membeli hadiah-hadiah.

5. Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang lain dibukakan. Tetapi acapkali kita terpaku terlalu lama pada pintu yang tertutup sehingga tidak melihat pintu lain yang dibukakan bagi kita.

6. Sahabat terbaik adalah dia yang dapat duduk berayun-ayun di beranda bersamamu, tanpa mengucapkan sepatah katapun, dan kemudian kamu meninggalkannya dengan perasaan telah bercakap-cakap lama dengannya.

7. Sungguh benar bahwa kita tidak tahu apa yang kita milik sampai kita kehilangannya, tetapi sungguh benar pula bahwa kita tidak tahu apa yang belum pernah kita miliki sampai kita mendapatkannya.

8. Pandanglah segala sesuatu dari kacamata orang lain. Apabila hal itu menyakitkan hatimu, sangat mungkin hal itu menyakitkan hati orang itu pula.

9. Kata-kata yang diucapkan sembarangan dapat menyulut perselisihan. Kata-kata yang kejam dapat menghancurkan suatu kehidupan. Kata-kata yang diucapkan pada tempatnya dapat meredakan ketegangan. Kata-kata yang penuh cinta dapat menyembuhkan dan memberkahi.

10. Awal dari cinta adalah membiarkan orang yang kita cinta menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kita inginkan. Jika tidak, kita hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kita temukan di dalam dia.

11. Orang-orang yang paling berbahagia tidak selalu memiliki hal-hal terbaik, mereka hanya berusaha menjadikan yang terbaik dari setiap hal yang hadir dalam hidupnya.

12. Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dengan beberapa orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima kasih atas karunia itu.

13. Hanya diperlukan waktu semenit untuk menaksir seseorang, sejam untuk menyukai seseorang dan sehari untuk mencintai seseorang tetapi diperlukan waktu seumur hidup untuk melupakan seseorang.

14. Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis, mereka yang disakiti hatinya, mereka yang mencari dan mereka yang mencoba. Karena hanya mereka itulah yang menghargai pentingnya orang-orang yang pernah hadir dalam hidup mereka.

15. Cinta adalah jika kamu kehilangan rasa, gairah, romantika dan masih tetap peduli padanya.

16. Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu dan mendapati pada akhirnya bahwa tidak demikian adanya dan kamu harus melepaskannya.

17. Cinta dimulai dengan sebuah senyuman, bertumbuh dengan sebuah ciuman dan berakhir dengan tetesan air mata.

18. Cinta datang kepada mereka yang masih berharap sekalipun pernah dikecewakan, kepada mereka yang masih percaya sekalipun pernah dikhianati, kepada mereka yang masih mencintai sekalipun pernah disakiti hatinya.

19. Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi yang lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan tidak pernah memiliki keberanian untuk mengutarakan cintamu kepadanya.

20. Masa depan yang cerah selalu tergantung kepada masa lalu yang dilupakan, kamu tidak dapat hidup terus dengan baik jika kamu tidak melupakan kegagalan dan sakit hati di masa lalu.

21. Jangan pernah mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba, jangan pernah menyerah jika kamu masih merasa sanggup jangan pernah mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.

22. Memberikan seluruh cintamu kepada seseorang bukanlah jaminan dia akan membalas cintamu! Jangan mengharapkan balasan cinta, tunggulah sampai cinta berkembang di hatinya, tetapi jika tidak, berbahagialah karena cinta tumbuh di hatimu.

23. Ada hal-hal yang sangat ingin kamu dengar tetapi tidak akan pernah kamu dengar dari orang yang kamu harapkan untuk mengatakannya. Namun demikian janganlah menulikan telinga untuk mendengar dari orang yang mengatakannya dengan sepenuh hati.

24. Waktu kamu lahir, kamu menangis dan orang-orang di sekelilingmu tersenyum – jalanilah hidupmu sehingga pada waktu kamu meninggal, kamu tersenyum dan orang-orang di sekelilingmu menangis.

Pasir dan Batu

Dua orang sahabat sedang berjalan di padang pasir. Selama dalam perjalanan mereka berdebat tentang sesuatu. Salah seorang dari kedua sahabat itu menampar temannya, dan yang ditampar itu merasa sakit tetapi dia tak berkata apa apa, hanya menulis diatas pasir : "HARI INI TEMAN BAIKKU MENAMPARKU"

Mereka tetap berjalan sampai mereka menemukan sebuah oasis (sumber air), mereka sepakat untuk mandi, teman yang telah ditampar tergelincir dan hampir saja tenggelam di oasis tersebut, tetapi temannya datang dan menolongnya, dan setelah diselamatkan oleh temannya dari bahaya, dia menulis di Batu "HARI INI TEMAN BAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU"

Teman yang telah menampar dan yang telah menyelamatkan nyawa teman baiknya itu bertanya kepadanya, "Setelah saya menyakitimu, kamu menulisnya di pasir dan sekarang, kamu menulisnya diatas batu, mengapa?

Temannyapun menjawab : "Ketika seseorang menyakiti kita, kita harus menulisnya diatas pasir, agar angin dapat menerbangkannya dan dapat menghapusnya sehingga dapat termaafkan. Tetapi ketika seseorang melakukan sesuatu yang baik kepada kita, kita harus mengukirnya diatas batu dimana tak ada angin yang dapat menghapusnya"

"Tulislah sakit hatimu di atas pasir, dan Ukirlah kebaikan dia atas batu"

Kakek dan Sekarung Ubi

Saya adalah seorang pramugari biasa dari China Airline, karena bergabung dengan perusahaan penerbangan hanya beberapa tahun dan tidak mempunyai pengalaman yang mengesankan, setiap hari hanya melayanipenumpang dan melakukan pekerjaan yang monoton.

Pada tanggal 7 Juni yang lalu saya menjumpai suatu pengalaman yang membuat perubahan pandangan saya terhadap pekerjaan maupun hidup saya.

Hari ini jadwal perjalanan kami adalah dari Shanghai menuju Peking ,penumpang sangat penuh pada hari ini.

Diantara penumpang saya melihat seorang kakek dari desa, merangkul sebuah karung tua dan terlihat jelas sekali gaya desanya, pada saatitu saya yang berdiri dipintu pesawat menyambut penumpang kesanpertama dari pikiran saya ialah zaman sekarang sungguh sudah majuseorang dari desa sudah mempunyai uang untuk naik pesawat.

Ketika pesawat sudah terbang, kami mulai menyajikan minuman, ketikamelewati baris ke 20, saya melihat kembali kakek tua tersebut, diaduduk dengan tegak dan kaku ditempat duduknya dengan memangku karungtua bagaikan patung.

Kami menanyakannya mau minum apa, dengan terkejut dia melambaikantangan menolak, kami hendak membantunya meletakan karung tua diatasbagasi tempat duduk juga ditolak olehnya, lalu kami membiarkannyaduduk dengan tenang, menjelang pembagian makanan kami melihat diaduduk dengan tegang ditempat duduknya, kami menawarkan makanan jugaditolak olehnya.

Akhirnya kepala pramugari dengan akrab bertanya kepadanya apakah diasakit, dengan suara kecil dia mejawab bahwa dia hendak ke toilet tetapi dia takut apakah dipesawat boleh bergerak sembarangan, takut merusak barang didalam pesawat.

Kami menjelaskan kepadanya bahwa dia boleh bergerak sesuka hatinya danmenyuruh seorang pramugara mengantar dia ke toilet, pada saat menyajikan minuman yang kedua kali, kami melihat dia melirik kepenumpang disebelahnya dan menelan ludah, dengan tidak menanyakannya kami meletakan segelas minuman teh dimeja dia, ternyata gerakan kamimengejutkannya, dengan terkejut dia mengatakan tidak usah, tidak usah,kami mengatakan engkau sudah haus minumlah, pada saat ini denganspontan dari sakunya dikeluarkan segenggam uang logam yang disodorkankepada kami, kami menjelaskan kepadanya minumannya gratis, dia tidak percaya, katanya saat dia dalam perjalanan menuju bandara, merasa hausdan meminta air kepada penjual makanan dipinggir jalan dia tidakdiladeni malah diusir. Pada saat itu kami mengetahui demi menghematbiaya perjalanan dari desa dia berjalan kaki sampai mendekati bandarabaru naik mobil, karena uang yang dibawa sangat sedikit, hanya dapatmeminta minunam kepada penjual makanan dipinggir jalan itupunkebanyakan ditolak dan dianggap sebagai pengemis.

Setelah kami membujuk dia terakhir dia percaya dan duduk dengan tenangmeminum secangkir teh, kami menawarkan makanan tetapi ditolak olehnya.

Dia menceritakan bahwa dia mempunyai dua orang putra yang sangat baik,putra sulung sudah bekerja di kota dan yang bungsu sedang kuliahditingkat tiga di Peking . anak sulung yang bekerja di kota menjemputkedua orang tuanya untuk tinggal bersama di kota tetapi kedua orangtua tersebut tidak biasa tinggal dikota akhirnya pindah kembali kedesa, sekali ini orang tua tersebut hendak menjenguk putra bungsunyadi Peking, anak sulungnya tidak tega orang tua tersebut naik mobil begitu jauh, sehingga membeli tiket pesawat dan menawarkan menemanibapaknya bersama-sama ke Peking , tetapi ditolak olehnya karena dianggap terlalu boros dan tiket pesawat sangat mahal dia bersikeras dapat pergi sendiri akhirnya dengan terpaksa disetujui anaknya.

Dengan merangkul sekarung penuh ubi kering yang disukai anakbungsunya, ketika melewati pemeriksaan keamanan dibandara, dia disuruhmenitipkan karung tersebut ditempat bagasi tetapi dia bersikerasmembawa sendiri, katanya jika ditaruh ditempat bagasi ubi tersebutakan hancur dan anaknya tidak suka makan ubi yang sudah hancur,akhirnya kami membujuknya meletakan karung tersebut di atas bagasitempat duduk, akhirnya dia bersedia dengan hati-hati dia meletakankarung tersebut.

Saat dalam penerbangan kami terus menambah minuman untuknya, diaselalu membalas dengan ucapan terima kasih yang tulus, tetapi diatetap tidak mau makan, meskipun kami mengetahui sesungguhnya dia sudahsangat lapar, saat pesawat hendak mendarat dengan suara kecil diamenanyakan saya apakah ada kantongan kecil? dan meminta saya meletakanmakanannya di kantong tersebut. Dia mengatakan bahwa dia belum pernahmelihat makanan yang begitu enak, dia ingin membawa makanan tersebutuntuk anaknya, kami semua sangat kaget.

Menurut kami yang setiap hari melihat makanan yang begitu biasa dimataseorang desa menjadi begitu berharga.

Dengan menahan lapar disisihkan makanan tersebut demi anaknya, denganterharu kami mengumpulkan makanan yang masih tersisa yang belum kamibagikan kepada penumpang ditaruh didalam suatu kantongan yang akankami berikan kepada kakek tersebut, tetapi diluar dugaan dia menolakpemberian kami, dia hanya menghendaki bagian dia yang belum dimakantidak menghendaki yang bukan miliknya sendiri, perbuatan yang tulustersebut benar-benar membuat saya terharu dan menjadi pelajaranberharga bagi saya.

Sebenarnya kami menganggap semua hal tersebut sudah berlalu, tetapi siapa menduga pada saat semua penumpang sudah turun dari pesawat, diayang terakhir berada di pesawat. Kami membantunya keluar dari pintupesawat, sebelum keluar dia melakukan sesuatu hal yang sangat tidakbisa saya lupakan seumur hidup saya, yaitu dia berlutut dan menyembahkami, mengucapkan terima kasih dengan bertubi-tubi, dia mengatakanbahwa kami semua adalah orang yang paling baik yang dijumpai, kami didesa hanya makan sehari sekali dan tidak pernah meminum air yangbegitu manis dan makanan yang begitu enak, hari ini kalian tidakmemandang hina terhadap saya dan meladeni saya dengan sangat baik,saya tidak tahu bagaimana mengucapkan terima kasih kepada kalian.Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian, dengan menyembah dan menangisdia mengucapkan perkataannya. Kami semua dengan terharu memapahnya danmenyuruh seseorang anggota yang bekerja dilapangan membantunya keluardari lapangan terbang.

Selama 5 tahun bekerja sebagai pramugari, beragam-ragam penumpangsudah saya jumpai, yang banyak tingkah, yang cerewet dan lain-lain,tetapi belum pernah menjumpai orang yang menyembah kami, kami hanyamenjalankan tugas kami dengan rutin dan tidak ada keistimewaan yangkami berikan, hanya menyajikan minuman dan makanan, tetapi kakek tuayang berumur 70 tahun tersebut sampai menyembah kami mengucapkanterima kasih, sambil merangkul karung tua yang berisi ubi kering danmenahan lapar menyisihkan makanannya untuk anak tercinta, dan tidakbersedia menerima makanan yang bukan bagiannya, perbuatan tersebutmembuat saya sangat terharu dan menjadi pengalaman yang sangatberharga buat saya dimasa datang yaitu jangan memandang orang daripenampilan luar tetapi harus tetap menghargai setiap orang dan mensyukuri apa yang kita dapat.

