Senin, Februari 22, 2010

Kasih Sayang Seorang Ayah

Biasanya anak-anak yang jauh dari orang tuanya merasa kangen sekali dengan Ibunya.

Lalu bagaimana dengan Ayah?

Mungkin Ibu lebih sering menanyakan keadaan anaknya setiap hari.
Tapi taukah kamu jika Ayahmu yang mengingatkannya untuk menelfonmu?

Mungkin Ibu yang lebih sering mengajakmu bercerita,
Tapi taukah kamu sepulangnya ia bekerja, dengan wajah lelah, ia selalu menanyakan kabarmu dari Ibumu?


Waktu kecil...

Ayah mengajari putri kecilnya bermain sepeda.
Setelah dia mengganggap kamu bisa, ia melepaskan roda bantu di sepedamu.
Saat itu Ibu menutup mata karena takut anaknya terjatuh lalu terluka.
Tapi Ayah dengan yakin menatapmu mengayuh sepeda dengan pelan karena dia tahu putri kecilnya pasti bisa.

Saat kamu menangis meronta meminta boneka yg baru,
Ibu menatapmu iba,
tetapi Ayah mengatakan dengan tegas, "Kita beli nanti, tapi tidak sekarang."
Karena ia tidak ingin kamu menjadi manja dengan semua tuntutan yang selalu dipenuhi.


Ketika kamu remaja...

Kamu mulai menuntut untuk keluar malam.
Lalu Ayah mulai bersikap lebih tegas ketika mengatakan "Tidak".
Itu untuk menjagamu karena kamu adalah sesuatu yang berharga.
Lalu kamu masuk ke kamar membanting pintu.
Tapi yang datang mengetok pintu dan membujukmu adalah Ibu.
Tahukah kamu saat itu dia memejamkan matanya dan menahan diri,
karena dia sangat ingin mengikuti keinginanmu.
Tapi lagi-lagi... dia harus menjagamu.

Saat seorang cowok mulai sering datang mencarimu,
Ayah akan memasang wajah paling cool sedunia.
Dan sesekali menguping atau mengintip saat kmu sedang brdua di ruang tamu.
Tahukah kamu, dia merasa cemburu?

Dan saat dia melonggarkan sedikit peraturan, kamu melanggar jam malamnya.
Ia duduk di ruang tamu, menunggumu pulang dengan sangat, sangat khawatir.
Wajah khawatir itu mengeras ketika melihat putri kecilnya pulang terlalu larut.
Dia marah.
Karena hal yang ditakutinya akhirnya datang...
"Putri kecilnya sudah tidak ada lagi"

Saat Ayah sedikit memaksamu untuk menjadi seorang dokter,
Ketahuilah bahwa ia hanya memikirkan masa depanmu nanti.
Tapi toh dia tetap tersenyum saat pilihanmu adalah menjadi seorang penulis.

Sampai saat Ayah harus melepasmu di bandara.
Bahkan badannya terlalu kaku untuk memelukmu.
Ia hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini-itu.
Dia ingin menangis seperti Ibu yang menangis dan memelukmu erat.
Tapi dia hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya dan menepuk pundakmu,
berkata, "Jaga diri baik-baik",
Agar kamu kuat untuk pergi.

Saat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu,
orang pertama yang mengerutkan kening adalah Ayah.
Berusaha mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan yang lain.

Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru,
dan ia tau ia tidak bisa memberikan.
Dia sangat ingin mengatakan, "Iya, Nak, Nanti kita beli"
dan saat kata-kata yg keluar adalah "Tidak bisa" dari bibirnya.
Tahukah kamu,ia merasa gagal membuat anaknya tersenyum?

Ayah terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak,
berkata, "Sudah dibilang jangan minum air dingin!".
Berbeda dgn Ibu yg memperhatikanmu dengan lembut.
Ketahuilah saat itu ia benar-benar khawatir dengan keadaanmu.

Dan di saatnya nanti kamu wisuda sebagai seorang sarjana,
Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu.
Dia yang tersenyum bangga dan puas melihat "Putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa dan telah menjadi seseorang."

Sampai saat seorang teman hidupmu datang dan meminta izin mengambilmu darinya.
Ayah akan sangat berhati-hati memberikan izin.
Karena ia tahu laki-laki itu yang nanti akan menggantikannya.

Dan saat Ayah melihatmu duduk di panggung pernikahan bersama seseorang yang dianggapnya pantas menggantikannya.
Ayah pergi ke belakang panggung dan menangis...
"Tugasku telah selesai dengan baik. Putri kecilku yang lucu telah menjadi wanita yang cantik."

Ayah hanya bisa menunggu kedatanganmu dan cucu-cucunya sesekali untuk menjenguknya.
Dengan rambut yang telah memutih dan badan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya.

Ayah adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis.
Harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu.
Ayah juga orang pertama yang selalu yakin bahwa "kamu bisa" dalam hal apapun.

Tersenyum dan bersyukurlah ketika kamu bisa merasakan kasih sayang seorang Ayah hingga tugasnya selesai.
Kamu adalah salah satu orang yang beruntung.
Karena Ayah adalah sosok superhero yang hebat!

Terlalu Tua Untuk Sebuah Ciuman Pipi?

Rapat Direksi baru saja berakhir. Bob mulai bangkit berdiri dan menyenggol meja sehingga kopi tertumpah keatas catatan-catatannya.

"Waduhhh,memalukan sekali aku ini, diusia tua kok tambah ngaco.."

Semua orang ramai tergelak tertawa, lalu sebentar kemudian, kami semua mulai menceritakan Saat-saat yang paling menyakitkan dimasa lalu dulu.