Semangkuk Nasi Putih

Pada sebuah senja dua puluh tahun yang lalu, terdapat seorang pemuda yang
kelihatannya seperti seorang mahasiswa berjalan mondar mandir di depan
sebuah rumah makan cepat saji di kota metropolitan, menunggu sampai tamu
di restoran sudah agak sepi, dengan sifat yang segan dan malu-malu dia
masuk ke dalam restoran tersebut.
"Tolong sajikan saya semangkuk nasi putih."

Dengan kepala menunduk pemuda ini berkata kepada pemilik rumah makan.
Sepasang suami istri muda pemilik rumah makan, memperhatikan pemuda ini
hanya meminta semangkuk nasi putih dan tidak memesan lauk apapun, lalu
menghidangkan semangkuk penuh nasi putih untuknya.
Ketika pemuda ini menerima nasi putih dan sedang membayar berkata dengan
pelan :
"dapatkah menyiram sedikit kuah sayur diatas nasi saya."
Istri pemilik rumah berkata sambil tersenyum :
"Ambil saja apa yang engkau suka, tidak perlu bayar !"
Sebelum habis makan, pemuda ini berpikir : "kuah sayur gratis."
Lalu memesan semangkuk lagi nasi putih.
"Semangkuk tidak cukup anak muda, kali ini saya akan berikan lebih banyak
lagi nasinya."
Dengan tersenyum ramah pemilik rumah makan berkata kepada pemuda ini.
"Bukan, saya akan membawa pulang, besok akan membawa ke sekolah sebagai
makan siang saya !"
Mendengar perkataan pemuda ini, pemilik rumah makan berpikir pemuda ini
tentu dari keluarga miskin diluar kota , demi menuntut ilmu datang kekota,
mencari uang sendiri untuk sekolah, kesulitan dalam keuangan itu sudah
pasti.

Berpikir sampai disitu pemilik rumah makan lalu menaruh sepotong
daging dan sebutir telur disembunyikan dibawah nasi, kemudian membungkus
nasi tersebut sepintas terlihat hanya sebungkus nasi putih saja dan
memberikan kepada pemuda ini.
Melihat perbuatannya, istrinya mengetahui suaminya sedang membantu pemuda
ini,
hanya dia tidak mengerti, kenapa daging dan telur disembunyikan di bawah
nasi ?
Suaminya kemudian membisik kepadanya :
"Jika pemuda ini melihat kita menaruh lauk dinasinya dia tentu akan merasa
bahwa kita bersedekah kepadanya, harga dirinya pasti akan tersinggung lain
kali dia tidak akan datang lagi, jika dia ket empat lain hanya membeli
semangkuk nasi putih, mana ada gizi untuk bersekolah."
"Engkau sungguh baik hati, sudah menolong orang masih menjaga harga
dirinya."
"Jika saya tidak baik, apakah engkau akan menjadi istriku ?"
Sepasang suami istri muda ini merasa gembira dapat membantu orang lain.
"Terima kasih, saya sudah selesai makan." Pemuda ini pamit kepada mereka.
Ketika dia mengambil bungkusan nasinya, dia membalikan badan melihat
dengan pandangan mata berterima kasih kepada mereka.
"Besok singgah lagi, engkau harus tetap bersemangat !" katanya sambil
melambaikan tangan, dalam perkataannya bermaksud mengundang pemuda ini
besok jangan segan-segan datang lagi.
Sepasang mata pemuda ini berkaca-kaca terharu, mulai saat itu setiap sore
pemuda ini singgah kerumah makan mereka, sama seperti biasa setiap hari
hanya memakan semangkuk nasi putih dan membawa pulang sebungkus
untuk bekal keesokan hari.


Sudah pasti nasi yang dibawa pulang setiap hari terdapat lauk berbeda yang
tersembunyi setiap hari, sampai pemuda ini tamat, selama 20 tahun pemuda
ini tidak pernah muncul lagi.
Pada suatu hari, ketika suami ini sudah berumur 50 tahun lebih,
pemerintah melayangkan sebuah surat bahwa rumah makan mereka harus
digusur, tiba-tiba kehilangan mata pencaharian dan mengingat anak mereka
yang disekolahkan di luar negeri yang perlu biaya setiap bulan membuat
suami istri ini berpelukan menangis dengan panik.

Pada saat ini masuk seorang pemuda yang memakai pakaian bermerek
kelihatannya seperti direktur dari kantor bonafid.
"Apa kabar?, saya adalah wakil direktur dari sebuah perusahaan, saya
diperintah oleh direktur kami mengundang kalian membuka kantin di
perusahaan kami, perusahaan kami telah menyediakan semuanya kalian hanya
perlu membawa koki dan keahlian kalian kesana, keuntungannya akan dibagi 2
dengan perusahaan."
"Siapakah direktur diperusahaan kamu ?, mengapa begitu baik terhadap kami?
saya tidak ingat mengenal seorang yang begitu mulia !" sepasang suami
istri ini berkata dengan terheran.
"Kalian adalah penolong dan kawan baik direktur kami, direktur kami paling
suka makan telur dan dendeng buatan kalian, hanya itu yang saya tahu,
yang lain setelah kalian bertemu dengannya dapat bertanya kepadanya."
Akhirnya, pemuda yang hanya memakan semangkuk nasi putih ini muncul,
setelah bersusah payah selama 20 tahun akhirnya pemuda ini dapat membangun
kerajaaan bisnisnya dan sekarang menjadi seorang direktur yang sukses
untuk kerajaan bisnisnya.
Dia merasa kesuksesan pada saat ini adalah berkat bantuan sepasang suami
istri ini, jika mereka tidak membantunya dia tidak mungkin akan dapat
menyelesaikan kuliahnya dan menjadi sesukses sekarang.
Setelah berbincang-bincang, suami istri ini pamit hendak meninggalkan
kantornya.
Pemuda ini berdiri dari kursi direkturnya dan dengan membungkuk
dalam-dalam berkata kepada mereka :"bersemangat ya ! di kemudian hari
perusahaan tergantung kepada kalian, sampai bertemu besok !"
Kebaikan hati dan balas budi selamanya dalam kehidupan manusia adalah
suatu perbuatan indah dan yang paling mengharukan.

Kasih Ibu

Ibuku hanya memiliki satu kaki dan mata. Aku membencinya sungguh memalukan. Ia menjadi juru masak di rumah tetanggaku dan berjualan kue di sekolahku, untuk membiayai keluarga. Suatu hari ketika aku masih SD, ibuku datang. Aku sangat malu. Mengapa ia lakukan ini? Aku memandangnya dengan penuh kebencian dan melarikan diri. Ibuku terdiam hanya memandang.

Keesokan harinya di sekolah. ”Ibumu hanya punya satu kaki dan satu mata. ?!?!” Iieeeeee, jerit seorang temanku. Aku berharap ibuku lenyap dari muka bumi. Ujarku pada ibu, “Bu, Mengapa Ibu tidak punya satu kaki dan satu mata lainnya? Kalau Ibu hanya ingin membuatku ditertawakan, lebih baik Ibu mati saja!!!” Ibuku tidak menyahut. Aku merasa agak tidak enak, tapi pada saat yang bersamaan, lega rasanya sudah mengungkapkan apa yang ingin sekali kukatakan selama ini. Mungkin karena Ibu tidak menghukumku, tapi aku tak berpikir sama sekali bahwa perasaannya sangat terluka karenaku.

Malam itu. Aku terbangun dan pergi ke dapur untuk mengambil segelas air. Ibuku
sedang menangis, tanpa suara, seakan-akan ia takut aku akan terbangun karenanya. Ia memandangku sejenak, dan kemudian berlalu dengan kaki pincang. Akibat perkataanku tadi, hatinya tertusuk. Walaupun begitu, aku membenci ibuku yang sedang menangis dengan satu kaki dan matanya. Jadi aku berkata pada diriku sendiri bahwa aku akan tumbuh dewasa dan menjadi orang yang sukses.

Kemudian aku belajar dengan tekun, ibuku terus bekerja membelikanku baju, buku sekolah, membayar uang sekolah. Dan akhirnya aku lulus dan mendapat beasiswa masuk perguruan tinggi. Kutinggalkan ibuku dan pergi ke Jakarta untuk menuntut ilmu. Lalu aku pun menikah. Aku membeli rumah. Kemudian akupun memiliki anak. Kini aku hidup dengan bahagia sebagai seorang yang sukses. Aku menyukai tempat tinggalku karena tidak membuatku teringat akan ibuku.

Kebahagian ini bertambah terus dan terus, ketika ibuku datang ke rumahku. Apa?! Siapa ini?! Itu ibuku. Dengan terlihat kepanasan di wajahnya, berkeringat dan terengah-engah dengan kaki dan mata satunya. Seakan-akan langit runtuh menimpaku. Bahkan anak-anakku berlari ketakutan, ngeri melihat bentuk ibuku yang gak karu-karuan. Kataku, “Siapa kamu?! Aku tak kenal dirimu!!” ”Berani-beraninya kamu datang ke sini dan menakuti anak-anakku! !” ”KELUAR DARI SINI! SEKARANG!!” Ibuku hanya menjawab perlahan, “Oh, maaf. Sepertinya saya salah alamat,” dan ia pun berlalu dengan tongkat kakinya. Untung saja ia tidak mengenaliku. Aku sungguh lega. Aku tak peduli lagi. Akupun menjadi sangat lega.

Suatu hari, sepucuk surat undangan reuni sekolah tiba di rumahku di Jakarta. Aku berbohong pada istriku bahwa aku ada urusan kantor. Akupun pergi ke sana. Setelah reuni, aku mampir ke gubuk tua, yang dulu aku sebut rumah.. Hanya ingin tahu saja.

Di sana, kutemukan ibuku tergeletak dilantai yang dingin. Namun aku tak meneteskan air mata sedikit pun. Ada selembar kertas di tangannya. Sepucuk surat untukku. ”Anakku..Kurasa hidupku sudah cukup panjang.. Dan aku tidak akan pergi ke Jakarta lagi. Namun apakah berlebihan jika aku ingin kau menjengukku sekali ? Aku sangat merindukanmu. Dan aku sangat gembira ketika tahu kau akan datang ke reuni itu. Tapi kuputuskan aku tidak pergi ke sekolah. Demi kau. Dan aku minta maaf karena hanya membuatmu malu dengan keadaan cacat fisiku.

Kau tahu, ketika kau masih dalam kandungan ibu mengalami kecelakaan , ketika ibu masih hamil seseorang telah dengan sengaja menabrak kaki ibu hingga patah. Tetapi untung kandungan ibu selamat, akhirnya ibu melahirkan bayi lucu yaitu kamu, tetapi sayang tuhan hanya memberikan mu satu mata .Sebagai seorang ibu, aku tak tahan melihatmu tumbuh hanya dengan mata satu. Maka aku berikan mata satuku kepadamu,. Aku sangat bangga padamu yang telah melihat seluruh dunia untukku, ditempatku, dengan mata itu. Aku tak pernah marah atas semua kelakuanmu. Ketika kau marah padaku.. Aku hanya membatin sendiri, “Itu karena ia mencintaiku” Anakku! Oh, anakku!”

Akupu menangis sekeras dan memeluk ibuku erat-erat meminta maaf, namun sayang ternyata Ibuku sudah beberapa jam lalu meninggal dalam kesendiriannya.

Bersyukurlah atas apa yang Anda miliki sekarang dibandingkan apa yang tidak dimiliki oleh jutaan orang lain! Luangkan waktu untuk mendoakan ibu Anda!

Batu Rubi Yang Retak

Alkisah, di sebuah kerajaan, raja memiliki sebuah batu rubi yang sangat indah. Raja sangat menyayangi, mengaguminya, dan berpuas hati karena merasa memiliki sesuatu yang indah dan berharga. Saat permaisuri akan melangsungkan ulang tahunnya, raja ingin memberikan hadiah batu rubi itu kepada istri tercintanya. Tetapi saat batu itu dikeluarkan dari tempat penyimpanan, terjadi kecelakaan sehingga batu itu terjatuh dan tergores retak cukup dalam.

Raja sangat kecewa dan bersedih. Dipanggillah para ahli batu-batu berharga untuk memperbaiki kerusakan tersebut. Beberapa ahli permata telah datang ke kerajaan, tetapi mereka menyatakan tidak sanggup memperbaiki batu berharga tersebut.

“Mohon ampun, Baginda. Goresan retak di batu ini tidak mungkin bisa diperbaiki. Kami tidak sanggup mengembalikannya seperti keadaan semula.”

Kemudian sang baginda memutuskan mengadakan sayembara, mengundang seluruh ahli permata di negeri itu yang mungkin waktu itu terlewatkan.

Tidak lama kemudian datanglah ke istana seorang setengah tua berbadan bongkok dan berbaju lusuh, mengaku sebagai ahli permata. Melihat penampilannya yang tidak meyakinkan, para prajurit menertawakan dia dan berusaha mengusirnya. Mendengar keributan, sang raja memerintahkan untuk menghadap.

“Ampun Baginda. Mendengar kesedihan Baginda karena kerusakan batu rubi kesayangan Baginda, perkenankanlah hamba untuk melihat dan mencoba memperbaikinya. ”

“Baiklah, niat baikmu aku kabulkan,” kata baginda sambil memberikan batu tersebut.

Setelah melihat dengan seksama, sambil menghela napas, si tamu berkata, “Saya tidak bisa mengembalikan batu ini seperti keadaan
semula, tetapi bila diperkenankan, saya akan membuat batu rubi retak ini menjadi lebih indah.”

Walaupun sang raja meragukan, tetapi karena putus asa tidak ada yang bisa dilakukan lagi dengan batu rubi itu, raja akhirnya setuju. Maka, ahli permata itupun mulai memotong dan menggosok.

Beberapa hari kemudian, dia menghadap raja. Dan ternyata batu permata rubi yang retak telah dia pahat menjadi bunga mawar yang sangat indah. Baginda sangat gembira, “Terima kasih rakyatku. Bunga mawar adalah bunga kesukaan permaisuri, sungguh cocok sebagai hadiah.”

Si ahli permata pun pulang dengan gembira. Bukan karena besarnya hadiah yang dia terima, tetapi lebih dari itu. Karena dia telah
membuat raja yang dicintainya berbahagia.

Di tangan seorang yang ahli, benda cacat bisa diubah menjadi lebih indah dengan cara menambah nilai lebih yang diciptakannya. Apalagi mengerjakannya dengan penuh ketulusan dan perasaan cinta untuk membahagiakan orang lain.

Perjalanan Sekeping Koin Emas

Seorang Bijak duduk merenung sambil memandangi sekeping koin emas miliknya,
"Untuk apa koin ini terus kusimpan?, bukankah akan lebih berguna jika kuberikan kepada seorang yg lebih membutuhkannya?" gumamnya dalam hati.

Beberapa saat kemudian ia berdiri dan berjalan-jalan. Di perjalanan ia bertemu dan berbincang-bincang dengan seorang gadis kecil, kemudian memberikan koin emasnya. Mata gadis kecil itu tidak berkedip saat menerima koin emas tersebut, ia tak percaya bahwa koin itu kini menjadi miliknya. Ia pun pulang dengan 1 tekad, "Koin ini akan kuberikan kepada mama, dia tentu akan senang karena bisa membeli kebutuhan hidup kami."

Ibu gadis kecil itu sangat senang menerima koin emas tersebut dan dia bersiap-siap pergi ke kota untuk berbelanja. Di perjalanan hatinya berbelas kasihan saat melihat seorang tunawisma yang meringkuk kedinginan. "Mungkin koin ini lebih baik kuberikan kepadanya, toh Tuhan masih memberkati keluargaku dengan rumah, pakaian dan makananan yg layak," pikirnya. Ia pun mengambil koin emas itu dan memberikannya kepada si tunawisma.

Si tunawisma merasa sangat beruntung, Ia seperti mendapat durian runtuh. Digenggamnya koin emas itu erat-erat dan ia berjalan tertatih-tatih menuju tempat kumuhnya. Di tempat kumuh ia mendapati penghuni baru, seorang pria yang buntung dah buta, yang duduk dengan wajah yang sedih.

"Aku Jauh lebih beruntung dari orang ini.Tadi aku tidak memiliki apa-apa sebelum menerima koin emas ini. Kalau aku memberikannya kepada pria ini, sesungguhnya aku tidak rugi karenan aku mendapatkannya dengan cuma-cuma. Tuhan pasti masih memeliharaku walau tanpa koin emas ini," Kata si tunawisma yang murah hati itu sambil memberikan koinnya ke tangan si buta.

Sore harinya si orang bijak tadi berjalan-jalan ke tempat kumuh dan berbincang-bincang dengan si buta pemilik koin emas itu. Ia memperlakukan si buta seperti sahabatnya sendiri, sehingga hati si buta yang dingin menjadi hangat. Ia merangkul si buta dan berkata, " Sobat, sekarang aku tidak memiliki barang yang berharga untuk kuberikan kepadamu selain dari persahabatan." Mendengar itu kini si buta tahu bahwa di dunia ini masih ada orang yg perduli kepadanya, bahkan menggangapnya sebagai sahabat. Ia menangis karena bahagia, persahabatan yang dinyatakan si orang bijak itu kini telah mengusir kegelapan dari hatinya. Ia memegang erat tangan sahabatnya dan menyelipkan koin emas miliknya sambil berkata , "Ini, terimalah sebagai tanda persahabatan kita."

Memberi adalah suatu tindakan yang tidak pernah merugikan si pemberi. Siapapun yang memberi dengan iman dan hati yang bersukacita, terutama kepada orang yang lemah, akan menerima kembali apa yg sudah diberikannya (Amsal 19:17). Saat pemberian kita memenuhi kebutuhan orang lain, maka Tuhan akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita. Karena itu belajarlah untuk menjadi seorang pemberi, bukan orang yang selalu diberi...

Belajar dari Anak-Anak

Kita bisa belajar banyak dari anak-anak. Banyak orangtua yang hanya ingat bagaimana "mengajari anak". Akan lebih baik bila mereka juga banyak menghabiskan waktu untuk belajar dari, anak-anak mereka. Mengapa?

MEREKA TAHU LEBIH BANYAK CARA UNTUK BERSENANG-SENANG DAN TERTAWA - mereka tidak memerlukan banyak hiburan untuk tertawa. Kadang-kadang mereka tidak memerlukan apapun untuk tertawa! Mereka tertawa karena mereka merasa enak/nyaman.

MEREKA SANGAT SPONTAN - anak-anak tidak menganalisis dan menguji segala sesuatu. Kalau begitu, mari kita kurangi berpikir dan lebih banyak bersikap responsif.

MEREKA MUDAH TERPESONA - mereka selalu ingin tahu. Segala sesuatu adalah pengalaman baru yang menakjubkan untuk diresapi.

MEREKA BERSIKAP MENERIMA APA ADANYA - mereka tidak berprasangka. Mereka tidak peduli apakah anda kaya, miskin, hitam atau putih.

MEREKA MEMPUNYAI KEGEMBIRAAN DAN KETEGUHAN HATI - jika mereka menginginkan sesuatu, mereka tak akan menyerah. Kala mereka belajar berjalan, mereka akan terus dan terus berusaha. Mereka jatuh dan bangun. Terjerembap dan bangun lagi. Akhirnya mereka bisa berjalan!

MEREKA MEMILIKI IMAJINASI YANG LUAR BIASA HEBATNYA - imajinasi itulah yang membuat mereka mampu belajar dan mengingat dan berkembang dengan begitu cepat. Semuanya berawal dari mimpi. Seperti sebuah lagu mengatakan, "Jika kau tak pernah bermimpi, kau tak akan pernah memiliki mimpi yang menjadi kenyataan."

Pengemis dan Butik

ada sebuah butik terkenal di suatu negara yang menjual baju-baju yang harganya mahal. Butik itu pun kerap dikunjungi oleh orang-orang terkenal.

suatu hari, ada seorang pengemis yang menggunakan baju kumal dan membawa kantong kresek, datang masuk ke dalam toko. Seorang pelanggan yang biasa datang ke butik itu, sebutlah miss X, berdiri tepat di belakang pengemis itu, dia merasa terheran-heran, mengapa satpam toko itu membiarkan pengemis itu masuk. Setelah itu, pramuniaga toko itu membukakan pintu, dan menyambut pengemis itu dengan ramah, "selamat pagi bu! ada yang bisa saya bantu?".

Segera saja pengemis itu pergi ke salah satu rak baju, dan mengatakan ingin mencoba salah satu baju tersebut. Pramuniaga itu tetap melayani dengan ramah dan penuh dengan senyum, miss X hanya bisa terheran melihat tingkah pramuniaga yang melayani pengemis tersebut, dimana pengemis itu tidak mungkin membelinya.

Pengemis itu mencoba baju tersebut, dan seperti yang telah diduga oleh miss X, pengemis itu mencari-cari alasan untuk tidak membeli baju itu, dari mulai kekecilan, ukurannya tidak pas, tidak bagus modelnya, sampai akhirnya pengemis itu keluar dari toko, tanpa membeli sepotong baju pun.

miss X yang dari tadi sudah memperhatikan gelagat para karyawan disana pun, penasaran, dan akhirnya mulai bertanya dari satpam, "Pak ,kenapa bapak mengijinkan orang itu masuk? padahal dia kan hanyalah seorang gembel?". Lalu satpam itu menjawab, kami semua disini telah berjanji kepada manajemen perusahaan kami, bahwa siapapun berhak masuk ke dalam butik ini tanpa terkecuali, walaupun dia tidak membeli.

Setelah mendapatkan jawaban satpam itu, miss X tidaklah puas, dia berlanjut kepada pramuniaga yang melayani pengemis tadi,"kenapa kamu tadi memperbolehkan pengemis itu mencoba baju disini, dia kan kotor?". Pramuniaga itu menjawab tugas saya disini hanyalah melayani pelanggan dengan baik, apabila baju-baju itupun kotor, kami mempunyai satu departemen yang bertugas untuk menyuci, atau bahkan memperbaiki baju-baju kotor tersebut, maka dari itu saya pun melayani pengemis itu dengan senang hati.

Sontak, miss X merasa tertegur. Dan ternyata miss X ini adalah seorang wartawan, maka ia menceritakan pengalamannya di koran, dan keesokan harinya, butik itu ramai sekali dikunjungi oleh banyak orang. Dan pada bulan berikutnya, penjualannya meningkat 70%.


Terkadang kita suka memperlakukan orang dengan memandang dia memakai baju apa dan lain sebagainya, padahal kita tidak tahu, bahwa orang itu pun dapat membawa dampak dalam hidup kita...

The Power Of Ice Cream

Last week I took my children to a restaurant. My six-year-old son asked if he could say grace. As we bowed our heads he said, "God is good. God is great. Thank you for the food, and I would even thank you more if Mom gets us ice cream for dessert. And Liberty and justice for all! Amen!"


Along with the laughter from the other customers nearby I heard a woman remark, "That's what's wrong with this country. Kids today don't even know how to pray. Asking God for ice-cream! Why, I never!"


Hearing this, my son burst into tears and asked me, "Did I do it wrong? Is God mad at me?" As I held him and assured him that he had done a terrific job and God was certainly not mad at him, an elderly gentleman approached the table.


He winked at my son and said, "I happen to know that God thought that was a great prayer." "Really?" my son asked. "Cross my heart." Then in a theatrical whisper he added (indicating the woman whose remark had started this whole thing), "Too bad she never asks God for ice cream. A little ice cream is good for the soul sometimes."


Naturally, I bought my kids ice cream at the end of the meal. My son stared at his for a moment and then did something I will remember the rest of my life. He picked up his sundae and without a word walked over and placed it in front of the woman. With a big smile he told her, "Here, this is for you. Ice cream is good for the soul sometimes, and my soul is good already."


Do not to let anyone tell you how to pray. Ask for what you want. Tell God why you want it and in the process of saying WHY you want something, you will already know a little more whether you will be getting your wish or not. And if the reason isn’t a good one, than sincerely change your reason, or change what you want. And if you want ice cream, ask for ice cream. Personally, I like chocolate ice cream.

Hikmah dari Seekor Burung Pipit

Ketika musim kemarau baru saja mulai, seekor Burung Pipit mulai merasakan tubuhnya kepanasan, lalu mengumpat pada lingkungan yang dituduhnya tidak bersahabat.Dia lalu memutuskan untuk meninggalkan tempat yang sejak dahulu menjadi habitatnya, terbang jauh ke utara yang konon kabarnya, udaranya selalu dingin dan sejuk.

Benar, pelan pelan dia merasakan kesejukan udara, makin ke utara makin sejuk, dia semakin bersemangat memacu terbangnya lebih ke utara lagi.Terbawa oleh nafsu, dia tak merasakan sayapnya yang mulai tertempel salju, makin lama makin tebal, dan akhirnya dia jatuh ke tanah karena tubuhnya terbungkus salju.


Sampai ke tanah, salju yang menempel di sayapnya justru bertambah tebal.Si Burung pipit tak mampu berbuat apa apa, menyangka bahwa riwayatnya telah tamat. Dia merintih menyesali nasibnya.

Mendengar suara rintihan, seekor Kerbau yang kebetulan lewat datang menghampirinya. Namun si Burung kecewa mengapa yang datang hanya seekor Kerbau, dia menghardik si Kerbau agar menjauh dan mengatakan bahwa makhluk yang *piip* tak mungkin mampu berbuat sesuatu untuk menolongnya. Si Kerbau tidak banyak bicara, dia hanya berdiri, kemudian kencing tepat diatas burung tersebut. Si Burung Pipit semakin marah dan memaki maki si Kerbau. Lagi-lagi Si Kerbau tidak bicara, dia maju satu langkah lagi, dan mengeluarkan kotoran ke atas tubuh si burung.

Seketika itu si Burung tidak dapat bicara karena tertimbun kotoran kerbau. Si Burung mengira lagi bahwa dia pasti akan mati tak bisa bernapas.Namun perlahan lahan, dia merasakan kehangatan, salju yang membeku pada bulunya pelan pelan meleleh oleh hangatnya tahi kerbau, dia dapat bernapas lega dan melihat kembali langit yang cerah. Si Burung Pipit berteriak kegirangan, bernyanyi keras sepuas puasnya-nya.


Mendengar ada suara burung bernyanyi, seekor anak kucing menghampiri sumber suara, mengulurkan tangannya, mengais tubuh si burung dan kemudian menimang nimang, menjilati, mengelus dan membersihkan sisa-sisa salju yang masih menempel pada bulu si burung. Begitu bulunya bersih, Si Burung bernyanyi dan menari kegirangan, dia mengira telah mendapatkan teman yang ramah dan baik hati.

Namun apa yang terjadi kemudian, seketika itu juga dunia terasa gelap gulita bagi si Burung, dan tamatlah riwayat si Burung Pipit ditelan oleh si Kucing.

Dari kisah ini, banyak pesan moral yang dapat dipakai sebagai pelajaran:

1. Halaman tetangga selalu tampak lebih hijau,dari halaman kita sediri, namun Halaman tetangga yang nampak lebih hijau, belum tentu cocok buat kita.

2. Janganlah penampilan dipakai sebagai satu satunya ukuran.

3. Apa yang pada mulanya terasa pahit dan tidak enak, kadang kadang bisa berbalik membawa hikmah yang menyenangkan, dan demikian pula sebaliknya.

4. Ketika kita baru saja mendapatkan kenikmatan, jangan lupa dan jangan terburu nafsu, agar tidak kebablasan.

5. Waspadalah terhadap Orang yang memberikan janji yang berlebihan -

Cintaku Tak Harus Berwujud Bunga

Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul di hati saya ketika saya bersandar di bahunya yang bidang.


Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan, saya harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-2 saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.


Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-2 sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan. Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitif-nya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.


Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian. "Mengapa?", dia bertanya dengan terkejut."Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan" Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.


Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat
mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya?
Dan akhirnya dia bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah
pikiranmu?".Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan
pelan, "Saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam hati saya, saya akan merubah pikiran saya: Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?"


Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok." Hati saya langsung gundah mendengar responnya. Keesokan paginya, dia tidak ada dirumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan coret-2an tangannya dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan...."Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya."Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya. Saya melanjutkan untuk membacanya. "Kamu bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program di PC-nya dan akhirnya menangis di depan monitor, saya harus memberikan jari-2 saya supaya bisa membantumu dan memperbaiki programnya."



"Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa mendobrak pintu, dan membukakan pintu untukmu ketika pulang.".



"Kamu suka jalan-2 ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi, saya harus menunggu di rumah agar bisa memberikan mata saya untuk mengarahkanmu."


"Kamu selalu pegal-2 pada waktu 'teman baikmu' datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal."

"Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi 'aneh'. Dan harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di rumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku alami."


"Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku dan itu tidak baik untuk
kesehatan matamu, saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua
nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti
ubanmu."

"Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-2 bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu".


"Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku."


"Sayangku, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih dari saya mencintaimu." "Untuk itu sayang, jika semua yang telah diberikan
tanganku, kakiku, mataku, tidak cukup bagimu.Aku tidak bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakanmu."


Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk membacanya. "Dan sekarang, sayangku, kamu telah selasai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri disana menunggu jawabanmu."


"Jika kamu tidak puas, sayangku, biarkan aku masuk untuk membereskan
barang-barangku, dan aku tidak akan mempersulit hidupmu. Percayalah,
bahagiaku bila kau bahagia."


Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu
dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaanku.

Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintaiku.


Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan
kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu.

Karena cinta tidak selalu harus berwujud "bunga".

Ikatkan Pita Kuning Bagiku

Pada tahun 1971 surat kabar New York Post menulis kisah nyata tentang seorang pria yang hidup di sebuah kota kecil di White Oak, Georgia, Amerika. Pria ini menikahi seorang wanita yang cantik dan baik, sayangnya dia tidak pernah menghargai istrinya. Dia tidak menjadi seorang suami dan ayah yang baik. Dia sering pulang malam- malam dalam keadaan mabuk, lalu memukuli anak dan isterinya.

Satu malam dia memutuskan untuk mengadu nasib ke kota besar, New York. Dia mencuri uang tabungan isterinya, lalu dia naik bis menuju ke utara, ke kota besar, ke kehidupan yang baru. Bersama-sama beberapa temannya dia memulai bisnis baru. Untuk beberapa saat dia menikmati hidupnya. Sex, gambling, drug. Dia menikmati semuanya.

Bulan berlalu. Tahun berlalu. Bisnisnya gagal, dan ia mulai kekurangan uang. Lalu dia mulai terlibat dalam perbuatan kriminal. Ia menulis cek palsu dan menggunakannya untuk menipu uang orang. Akhirnya pada suatu saat naas, dia tertangkap. Polisi menjebloskannya ke dalam penjara, dan pengadilan menghukum dia tiga tahun penjara.

Menjelang akhir masa penjaranya, dia mulai merindukan rumahnya. Dia merindukan istrinya. Dia rindu keluarganya. Akhirnya dia memutuskan untuk menulis surat kepada istrinya, untuk menceritakan betapa menyesalnya dia. Bahwa dia masih mencintai isteri dan anak-anaknya. Dia berharap dia masih boleh kembali. Namun dia juga mengerti bahwa mungkin sekarang sudah terlambat, oleh karena itu ia mengakhiri suratnya dengan menulis, "Sayang, engkau tidak perlu menunggu aku. Namun jika engkau masih ada perasaan padaku, maukah kau nyatakan? Jika kau masih mau aku kembali padamu, ikatkanlah sehelai pita kuning bagiku, pada satu-satunya pohon beringin yang berada di pusat kota. Apabila aku lewat dan tidak menemukan sehelai pita kuning, tidak apa-apa. Aku akan tahu dan mengerti. Aku tidak akan turun dari bis, dan akan terus menuju Miami. Dan aku berjanji aku tidak akan pernah lagi menganggu engkau dan anak-anak seumur hidupku."

Akhirnya hari pelepasannya tiba. Dia sangat gelisah. Dia tidak menerima surat balasan dari isterinya. Dia tidak tahu apakah isterinya menerima suratnya atau sekalipun dia membaca suratnya, apakah dia mau mengampuninya? Dia naik bis menuju Miami, Florida, yang melewati kampung halamannya, White Oak. Dia sangat sangat gugup. Seisi bis mendengar ceritanya, dan mereka meminta kepada sopir bus itu, "Tolong, pas lewat White Oak, jalan pelan- pelan...kita mesti lihat apa yang akan terjadi..."

Hatinya berdebar-debar saat bis mendekati pusat kota White Oak. Dia tidak berani mengangkat kepalanya. Keringat dingin mengucur deras. Akhirnya dia melihat pohon itu. Air mata menetas di matanya...

Dia tidak melihat sehelai pita kuning...

Tidak ada sehelai pita kuning....

Tidak ada sehelai......

Melainkan ada seratus helai pita-pita kuning....bergantungan di pohon beringin itu...Ooh...seluruh pohon itu dipenuhi pita kuning...!!!

Kisah nyata ini menjadi lagu hits nomor satu pada tahun 1973 di Amerika. Sang sopir langsung menelpon surat kabar dan menceritakan kisah ini. Seorang penulis lagu menuliskan kisah ini menjadi lagu, "Tie a Yellow Ribbon Around the Old Oak Tree", dan ketika album ini di-rilis pada bulan Februari 1973, langsung menjadi hits pada bulan April 1973.

Aku Tidak Berdoa Untuk Menang

Suatu ketika, ada seorang anak yang sedang mengikuti sebuah lomba mobil balap mainan. Suasana sungguh meriah siang itu, sebab, ini adalah babak final. Hanya tersisa 4 orang sekarang dan mereka memamerkan setiap mobil mainan yang dimiliki. Semuanya buatan sendiri, sebab, memang begitulah peraturannya.

Ada seorang anak bernama Mark. Mobilnya tak istimewa, namun ia termasuk dalam 4 anak yang masuk final. Dibanding semua lawannya, mobil Mark lah yang paling tak sempurna. Beberapa anak menyangsingkan kekuatan mobil itu untuk berpacu melawan mobil lainnya.

Yah, memang, mobil itu tak begitu menarik. Dengan kayu yang sederhana dan sedikit lampu kedip diatasnya, tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki mobil mainan lainnya. Namun, Mark bangga dengan itu semua, sebab, mobil itu buatan tangannya sendiri.

Tibalah saat yang dinantikan. Final kejuaraan mobil balap mainan. Setiap anak mulai bersiap di garis start, untuk mendorong mobil mereka kencang-kencang. Di setiap jalurl lintasan, telah siap 4 mobil, dengan 4 “pembalap” kecilnya. Lintasan itu berbentuk lingkaran dengan 4 jalur terpisah diantaranya.

Namun, sesaat kemudian, Mark meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai. Ia tampak berkomat-kamit seperti sedang berdoa. Matanya terpejam, dengan tangan yang bertangkup memanjatkan doa. Lalu, semenit kemudian, ia berkata, “Ya, aku siap!”

Dor. Tanda telah dimulai. Dengan satu hentakan kuat, mereka mulai mendorong mobilnya kuat-kuat. Semua mobil itu pun meluncur dengan cepat. Setiap orang bersorak-sorai, bersemangat, menjagokan mobilnya masing-masing. “Ayo…ayo…cepat…cepat, maju…maju”, begitu teriak mereka. Ahha… sang pemenang harus ditentukan, tali lintasan finish pun telah terlambai. Dan Mark lah pemenangnya. Ya, semuanya senang, begitu juga Mark. Ia berucap, dan berkomat-kamit lagi dalam hati “Terima kasih.”

Saat pembagian piala tiba. Mark maju ke depan dengan bangga. Sebelum piala itu disehkan, ketua panitia bertanya. “Hai jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, bukan?”. Mark terdiam. “Bukan, Pak, bukan itu yang aku panjatkan” kata Mark.

Ia lalu melanjutkan, “Sepertinya, tak adil untuk meminta pada Tuhan untuk menolongmu mengalahkan orang lain. Aku , hanya bermohon pada Tuhan, supaya aku tak menangis, jika aku kalah.” Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk-tangan yang memenuhi ruangan.

Suara Seorang Kakak

Sebagian besar orang memperoleh inspirasi dalam hidup mereka. Mungkin dari percakapan dengan seseorang yang kau hormati atau sebuah pengalaman. Apa pun bentuknya, inspirasi cenderung membuatmu memandang kehidupan dari sudut pandang yang baru. Inspirasiku berasal dari adikku Vicki, seseorang yang baik hati dan penuh perhatian. Ia tidak peduli akan penghargaan atau masuk dalam surat kabar. Yang diinginkannya hanyalah berbagi cinta dengan orang yang dikasihinya, keluarga dan teman-temannya.

Pada musim panas sebelum aku mulai kuliah tingkat tiga, aku menerima telepon dari ayahku yang memberitakan bahwa Vicki masuk rumah sakit. Ia pingsan dan bagian kanan tubuhnya lumpuh. Indikasi awal adalah ia menderita stroke. Namun, hasil tes memastikan bahwa penyakitnya lebih serius. Ada sebuah tumor otak ganas yang menyebabkannya lumpuh. Dokter hanya memberinya waktu kurang dari tiga bulan. Aku ingat aku bertanya-tanya, bagaimana mungkin ini terjadi? Sehari sebelumnya Vicki baik-baik saja.

Sekarang, hidupnya akan berakhir pada usia begitu muda. Setelah mengatasi rasa kaget dan perasaan hampa pada awalnya, aku memutuskan bahwa Vicki membutuhkan harapan dan semangat.

Ia memerlukan seseorang yang membuatnya percaya bahwa ia dapat mengatasi rintangan ini. Aku menjadi pelatih Vicki. Setiap hari kami membayangkan bahwa tumornya menyusut dan semua yang kami bicarakan bersifat positif. Aku bahkan memasang poster di pintu kamar rumah sakitnya yang bertulisan, “Kalau kau memiliki pikiran negatif, tinggalkan pikiran itu di pintu.”

Aku sudah berbulat hati untuk membantu Vicki mengalahkan tumor itu. Kami berdua membuat perjanjian yang disebut 50-50. Aku berjuang 50% dan Vicki akan memperjuangkan 50% sisanya.

Bulan Agustus tiba dan kuliah tingkat tiga akan dimulai di aloneuniversitas yang jaraknya 3000 mil dari rumah. Aku bingung, apakah aku harus pergi atau tetap menemani Vicki. Aku salah bicara, menyebutkan bahwa aku mungkin tak akan pergi kuliah. Ia menjadi marah dan menyuruhku untuk tidak khawatir karena dia akan baik-baik saja. Jadi, malah Vicki, yang berbaring sakit di tempat
tidur di rumah sakit, yang menyuruhku agar jangan khawatir. Aku sadar bahwa kalau aku tetap bersamanya, aku
mungkin akan menyiratkan bahwa dia sedang sekarat dan aku tak mau ia berpikir begitu. Vicki harus yakin bahwa ia dapat menang melawan tumor itu.

Kepergianku malam itu, merasakan bahwa ini mungkin terakhir kalinya aku melihat Vicki dalam keadaan hidup, adalah hal yang tersulit yang pernah kulakukan. Selama kuliah, aku tak pernah berhenti memperjuangkan 50% bagianku untuknya. Setiap malam sebelum tidur, aku berbicara dengan Vicki, berharap ia dapat mendengarku. Aku berkata, “Vicki, aku sedang berjuang untukmu dan aku tak akan menyerah. Asalkan kau tak pernah berhenti berjuang, kita dapat mengalahkan tumor ini.”

Beberapa bulan berlalu dan dia masih bertahan. Aku sedang berbicara dengan seorang teman yang lebih tua dan ia menanyakan keadaan Vicki. Aku bercerita bahwa kondisinya makin buruk, tapi dia tak menyerah.

Temanku melontarkan suatu pertanyaan yang benar-benar membuatku berpikir. Katanya, “Menurutmu, apakah dia bertahan itu karena dia tak mau mengecewakanmu?” Mungkin perkataannya benar? Mungkin aku egois, menyemangati Vicki untuk terus berjuang? Malam itu sebelum tidur, aku berkata padanya, “Vicki, aku mengerti kau sangat menderita dan mungkin kau ingin menyerah. Kalau memang begitu, aku mendukungmu. Kita tidak akan kalah karena kau tak pernah berhenti berjuang. Kalau kau ingin pergi ke tempat yang lebih baik, aku mengerti. Kita pasti bersama lagi. Aku menyayangimu dan aku akan terus bersamamu di mana pun kau berada.”

Keesokan paginya, ibuku menelepon, memberi tahu bahwa Vicki telah meninggal.

Tiga Ranting Hijau

Alkisah pada zaman dahulu kala ada seorang pertapa yang tinggal di sebuah hutan belantara di sebuah kaki gunung, sepanjang hari ia mengisi hidupnya dengan berdo’a dan berbuat kebajikan. Demi menyembah Sang Pencipta, setiap malam ia harus memikul air ke gunung.

Karena pertapa itu begitu tulus, seorang malaikat Tuhan yang belas kasih muncul, dan setiap hari pergi ke gunung bersama menemani pertapa ini, menghitung-hitung langkah pertapa, setelah pertapa itu selesai kerja, sang malaikat lalu memberinya makanan.

Pertapa ini tetap begitu tulus, hingga akhirnya usianya pun sudah senja. Suatu ketika, dari kejauhan samar-samar ia melihat seorang penjahat yang malang dibawa ke atas tiang gantungan, dan terdengar ia bergumam tanpa sadar: “Orang itu memang pantas mendapat hukuman! Karena dia sangat jahat dan telah merugikan banyak orang itu memang balasan yang setimpal” gumannya dengan gemas.

Tepat pada malam itu, ketika ia memikul air ke gunung, malaikat yang kerap bersamanya sudah tidak kelihatan, dan selanjutnya juga tidak mengantar makanan lagi untuknya. Dia menjadi takut, kemudian segera introspeksi diri, ia merenung dirinya pasti telah melakukan kesalahan, dan membuat marah Sang Ilahi, ia bepikir keras tapi tidak tahu apa kesalahannya. Lalu ia pun tidak makan dan minum, merebahkan diri di atas tanah, dan memajatkan do’a siang malam. Dia bertanya kepada Tuhannya apa kesalahan yang dia perbuat sehingga Tuhan memberinya hukuman.

Suatu hari, saat ia masih sedih dan menangis di hutan, ia mendengar suara nyanyian seekor burung yang sedang bersenandung dengan penuh perasaan, suaranya begitu merdu, dan perasaannya semakin pilu sesaat itu sembari berkata : “Oh, melihat begitu gembiranya kamu menyanyi, Tuhan tidak marah padamu! Seandainya kau dapat memberitahu apa kesalahanku pada-Nya, agar aku bisa menebus kesalahanku, dengan begitu hatiku baru bisa tenang dan bersuka ria.”

Burung itu menuturkan, “Kau telah berbuat hal yang tidak sejati, kau menyumpahi seorang penjahat yang dibawa ke tiang gantungan, karena itu Tuhan marah, hanya Dia yang memiliki hak untuk memutuskan! Dan kau adalah makhluk Tuhan tidak pantas melakukannya tapi, asalkan kamu menyesali dan memperbaiki kesalahan, maka Tuhan akan mengampuni kesalahanmu itu.” Pertapa itu menjadi termangu setelah mendengar penuturan burung itu, ia lalu teringat kesalahan yang dia lakukan saat itu. Dan ia sungguh-sungguh menyesal dan ingin menebusnya, tapi bagaimana caranya? Dia bertanya-tanya dalam hati.

Diapun kembali berdoa dan meminta ampun kepada Tuhan atas kesalahannya itu. Setiap hari ia berdoa dan mohon agar diberi petunjuk agar ia dapat menebus kesalahannya. Setiap hari pula dia terus diusik oleh perasaan itu. Dan ia menangis sedih memohon kepada Tuhan agar diberi kesempatan. Dan sampai pada suatu hari………

Malaikat muncul kembali di sisinya, tangannya menggenggam sebatang ranting pohon, dan berkata : “ Hai pertapa Tuhan mendengar doamu yang tulus, Tuhan akan mengampuni segala namun ada syarat yang harus kamu lakukan. Apakah kamu sudah siap untuk menjalankannya?” Malaikat diam sejenak menanti jawaban dari pertapa itu. Pertapa itu memandang malaikat itu dengan hati yang bulat dia menjawab: “Apapun hukuman yang Tuhan berikan kepada saya, saya bersedia menjalankannya.”

Sambil mengeluarkan sepotong dahan dan memberikannya kepada pertapa malaikat berkata: “Sebaiknya kamu membawa dahan pohon ini, sampai tumbuh tiga tunas baru berwarna hijau di atasnya, tapi malam pada saat akan tidur, kau harus meletakkannya di bawah bantal. Selain itu, kau juga harus meminta sedekah dari rumah ke rumah untuk makanmu, tidak boleh menginap lebih dari satu malam di rumah yang sama. Inilah hukuman Tuhan untukmu.”

Pertapa menerima dahan itu, lalu kembali ke dunia yang lama ditinggalkannya. Lalu ia mulai menjalani perintah Tuhan sesuai dengan yang dikatakan oleh malaikat. Makanan yang diperolehnya adalah hasil sedekahnya. Namun, sejumlah besar orang-orang tidak peduli dengan sedekahnya, ada yang bahkan tidak membuka pintu sama sekali, sehingga terkadang ia bahkan tidak memperoleh roti sedikitpun.

Suatu ketika, seperti biasa pertapa kembali meminta sedekah dari rumah ke rumah, namun, sejak pagi hingga malam tidak ada satu pun yang memberinya sesuatu, tidak ada seorang pun yang bersedia menerimanya bermalam, akhirnya ia masuk ke dalam sebuah hutan, ia berjalan mencari tempat agar dia dapat berteduh malam ini, kemudian ia menemukan sebuah lubang buatan, setelah memeriksa lubang itu, ia melihat seorang nenek tua sedang duduk di dalam. Lalu ia berkata: “Nenek yang baik hati, izinkanlah saya menginap semalam saja di rumah Anda!” Nenek tua itu menjawab: “ Maafkan saya pertapa, meskipun saya bersedia, tapi saya juga tidak berani memberi tempat kepadamu, saya mempunyai tiga orang anak laki-laki, mereka kejam dan jahat, sekarang mereka sedang pergi merampok, celakalah kita jika mereka pulang dan melihatmu di sini.” Nenek itu menjelaskan dengan nada sedih.

Pertapa itu berkata: “ Tolonglah saya untuk malam ini saja. Biarlah saya tinggal di sini! Percayalah mereka tidak akan sampai hati mencelakaimu dan aku.” Nenek tua itu orang yang baik, hingga hatinya pun tergugah. Ia lalu mengijinkan pertapa itu masuk. Setelah masuk ke dalam, pertapa itu lalu merebahkan diri di bawah tangga, dan tak lupa di bawah kepalanya terselip dahan pemberian malaikat. Melihat itu si nenek lalu bertanya mengapa ia meletakkan dahan dibawah bantalnya, apa sebabnya? Pertapa menceritakan pada nenek itu kalau dirinya mengembara ke mana-mana sambil membawa dahan itu untuk menebus kesalahannya, malam pada saat akan tidur dahan itu harus dijadikan sebagai bantal, pertapa itu juga menceritakan ini karena ia pernah melihat seorang penjahat yang malang di bawa ke atas tiang gantungan, dan ia mengatakan bahwa memang sudah sepantasnya penjahat itu menerima hukuman, karena itulah membuat Tuhan marah. Ia tidak sepatutnya berbuat demikian.

Setelah mendengar cerita itu si nenek menangis seraya berkata : “Jika hanya karena kesalahan kecil, sepatah kata yang salah lantas Tuhan menghukummu, lalu bagaimana dengan nasib anak-anakku nanti saat diadili Tuhan?”

Malam sudah larut, ketika para penyamun itu pulang ke rumah sambil berteriak gaduh. Mereka menyalakan api, di dalam lubang seketika menjadi terang, dan kebetulan mereka melihat seseorang sedang berbaring di bawah tangga, seketika itu juga mereka menjadi sangat marah, dan berteriak-teriak sambil menghampiri ibu mereka : “Ibu siapa dia? Bukankah kita telah melarang menerima siapapun di rumah ini?” ibunya berkata : “Jangan mengganggunya, dia orang yang malang, dan sekarang sedang menebus dosanya!” Para penyamun sontak bertanya: “Apa sih yang telah dilakukan Pak tua itu?” Mereka berteriak, “Hai Pak tua coba kamu ceritakan pada kami apa kesalahanmu?”

Kemudian pertapa itu bangkit dari pembaringan, lalu menceritakan kepada mereka tentang bagaimana dirinya yang dikarenakan kesalahan kecil telah membuat angkara Tuhan, dan kini ia sedang menebus dosa menyesali kesalahannya. Penuturan pertapa itu sangat menyentuh perasaan para penyamun, dan mereka menjadi sangat takut begitu menyadari semua kesalahan yang pernah mereka lakukan selama ini, lalu mulai introspeksi diri, menyesal dengan setulusnya, dan memutuskan untuk memperbaiki diri. Setelah pertapa itu membuat sadar ketiga penyamun tersebut, lalu ia berbaring kembali di bawah tangga.

Keesokannya, mereka mendapati pertapa itu sudah meninggal, dan di atas dahan kering yang menyangga kepalanya, tumbuh 3 ranting hijau muda yang panjang. Ternyata Tuhan kembali memancarkan kasihnya, dan membawanya ke surga.

Demikianlah cerita ini memberikan hikmah kapada kita bahwa setiap dosa yang kita lakukan tetap akan menuntut kita untuk menebusnya. Karena dosa itu tidak dapat hilang begitu saja meski itu hanya dosa kecil. Namun menyadari dan menyesal atas kesalahan itu lebih baik daripada mengabaikannya.

Gadis Kecil di Pesta Ulang Tahun (Mari Bersyukur)

Hari ini adalah hari ulang tahun pertama putriku…,peri kecilku yang amat ku nanti kelahirannya.
Aku sudah mempersiapkannya sejak lama, ku pilih kartu undangan lucu dan menarik untuk mengundang teman-teman ku datang,dan aku memilih sebuah restoran cepat saji sebagai tempat untuk merayakannya.

Sore ini tampak cerah..,aku dan keluarga serta beberapa kerabatku datang lebih awal untuk mempersiapkan tempat dan sedikit acara yang akan kami adakan.
Beberapa tamu undangan mulai berdatangan sampai pada akhirnya semua tamu telah datang.

Suasana begitu meriah dan ramai di penuhi suara tepuk tangan dan nyanyi,tak kalah ramai nya dengan suara tawa anak – anak dan kegembiraan mereka dengan meloncat dan berlari….
Di tengah kegembiraan itu…tanpa sengaja aku menoleh ke halaman luar lewat dinding kaca..dan mata ku bertumpu pada seorang gadis kecil berpakaian lusuh tanpa alas kaki sedang berdiri terpana.Sepertinya dia juga menikmati kegembiraan kami…,sesekali dia menelan air liurnya dan aku menangkap rasa lapar tergambar pada wajahnya yang tirus.

Aku terhenyak melihatnya…,aku pandangi kembali wajahnya yang mungil..senyumnya yang polos..kemudian pandanganku memutar menatap keramaian di sekelilingku…,betapa suatu keadaan yang sungguh berbeda…

Terbayang masa kecilku..,ketika aku dan ibu ku melintasi sebuah rumah.,rumah yang begitu ramai..,banyak anak kecil seusiaku dengan berpakaian bagus bernyanyi dan bertepuk tangan..,tertawa riang..berloncat-loncat..,sesaat aku berhenti dan terpaku menatapnya…,ketika tangan ibuku menarikku..aku menatap mata ibu ku dan bertanya…’itu apa bu.., kenapa banyak anak-anak di sana..?’ Ibu ku menghela nafas..,sambil menatapku ia berkata..’itu pesta ulang tahun..,anakku…’
‘Ulang tahun…,kapan aku ulang tahun,bu…?’..mendadak timbul sebersit harapan bahwa suatu saat aku pun akan merasakan kegembiraan pada pesta ulang tahunku.
Ibu ku berjongkok..,sambil memegang pundakku ia berkata..”setiap tahun pada setiap tanggal kelahiranmu..itulah hari ulang tahun mu nak.., tapi maafkan ibu karena sampai saat ini ibu belum mampu mengadakan pesta untuk ulang tahun mu…’
Aku melihat kesedihan pada raut wajah ibuku… “Ayo nak kita pulang….’ Aku mengikuti langkah ibu ku sambil beberapa saat sesekali aku masih menoleh rumah yang ramai itu.., rumah yang ibu ku katakan ada pesta ulang tahun…,,pesta yang ramai..,pesta yang penuh kegembiraan..
.
Aku melangkah keluar menghampiri gadis kecil itu..,sedikit membungkuk aku menyapanya..”hallo adik kecil..”..gadis kecil itu tersentak dan membalikkan badannya bergegas pergi. AKu memegang pundaknya dan dia tampak ketakutan. ”Ayo masuk…,kamu mau ikut pesta ulangtahun ini kan?” Mata beningnya menatapku dengan ragu…,aku mengulangi pertanyaanku,”kamu mau ikut pesta ulang tahun ini kan…?” Ia mengangguk dan aku menggandengnya masuk…

Aku memintanya duduk lalu memberinya satu porsi makanan.Wajah lugunya terlihat gembira tapi mata beningnya seperti menyimpan sesuatu…
“Makanlah dik…” dia menatap makanan itu lalu menggelengkan kepalanya.
“Kamu tidak suka makanan itu..?” Ia kembali menggelengkan kepalanya.
“kenapa…?” “Aku ingat ibu”..,jawabnya
“Aku mau memberi makanan ini untuknya..”
“Ada apa dengan ibumu..?”
“Ibuku sakit…,aku tidak tahu apa ibuku akan mempunyai kesempatan untuk bisa makan makanan enak seperti ini…” Dia tertunduk dan dari mata beningnya aku melihat airmatanya mengalir…

Aku tersentak mendengarnya…terbayang olehku saat ibuku terbaring sakit,apapun yang aku sediakan tidak lagi bisa membuatnya berselera untuk makan.
Demikian juga seringkali saat aku membayar mahal untuk satu porsi makanan yang aku makan..,terbayang olehku ibu yang duduk di dipan kayu sedang menghitung lembar-lembar uang lusuhnya.Ketika aku hampiri dia berkata..,”maafkan ibu nak,..karena ibu tidak pernah bisa memberimu makanan yang enak dan bergizi..,mungkin uang ini hanya cukup untuk kita makan beberapa hari saja..”
Setiap kali aku melihat ibu menghitung uang belanjanya yang lusuh..,aku membatin dalam hatiku bahwa jika aku besar nanti aku akan memberi ibu makanan-makanan yang enak dan bergizi.
Aku juga ingat..bahwa aku berjanji dalam hati bahwa jika aku besar nanti aku mau membeli sebuah rumah yang nyaman untuk kami tinggal..,mau membeli sebuah mobil dan mengajak ibu jalan-jalan.

Aku berjuang untuk mewujudkan harapanku itu..tapi ternyata aku tak pernah sempat membelikan ibu sebuah rumah yang nyaman apalagi membeli sebuah mobil untuk mengajaknya jalan-jalan.

Aku bekerja apa saja yang penting halal..,aku mencari uang karena ingin bisa kuliah dan bekerja di kantoran.Setamat SMA aku juga bekerja dan malamnya aku kuliah,tidak jarang sepulang kuliah aku belajar dengan penerangan lampu minyak yang redup.
Aku bahkan jarang membelikan ibu makanan enak dan bergizi seperti janjiku waktu aku kecil..karena saat aku belikan ibuku selalu berpesan agar sebaiknya uangku itu ditabung untuk biaya kuliahku. Aku mengikuti sarannya, menabung untuk biaya kuliahku maklumlah gajiku tidak seberapa,tapi ternyata hal ini akhirnya terkadang menjadi sebuah penyesalan karena aku tidak pernah bisa memberinya apa-apa.

Sekarang kehidupanku sudah lebih baik,aku juga sudah mempunyai sebuah mobil,tapi mobil ini tak pernah sempat aku gunakan untuk mengajak ibu jalan-jalan.Setiap aku pergi rekreasi terkadang aku ingat ibu…,dalam mobilku tidak pernah ada ibu yang dulu aku bayangkan akan tersenyum gembira jika aku ajak jalan-jalan.

“Tante…” Sapaan gadis kecil itu membuyarkan lamunanku.
“Boleh aku bawa pulang makanan ini…?” AKu mengangguk.
Aku memesan satu porsi lagi dan memberikan padanya,”ini untuk Ibu mu…”
Bola mata bening gadis kecil itu berbinar..sambil tersenyum ia mengucapkan terimakasih padaku. Dengan menenteng bungkusan makanan,langkah kecilnya berlari menjauh dariku….

----------------------------------------------------------

Saat kita tertawa gembira dalam pesta….ada begitu banyak sesama kita yang menangis dan kesepian..

Saat kita menyia-nyiakan waktu dan uang sekolah kita….ada begitu banyak sesama kita yang tidak mampu untuk sekolah..

Saat kita membayar mahal untuk satu porsi makanan yang kita makan…ada begitu banyak sesama kita yang tidak mampu membeli makanan walau hanya sekedar mengganjal rasa lapar…,mungkin uang yang kita keluarkan untuk membayar satu porsi makanan kita sama besar dengan penghasilan mereka satu minggu…

Saat kita mengeluarkan uang untuk membeli sepotong pakaian mahal ada banyak sesama kita yang bahkan tidak mampu membeli pakaian..

Saat kita tidak bersyukur atas pekerjaan yang kita miliki…ada banyak sesama kita yang tidak mempunyai kesempatan untuk bekerja...

Saat kita tidak bersyukur atas kesehatan kita…ada banyak sesama kita yang sakit dan tidak mampu berobat..

Saat kita tidak bersyukur atas tubuh kita yang normal…ada begitu banyak sesama kita yang cacat….

Saat kita kurang bersyukur atas pendamping hidup yang kita miliki..atas istri atau suami…ada begitu banyak orang yang sampai saat ini masih berjuang untuk bertemu dengan pendamping hidupnya…

Saat kita menyia-nyiakan orantua dan kurang memperhatikannya…ada begitu banyak anak-anak yang sejak lahir bahkan tidak pernah tahu siapa orangtuanya…

Saat kita menyia-nyiakan anak dan kurang memperhatikannya…ada begitu banyak orang-orang yang tidak pernah bisa melahirkan anak-anaknya…


Jika kita pernah mengalami berbagai-bagai kesulitan dan sekarang kita telah bisa keluar dari kesulitan itu..hendaklah hal itu membuat kita lebih memahami kesulitan oranglain dan bukan mencemoohnya.Mungkin memang ada banyak orang yang kurang berjuang dari kesulitannya itu tapi ada banyak juga yang sudah berjuang tapi tidak mendapatkan hasil yang maksimal atau mungkin tidak mendapat hasil sama sekali..,karena memang kemampuan tiap orang tidak sama dan kesempatan tiap orang berbeda..

Tuhan menciptakan matahari untuk semua orang..,bukan saja untuk orang kaya tetapi juga untuk orang miskin..,maukah kita menjadi perpanjangan berkat bagi sesama..?Karena dari apa yang Tuhan berikan dan kita terima ada sebagian yang Tuhan ingin kita bagikan kepada mereka…. agar mereka pun dapat juga merasakan hangatnya sinar matahari itu..

Kisah Seorang Balerina

Di sebuah negara di Eropa Timur, di sebuah kota, seorang Balerina, sedang berlatih keras mempersiapkan diri untuk audisi balerina idol di negaranya. Balerina muda yang bernama Eva ini berlatih dengan penuh semangat. Hingga ketika tiba hari audisi…..

Eva menanti-nanti cemas giliran dia untuk tampil audisi. Beberapa penari lain sudah mulai tampil memperagakan kemahiran masing-masing di depan pelatih balet kenamaan yang bernama Vladimir. Eva sudah lama menantikan hal ini, tampil di depan pelatih balet kenamaan internasional, dia sudah mengidamkan untuk menjadi murid balet dari pelatih terkenal ini, Vladimir….
“Dan peserta berikutnya…kita panggilkan Eva….” terdengar suara panitia memanggil nama Eva untuk tampil ke atas panggung audisi memperagakan tarian baletnya..

Dan Eva pun bergerak maju ke depan. Setelah membungkuk hormat pada si pelatih kenamaan, Eva mulai memperagakan tarian baletnya… Satu jurus, dua jurus, tiga jurus….

Tiba-tiba si pelatih kenamaan bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan meja nya dan berjalan masuk ke ruang belakang.. Eva si penari balet, meliat si pelatih kenamaan tadi masuk ke ruang belakang, menjadi kecewa. Dia merasa kecewa, baru memperagakan sedikit tarian baletnya, si pelatih sudah meninggalkan ruangan.

Air mata menitik di pipi Eva, dia merasa si pelatih kecewa dengan tarian dia sehingga meninggalkan ruang audisi. Eva dengan air mata bergegas meninggalkan ruang audisi, dia merasakan harapan dan impian-impian dia kabur untuk menjadi penari balet terkenal pupus sudah…

Selang beberapa tahun kemudian….

Ketika Eva sedang berjalan-jalan di kotanya dengan kedua putrinya, ada suara yang menyapanya…

“Anda Eva bukan?” kata suara tadi

Eva mencari sumber suara, ketika dia menemukan sumber suara, dia terkejut sekali. Ternyata Vladimir si pelatih balet kenamaan, juri audisi balet yang pernah dia ikuti.

“Iya, saya Eva,”jawab Eva singkat. Eva teringat kekecewaan yang dia alami dulu beberapa tahun yang silam, ketika si Vladimir pelatih kenamaan ini meninggalkan dia pada saat dia baru saja tampil di audisi. Pada saat itu Eva mau menampilkan seluruh keahlian dia di bidang balerina, namun baru tiga jurus, si pelatih dan sekaligus juri audisi meninggalkannya..

“Kenapa sdri Eva tidak melanjutkan karir balerina?” tanya Vladimir. “Saya dulu mencari-cari sdri Eva beberapa kali, saya melihat potensi yang besar sekali ada pada diri sdri. Saya ingin sekali mendapatkan seseorang yang bisa saya jadikan juara balerina terkenal dari sdri Eva. Waktu itu saya hanya meliat sedikit saja tarian sdri, saya sudah tau bahwa sdri betul-betul punya bakat yang luar biasa, saya mau memberikan kartu nama saya pada sdri Eva agar bisa menghubungi saya sesudah audisi untuk pelatihan selanjutnya, namun kartu nama saya di saku saya waktu itu habis, sehingga saya terpaksa bergegas ke belakang, ke ruangan saya untuk mengambil kartu nama lagi untuk sdri, namun ketika saya kembali ke ruangan audisi, saya tidak menjumpai sdri Eva lagi.”jelas Vladimir, si pelatih tari ini…

Mendengar penjelasan ini, Eva merasakan penyesalan yang dalam. Dia dulu ternyata salah anggapan..

Cerita hikmah berikut menggambarkan bahwa kita tidak boleh terlalu cepat menyerah, tidak boleh juga berpikiran negatif.. Si Eva berpikir negatif merasa si pelatih meninggalkan dia pada saat audisi padahal si pelatih bermaksud sebaliknya..

Jadi buat yang sedang berusaha, ciptakan paradigma positif dalam diri..

Mengasihi tanpa mengatakan sesuatu

Saya ditraktir makan mie di kedai mie yang terkenal. Harganya tidak mahal dan rasanya sangat lezat sekali. Kami duduk di depan meja panjang yang dapat menampung sekitar sepuluh orang bila mengelilingi meja. Meja sudah terisi enam orang, saya, teman saya dan empat orang pengunjung.

Ketika asyik makan, satu keluarga baru duduk di dekat kami. Tepatnya di antara teman saya dan pengunjung lainnya. Mereka telah memesan mie dan sedang menunggu. Keluarga tersebut terdiri dari sepasang suami istri yang masih muda dan seorang anak yang berusia sekitar enam tahun. Mereka keluarga yang jauh dari sederhana. Pakaiannya agak kusam dan berbau. Si anak kelihatannya baru sembuh dari suatu penyakit yang tidak kami ketahui dan sedang menarik ingusnya keluar masuk. Ingusnya seperti angka sebelas dan terkadang seperti angka satu dengan warna kuning kehijau-hijauan. Si ibu dengan penuh kasih sayang mengelap ingus yang tidak berhenti keluar masuk hidung anaknya. Pasangan itu sangat bahagia melihat anaknya bermain sambil tertawa. Sepertinya makan mie merupakan perayaan menyambut kesembuhannya. Saat mie datang keluarga tersebut makan dengan lahap.

Keadaan tersebut tidak berlaku bagi kami semua terkecuali teman saya. Bagi kami berlima (termasuk saya) keadaan tersebut merupakan bencana dan penyiksaan. Bayangkan aja, bagaimana rasanya makan mie dengan mencium satu keluarga yang bau badannya tidak enak. Belum lagi melihat dan mendengar ingus yang ditarik keluar masuk dan sesekali dibersihkan oleh ibunya. Setiap kali memakan mie sambil meminum kuahnya, rasanya seperti ingus telah tercampur dengan makanan dan membuat selera makan hilang. Tidak berapa lama kemudian, keempat pelanggan yang duduk semeja dengan kami meninggalkan meja satu persatu- tanpa menghabiskan makanan. Melihat ini ada rasa kepahitan yang terpancar diwajah keluarga muda itu, seperti rasa rendah diri dan terasing melihat sikap saya dan empat pengunjung lainnya. Tetapi itu tidak berlangsung lama, terutama saat mereka melihat teman saya, keceriaan mereka pulih kembali. Teman saya tetap menikmati mie dengan segala kecuekannya. Seolah-olah tidak ada bau disekitarnya dan tidak ada suara ingus yang didengar. Saya tidak bisa berbuat banyak selain belajar cuek dan menghabiskan sisa mie. Lagi pula saya ditraktir makan dan tidak berhak mengajukan hal-hal yang aneh-aneh dan tidak sopan. Selesai makan, kami masih duduk dua puluh menit sebelum meninggalkan kedai makanan. Saya heran dengan tingkah teman saya yang diluar kebiasaannya. Biasanya setelah makan, ia hanya duduk paling lama sepuluh menit. Sekali lagi saya harus mengikuti kemauan teman saya dengan jengkel.

Akhirnya kami keluar meninggalkan kedai dan keluarga muda, saya merasa lega. Dalam perjalanan pulang, teman saya mengatakan ia sangat terganggu duduk di samping keluarga tersebut. Ia merasakan rasa bau dan merasa terganggu dengan suara ingus anaknya. Ia merasakan tepat seperti yang saya rasakan.

Teman saya juga mengatakan, jika ia meninggalkan keluarga tersebut di saat mereka bergembira, keluarga itu akan merasa terpukul, tidak berharga, terasing dan putus asa. Si suami sedang memberi yang terbaik bagi keluarganya. Mereka bersukacita merayakan kesembuhan anaknya. Si suami telah mengeluarkan uang yang bagi mereka cukup mahal dari hasil kerja keras hanya untuk memberikan yang terbaik bagi keluarganya. Uang itu tidak begitu banyak untuk ukuran kami tetapi tidak bagi keluarga itu.

Saya sangat terkejut mendengar penuturan teman saya. Dan tidak menyangka teman saya telah melakukan sesuatu yang luar biasa bagi keluarga itu. Dengan caranya yang khas, bertahan makan mie sampai habis dan menunggu dua puluh menit setelah makan, telah memberi semangat baru bagi keluarga itu. Saya teringat bagaimana rasa kepahitan, rendah diri dan terasing di wajah kedua suami istri ketika melihat pelanggan yang lain meninggalkan meja tanpa menghabiskan makanan dan melihat tingkah saya. Saya juga teringat bagaimana pasangan ini kembali ceria begitu melihat sikap teman saya yang cuek.

Pertama kali dalam hidup ini, saya menyadari dan menyaksikan bagaimana mengasihi sesama tanpa mengatakan sesuatu benar-benar tidak mustahil. Ini benar-benar keajaiban. Ajaib bagaimana semua ayat-ayat di dalam Alkitab tentang mengasihi sesama dapat diwujudkan tanpa perkataan dalam waktu sesingkat itu. Cukup hanya dengan meneruskan makan mie sampai habis. Masa bodoh dengan sikap saya dan pengunjung lain yang tidak terpuji. Menunggu dua puluh menit setelah selesai makan. Yang terakhir menahan rasa bau untuk menyempurnakan segalanya telah menunjukkan suatu keajaiban kasih dan dilakukan oleh seorang teman. Ajaib bagaimana teman saya menegor saya tanpa mengatakan sesuatu. Ia tidak menuduh tetapi cukup telak memukul saya. Saya merasa sangat terpukul, malu tetapi tidak marah. Saya kembali mengingatkan diri sendiri bagaimana mudahnya mengatakan mengasihi sesama tetapi tidak melakukannya.

PIANO

Kisah ini terjadi di Rusia. Seorang ayah yang memiliki putra yang berusia kurang lebih 5 tahun, memasukkan putranya tersebut ke sekolah musik untuk belajar piano. Ia rindu melihat anaknya kelak menjadi seorang pianis yang terkenal.

Selang beberapa waktu kemudian, di kota tersebut datang seorang pianis yang sangat terkenal. Karena ketenarannya, dalam waktu singkat tiket konser telah terjual habis. Sang ayah membeli 2 buah tiket pertunjukan, untuk dirinya dan anaknya.

Pada hari pertunjukan, satu jam sebelum konser dimulai, kursi telah terisi penuh. Sang ayah duduk dan putranya tepat berada di sampingnya. Seperti layaknya seorang anak kecil, anak ini pun tidak betah duduk diam terlalu lama, tanpa sepengetahuan ayahnya, ia menyelinap pergi.

Ketika lampu gedung mulai diredupkan, sang ayah terkejut menyadari bahwa putranya tidak ada di sampingnya. Ia lebih terkejut lagi ketika melihat anaknya berada dekat panggung pertunjukan, dan sedang berjalan menghampiri piano yang akan dimainkan pianis tersebut.

Didorong oleh rasa ingin tahu, tanpa takut anak tersebut duduk di depan piano dan mulai memainkan sebuah lagu, lagu yang sederhana, twinkle-twinkle little star.

Operator lampu sorot, yang terkejut mendengar adanya suara piano mengira bahwa konser telah dimulai tanpa aba-aba terlebih dahulu, dan ia langsung menyorotkan lampunya ke tengah panggung. Seluruh penonton terkejut melihat yang berada di panggung bukan sang pianis, tapi hanyalah seorang anak kecil. Sang pianis pun terkejut, dan bergegas naik ke atas panggung. Melihat anak tersebut, sang pianis tidak menjadi marah, ia tersenyum dan berkata, "Teruslah bermain" dan sang anak yang mendapat ijin, meneruskan permainannya.

Sang pianis lalu duduk di samping anak itu dan mulai bermain mengimbangi permainan anak itu. Ia mengisi semua kelemahan permainan anak itu dan akhirnya tercipta suatu komposisi permainan yang sangat indah. Bahkan mereka seakan menyatu dalam permainan piano tersebut.

Ketika mereka berdua selesai, seluruh penonton menyambut dengan meriah, karangan bunga dilemparkan ke tengah panggung. Sang anak jadi besar kepala, pikirnya, "Gila, baru belajar piano sebulan saja sudah hebat!" Ia lupa bahwa yang disoraki oleh penonton adalah sang pianis yang duduk di sebelahnya, mengisi semua kekurangannya dan menjadikan permainannya sempurna.

Apa implikasinya dalam hidup kita ?

Kadang kita bangga akan segala rencana hebat yang kita buat, perbuatan-perbuatan besar yang telah berhasil kita lakukan. Tapi kita lupa bahwa semua itu terjadi karena Tuhan ada di samping kita. Kita adalah anak kecil tadi, tanpa ada Tuhan di samping kita, semua yang kita lakukan akan sia-sia. Tapi bila Tuhan ada di samping kita, sesederhana apapun hal yang kita lakukan hal itu akan menjadi hebat dan baik, bukan saja buat diri kita sendiri tapi juga baik bagi orang di sekitar kita. Semoga kita tidak pernah
lupa bahwa ada Tuhan di samping kita.

Berteriak..

Suatu ketika di sebuah sekolah, diadakan pementasan drama. Pentas drama yang
meriah, dengan pemain yang semuanya siswa-siswi disana. Setiap anak mendapat
peran, dan memakai kostum sesuai dengan tokoh yang diperankannya. Semuanya
tampak serius, sebab Pak Guru akan memberikan hadiah kepada anak yang tampil
terbaik dalam pentas. Sementara di depan panggung, semua orangtua murid ikut
hadir dan menyemarakkan acara itu.

Lakon drama berjalan dengan sempurna. Semua anak tampil dengan maksimal. Ada
yang berperan sebagai petani, lengkap dengan cangkul dan topinya, ada juga yang
menjadi nelayan, dengan jala yang disampirkan di bahu. Di sudut sana, tampak
pula seorang anak dengan raut muka ketus, sebab dia kebagian peran pak tua yang
pemarah, sementara di sudut lain, terlihat anak dengan wajah sedih, layaknya
pemurung yang selalu menangis. Tepuk tangan dari para orangtua dan guru kerap
terdengar, di sisi kiri dan kanan panggung.

Tibalah kini akhir dari pementasan drama. Dan itu berarti, sudah saatnya Pak
Guru mengumumkan siapa yang berhak mendapat hadiah. Setiap anak tampak berdebar
dalam hati, berharap mereka terpilih menjadi pemain drama yang terbaik. Dalam
komat-kamit mereka berdoa, supaya Pak Guru akan menyebutkan nama mereka, dan
mengundang ke atas panggung untuk menerima hadiah. Para orangtua pun ikut
berdoa, membayangkan anak mereka menjadi yang terbaik.

Pak Guru telah menaiki panggung, dan tak lama kemudian ia menyebutkan sebuah
nama. Ahha…ternyata, anak yang menjadi pak tua pemarah lah yang menjadi juara.
Dengan wajah berbinar, sang anak bersorak gembira. “Aku menang…”, begitu
ucapnya. Ia pun bergegas menuju panggung, diiringi kedua orangtuanya yang tampak
bangga. Tepuk tangan terdengar lagi. Sang orangtua menatap sekeliling, menatap
ke seluruh hadirin. Mereka bangga.

Pak Guru menyambut mereka. Sebelum menyerahkan hadiah, ia sedikit bertanya
kepada sang “jagoan, “Nak, kamu memang hebat. Kamu pantas mendapatkannya.
Peranmu sebagai seorang yang pemarah terlihat bagus sekali. Apa rahasianya ya,
sehingga kamu bisa tampil sebaik ini? Kamu pasti rajin mengikuti latihan, tak
heran jika kamu terpilih menjadi yang terbaik..” tanya Pak Guru, “Coba kamu
ceritakan kepada kami semua, apa yang bisa membuat kamu seperti ini..”.

Sang anak menjawab, “Terima kasih atas hadiahnya Pak. Dan sebenarnya saya harus
berterima kasih kepada Ayah saya dirumah. Karena, dari Ayah lah saya belajar
berteriak dan menjadi pemarah. Kepada Ayah lah saya meniru perilaku ini. Ayah
sering berteriak kepada saya, maka, bukan hal yang sulit untuk menjadi pemarah
seperti Ayah.” Tampak sang Ayah yang mulai tercenung. Sang anak mulai
melanjutkan, “..Ayah membesarkan saya dengan cara seperti ini, jadi peran ini,
adalah peran yang mudah buat saya…”

Senyap. Usai bibir anak itu terkatup, keadaan tambah senyap. Begitupun kedua
orangtua sang anak di atas panggung, mereka tampak tertunduk. Jika sebelumnnya
mereka merasa bangga, kini keadaannya berubah. Seakan, mereka berdiri sebagai
terdakwa, di muka pengadilan. Mereka belajar sesuatu hari itu. Ada yang perlu
diluruskan dalam perilaku mereka.

***

Teman, setiap anak, adalah duplikat dari orang di sekitarnya. Setiap anak adalah
peniru, dan mereka belajar untuk menjadi salah satu dari kita. Mereka akan
belajar untuk menjadikan kita sebagai contoh, sebagai panutan dalam bertindak
dan berperilaku. Mereka juga akan hadir sebagai sosok-sosok cermin bagi kita,
tempat kita bisa berkaca pada semua hal yang kita lakukan. Mereka laksana air
telaga yang merefleksikan bayangan kita saat kita menatap dalam hamparan
perilaku yang mereka perbuat.

Namun sayang, cermin itu meniru pada semua hal. Baik, buruk, terpuji ataupun
tercela, di munculkan dengan sangat nyata bagi kita yang berkaca. Cermin itu
juga menjadi bayangan apapun yang ada di depannya. Telaga itu adalah juga
pancaran sejati terhadap setiap benda di depannya. Kita tentu tak bisa,
memecahkan cermin atau mengoyak ketenangan telaga itu, saat melihat gambaran
yang buruk. Sebab, bukankah itu sama artinya dengan menuding diri kita sendiri?

Teman, saya ingin berpesan kepada kita semua, “berteriaklah kepada anak-anak
kita saat kita marah, maka, kita akan membesarkan seorang pemarah. Bermuka
ketuslah kepada mereka saat kita marah, maka kita akan membesarkan seorang
pembenci, dan biarkanlah mulut dan tangan kita yang bekerja saat kita marah,
maka kita akan belajar menciptakan seorang yang penuh dengki…”

Peran apakah yang sedang kita ajarkan kepada anak-anak kita saat ini? Contoh
apakah yang sedang kita berikan kali ini? Dan panutan apakah yang sedang kita
tampilkan? Teman, percayalah, mereka akan selalu belajar dari kita, dari orang
yang terdekatnya, dari orang yang mencintainya. Merekalah lingkaran terdekat
kita, tempat mereka belajar, menerima kasih sayang, dan juga tempat mereka
meniru dalam berperilaku.

Saya berharap, bisa menjadi orang yang sabar saat melihat seorang anak
menumpahkan air di gelas yang mereka pegang. Saya berharap menjadi orang yang
ikhlas, saat melihat mereka memecahkan piring makan mereka sendiri. Sebab,
bukankah mereka baru “belajar” memegang gelas dan piring itu selama 5 tahun,
sedangkan kita telah mengenalnya sejak lebih 20 tahun? Tentu mereka akan butuh
waktu untuk bisa seperti kita.

Kisah Alergi Hidup

Seorang pria mendatangi seorang Guru. Katanya : "Guru, saya sudah bosan hidup. Benar-benar jenuh. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu gagal. Saya ingin mati".

Sang Guru tersenyum : "Oh, kamu sakit".

"Tidak Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati".

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Guru meneruskan : "Kamu sakit. Penyakitmu itu bernama "Alergi Hidup". Ya, kamu alergi terhadap kehidupan. Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan ini mengalir
terus, tetapi kita menginginkan keadaan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Usaha pasti ada pasang-surutnya. Dalam berumah-tangga, pertengkaran kecil itu memang wajar. Persahabatan pun tidak selalu langgeng. Apa sih yang abadi dalam hidup ini ? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita".

"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu benar-benar bertekad ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku", kata sang Guru.

"Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup lebih lama lagi", pria itu menolak tawaran sang Guru.

"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati ?", tanya Guru.

"Ya, memang saya sudah bosan hidup", jawab pria itu lagi.

"Baiklah. Kalau begitu besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini... Malam nanti, minumlah separuh isi botol ini. Sedangkan separuh sisanya kau minum besok sore jam enam. Maka esok jam delapan malam kau akan mati dengan tenang".

Kini, giliran pria itu menjadi bingung. Sebelumnya, semua Guru yang ia datangi selalu berupaya untuk memberikan semangat hidup. Namun, Guru yang satu ini aneh. Alih-alih memberi semangat hidup, malah menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.

Setibanya di rumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut "obat" oleh sang Guru tadi. Lalu, ia merasakan ketenangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai ! Tinggal satu malam dan satu hari ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah.

Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Ini adalah malam terakhirnya. Ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya amat harmonis. Sebelum tidur, ia mencium istrinya dan berbisik, "Sayang, aku mencintaimu". Sekali lagi, karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis.

Esoknya, sehabis bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Setengah jam kemudian ia kembali ke rumah, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat dua cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istripun merasa aneh sekali dan berkata : "Sayang, apa yang terjadi hari ini ? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku sayang".

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, "Hari ini, Bos kita kok aneh ya ?" Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan menghargai terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.

Pulang ke rumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya sambil berkata : "Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu". Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan : "Ayah, maafkan kami semua. Selama ini, ayah selalu tertekan karena perilaku kami".

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya ?

Ia mendatangi sang Guru lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru langsung mengetahui apa yang telah terjadi dan berkata : "Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh. Apabila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan".

Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Guru, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Konon, ia masih mengalir terus. Ia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian. Itulah
sebabnya, ia selalu bahagia, selalu tenang, selalu HIDUP !!

Cinta Yang Tak Pernah Padam

Ketika aku berjalan kaki pulang ke rumah di suatu hari yang dingin, kakiku tersandung sebuah dompet yang tampaknya terjatuh tanpa sepengetahuan pemiliknya. Aku memungut dan melihat isi dompet itu kalau-kalau aku bisa menghubungi pemiliknya. Tapi, dompet itu hanya berisi uang sejumlah tiga Dollar dan selembar surat kusut yang sepertinya sudah bertahun-tahun tersimpan di dalamnya. Satu-satunya yang tertera pada amplop surat itu adalah alamat si pengirim. Aku membuka isinya sambil berharap bisa menemukan petunjuk.

Lalu aku baca tahun "1924". Ternyata surat itu ditulis lebih dari 60 tahun yang lalu. Surat itu ditulis dengan tulisan tangan yang anggun di atas kertas biru lembut yang berhiaskan bunga-bunga kecil di sudut kirinya. Tertulis di sana, "Sayangku Michael", yang menunjukkan kepada siapa surat itu ditulis yang ternyata bernama Michael. Penulis surat itu menyatakan bahwa ia tidak bisa bertemu dengannya lagi karena ibu telah melarangnya. Tapi, meski begitu ia masih tetap mencintainya. Surat itu ditandatangani oleh Hannah. Surat itu begitu indah.

etapi tetap saja aku tidak bisa menemukan siapa nama pemilik dompet itu. Mungkin bila aku menelepon bagian penerangan mereka bisa memberitahu nomor telepon alamat yang ada pada amplop itu. "Operator," kataku pada bagian peneragan, "Saya mempunyai permintaan yang agak tidak biasa. sedang berusaha mencari tahu pemiliki dompet yang saya temukan di jalan. Barangkali anda bisa membantu saya memberikan nomor telepon atas alamat yang ada pada surat yang saya temukan dalam dompet tersebut?"

Operator itu menyarankan agar aku berbicara dengan atasannya, yang tampaknya tidak begitu suka dengan pekerjaan tambahan ini. Kemudian ia berkata, "Kami mempunyai nomor telepon alamat tersebut, namun kami tidak bisa memberitahukannya pada anda." Demi kesopanan, katanya, ia akan menghubungi nomor tersebut, menjelaskan apa yang saya temukan dan menanyakan apakah mereka berkenan untuk berbicara denganku. Aku menunggu beberapa menit.

Tak berapa lama ia menghubungiku, katanya, "Ada orang yang ingin berbicara dengan anda." Lalu aku tanyakan pada wanita yang ada di ujung telepon sana, apakah ia mengetahui seseorang bernama Hannah. Ia menarik nafas, "Oh, kami membeli rumah ini dari keluarga yang memiliki anak perempuan bernama Hannah. Tapi, itu 30 tahun yang lalu!" "Apakah anda tahu dimana keluarga itu berada sekarang?" tanyaku. "Yang aku ingat, Hannah telah menitipkan ibunya di sebuah panti jompo beberapa tahun lalu," kata wanita itu. "Mungkin, bila anda menghubunginya mereka bisa mencaritahu dimana anak mereka, Hannah, berada." Lalu ia memberiku nama panti jompo tersebut. Ketika aku menelepon ke sana, mereka mengatakan bahwa wanita, ibu Hannah, yang aku maksud sudah lama meninggal dunia. Tapi mereka masih menyimpan nomor telepon rumah dimana anak wanita itu tinggal. Aku mengucapkan terima kasih dan menelepon nomor yang mereka berikan. Kemudian, di ujung telepon sana, seorang wanita mengatakan bahwa Hannah sekarang tinggal di sebuah panti jompo.

"Semua ini tampaknya konyol," kataku pada diriku sendiri. Mengapa pula aku mau repot-repot menemukan pemilik dompet yang hanya berisi tiga Dollar dan surat yang ditulis lebih dari 60 tahun yang lalu? Tapi, bagaimana pun aku menelepon panti jompo tempat Hannah sekarang berada. Seorang pria yang menerima teleponku mengatakan, "Ya, Hannah memang tinggal bersama kami." Meski waktu itu sudah menunjukkan pukul 10 malam, aku meminta agar bisa menemui Hannah. "Ok," kata pria itu agak bersungut-sungut, "bila anda mau, mungkin ia sekarang sedang menonton TV di ruang tengah."

Aku mengucapkan terima kasih dan segera berkendara ke panti jompo tersebut. Gedung panti jompo itu sangat besar. Penjaga dan perawat yang berdinas malam menyambutku di pintu. Lalu, kami naik ke lantai tiga. Di ruang tengah, perawat itu memperkenalkan aku dengan Hannah. Ia tampak manis, rambut ubannya keperak-perakan, senyumnya hangat dan matanya bersinar-sinar. Aku menceritakan padanya mengenai dompet yang aku temukan. Aku pun menunjukkan padanya surat yang ditulisnya. Ketika ia melihat amplop surat berwarna biru lembut dengan bunga-bunga kecil di sudut kiri, ia menarik nafas dalam-dalam dan berkata, "Anak muda, surat ini adalah hubunganku yang terakhir dengan Michael." Matanya memandang jauh, merenung dalam-dalam. Katanya dengan lembut, "Aku amat-amat mencintainya. Saat itu aku baru berusia 16 tahun, dan ibuku menganggap aku masih terlalu kecil. Oh, Ia sangat tampan. Ia seperti Sean Connery, si aktor itu." "Ya," lanjutnya. Michael Goldstein adalah pria yang luar biasa. "Bila kau bertemu dengannya, katakan bahwa aku selalu memikirkannya, Dan,......."

Ia ragu untuk melanjutkan, sambil menggigit bibir ia berkata, ......katakan, aku masih mencintainya. Tahukah kau, anak muda," katanya sambil tersenyum. Kini air matanya mengalir, "aku tidak pernah menikah selama ini. Aku pikir, tak ada seorang pun yang bisa menyamai Michael." Aku berterima kasih pada Hannah dan mengucapkan selamat tinggal. Aku menuruni tangga ke lantai bawah. Ketika melangkah keluar pintu, penjaga di sana menyapa, "Apakah wanita tua itu bisa membantu anda?" Aku sampaikan bahwa Hannah hanya memberikan sebuah petunjuk, "Aku hanya mendapatkan nama belakang pemilik dompet ini. Aku pikir, aku biarkan sajalah dompet ini untuk sejenak. Aku sudah menghabiskan hampir seluruh hariku untuk menemukan pemilik dompet ini." Aku keluarkan dompet itu, dompat kulit dengan benang merah disisi-sisinya. Ketika penjaga itu melihatnya, ia berseru, "Hei, tunggu dulu. Itu adalah dompet Pak Goldstein! Aku tahu persis dompet dengan benang merah terang itu.Ia selalu kehilangan dompet itu. Aku sendiri pernah menemukannya dompet itu tiga kali di dalam gedung ini."

"Siapakah Pak Goldstein itu?" tanyaku. Tanganku mulai gemetar. "Ia adalah penghuni lama gedung ini. Ia tinggal di lantai delapan. Aku tahu pasti, itu adalah dompet Mike Goldstein. Ia pasti menjatuhkannya ketika sedang berjalan-jalan di luar." Aku berterima kasih pada penjaga itu dan segera lari ke kantor perawat. Aku ceritakan pada perawat di sana apa yang telah dikatakan oleh si penjaga. Lalu, kami kembali ke tangga dan bergegas ke lantai delapan. Aku berharap Pak Goldstein masih belum tertidur. Ketika sampai di lantai delapan, perawat berkata, "Aku pikir ia masih berada di ruang tengah. Ia suka membaca di malam hari. Ia adalah Pak tua yang menyenangkan." Kami menuju ke satu-satunya ruangan yang lampunya masih menyala. Di sana duduklah seorang pria membaca buku. Perawat mendekati pria itu dan menanyakan apakah ia telah kehilangan dompet. Pak Goldstein memandang dengan terkejut. Ia lalu meraba saku belakangnya dan berkata, "Oh ya, dompetku hilang!" Perawat itu berkata, "Tuan muda yang baik ini telah menemukan sebuah dompet. Mungkin dompet anda?" Aku menyerahkan dompet itu pada Pak Goldstein. Ia tersenyum gembira. Katanya, "Ya, ini dompetku! Pasti terjatuh tadi sore. Aku akan memberimu hadiah." "Ah tak usah," kataku. "Tapi aku harus menceritakan sesuatu pada anda. Aku telah membaca surat yang ada di dalam dompet itu dengan harap aku mengetahui siapakah pemilik dompet ini."

Senyumnya langsung menghilang. "Kamu membaca surat ini?" "Bukan hanya membaca, aku kira aku tahu dimana Hannah sekarang." Wajahnya tiba-tiba pucat. "Hannah? Kau tahu dimana ia sekarang? Bagaimana kabarnya? Apakah ia masih secantik dulu? Katakan, katakan padaku," ia memohon. "Ia baik-baik saja, dan masih tetap secantik seperti saat anda mengenalnya," kataku lembut. Lelaki tua itu tersenyum dan meminta, "Maukah anda mengatakan padaku dimana ia sekarang? Aku akan meneleponnya esok." Ia menggenggam tanganku, "Tahukah kau anak muda, aku masih mencintainya. Dan saat surat itu datang hidupku terasa berhenti. Aku belum pernah menikah, aku selalu mencintainya."

"Michael," kataku, "Ayo ikuti aku." Lalu kami menuruni tangga ke lantai tiga. Lorong-lorong gedung itu sudah gelap. Hanya satu atau dua lampu kecil menyala menerangi jalan kami menuju ruang tengah di mana Hannah masih duduk sendiri menonton TV. Perawat mendekatinya perlahan.

"Hannah," kata perawat itu lembut. Ia menunjuk ke arah Michael yang sedang berdiri di sampingku di pintu masuk. "Apakah anda tahu pria ini?" Hannah membetulkan kacamatanya, melihat sejenak, dan terdiam tidak mengucapkan sepatah katapun. Michael berkata pelan, hampir-hampir berbisik, "Hannah, ini aku, Michael. Apakah kau masih ingat padaku?" Hannah gemetar, "Michael! Aku tak percaya. Michael! Kau! Michaelku!" Michael berjalan perlahan ke arah Hannah. Mereka lalu berpelukan. Perawat dan aku meninggalkan mereka dengan air mata menitik di wajah kami. "Lihatlah," kataku. "Lihatlah, bagaimana Tuhan berkehendak. Bila Ia berkehendak, maka jadilah."

Sekitar tiga minggu kemudian, di kantor aku mendapat telepon dari rumah panti jompo itu. "Apakah anda berkenan untuk hadir di sebuah pesta perkimpoian di hari Minggu mendatang? Michael dan Hannah akan menikah!" Dan pernikahan itu, pernikahan yang indah. Semua orang di panti jompo itu mengenakan pakaian terbaik mereka untuk ikut merayakan pesta. Hannah mengenakan pakaian abu-abu terang dan tampak cantik. Sedangkan Michael mengenakan jas hitam dan berdiri tegak. Mereka menjadikan aku sebagai wali mereka. Rumah panti jompo memberi hadiah kamar bagi mereka.

Dan bila anda ingin melihat bagaimana sepasang pengantin berusia 76 dan 79 tahun bertingkah seperti anak remaja, anda harus melihat pernikahan pasangan ini. Akhir yang sempurna dari sebuah hubungan cinta yang tak pernah padam selama 60 tahun.