Gilirannya kini sampai pada Frank yang duduk terdiam mendengarkan kisah lain-lainnya.

"Ayolah Frank, sekarang giliranmu. Cerita dong, apa saat yang paling tak enak bagimu dulu." Frank tertawa, mulailah ia berkisah masa kecilnya.

"Aku besar di San Pedro. Ayahku seorang nelayan, dan ia cinta amat pada lautan. Ia punya kapalnya sendiri, meski berat sekali mencari mata pencaharian di laut. Ia kerja keras sekali dan akan tetap tinggal di laut sampai ia menangkap cukup ikan untuk memberi makan keluarga. Bukan cuma cukup buat keluarga kami sendiri, tapi juga untuk ayah dan ibunya dan saudara-saudara lainnya yang masih di rumah."

Ia menatap kami dan berkata, "Ahhh, seandainya kalian sempat bertemu ayahku. Ia sosoknya besar, orangnya kuat dari menarik jala dan memerangi lautan demi mencari ikan. Asal kau dekat saja padanya, wuih, bau dia sudah mirip kayak lautan. Ia gemar memakai mantel cuaca-buruk tuanya yang terbuat dari kanvas dan pakaian kerja dengan kain penutup dadanya. Topi penahan hujannya sering ia tarik turun menutupi alisnya. Tak perduli berapapun ibuku mencucinya, tetap akan tercium bau lautan dan amisnya ikan."

Suara Frank mulai merendah sedikit.

"Kalau cuaca buruk, ia akan antar aku ke sekolah. Ia punya mobil truk tua yang dipakainya dalam usaha perikanan ini. Truk itu bahkan lebih tua umurnya daripada ayahku. Bunyinya meraung dan berdentangan sepanjang perjalanan. Sejak beberapa blok jauhnya kau sudah bisa mendengarnya. Saat ayah bawa truk menuju sekolah, aku merasa menciut ke dalam tempat duduk, berharap semoga bisa menghilang. Hampir separuh perjalanan, ayah sering mengerem mendadak dan lalu truk tua ini akan menyemburkan suatu kepulan awan asap. Ia akan selalu berhenti di depan sekali, dan kelihatannya setiap orang akan berdiri mengelilingi dan menonton. Lalu ayah akan menyandarkan diri ke depan, dan memberiku sebuah ciuman besar pada pipiku dan memujiku sebagai anak yang baik. Aku merasa agak malu, begitu risih. Maklumlah, aku sebagai anak umur dua-belas, dan ayahku menyandarkan diri kedepan dan menciumi aku selamat tinggal!"

Ia berhenti sejenak lalu meneruskan, "Aku ingat hari ketika kuputuskan aku sebenarnya terlalu tua untuk suatu kecupan selamat tinggal. Waktu kami sampai kesekolah dan berhenti, seperti biasanya ayah sudah tersenyum lebar.
Ia mulai memiringkan badannya kearahku, tetapi aku mengangkat tangan dan berkata, 'Jangan, ayah.' Itu pertama kali aku berkata begitu padanya, dan wajah ayah tampaknya begitu terheran.

Aku bilang, 'Ayah, aku sudah terlalu tua untuk ciuman selamat tinggal. Sebetulnya sudah terlalu tua bagi segala macam kecupan.' Ayahku memandangiku untuk saat yang lama sekali, dan matanya mulai basah. Belum pernah kulihat dia menangis sebelumnya. Ia memutar kepalanya, pandangannya menerawang menembus kaca depan. 'Kau benar,' katanya.

'Kau sudah jadi pemuda besar......seorang pria. Aku tak akan menciumimu lagi.'"

Wajah Frank berubah jadi aneh, dan air mata mulai memenuhi kedua matanya, ketika ia melanjutkan kisahnya. "Tidak lama setelah itu, ayah pergi melaut dan tidak pernah kembali lagi. Itu terjadi pada suatu hari, ketika sebagian besar armada kapal nelayan merapat dipelabuhan, tapi kapal ayah tidak.Ia punya keluarga besar yang harus diberi makan.

Kapalnya ditemukan terapung dengan jala yang separuh terangkat dan separuhnya lagi masih ada dilaut.Pastilah ayah tertimpa badai dan ia mencoba menyelamatkan jala dan semua pengapung-pengapungnya."

Aku mengawasi Frank dan melihat air mata mengalir menuruni pipinya.

Frank menyambung lagi, "Kawan-kawan, kalian tak bisa bayangkan apa yang akan kukorbankan sekedar untuk mendapatkan lagi sebuah ciuman pada pipiku....untuk merasakan wajah tuanya yang kasar......untuk mencium bau air laut dan samudra padanya.....untuk merasakan tangan dan lengannya merangkul leherku. Ahh, sekiranya saja aku jadi pria dewasa saat itu. Kalau aku seorang pria dewasa, aku pastilah tidak akan pernah memberi tahu ayahku bahwa aku terlalu tua 'tuk sebuah ciuman selamat tinggal."

Semoga kita tidak menjadi terlalu tua untuk menunjukkan cinta kasih kita.....

Yang Terbaik

Di sebuah kota di California, tinggal seorang anak laki2 berusia tujuh tahun
yang bernama Luke. Luke gemar bermain bisbol. Ia bermain pada sebuah tim
bisbol di kotanya yang bernama Little League. Luke bukanlah seorang pemain
yang hebat. Pada setiap pertandingan, ia lebih banyak menghabiskan waktunya
di kursi pemain cadangan. Akan tetapi, ibunya selalu hadir di setiap
pertandingan untuk bersorak dan memberikan semangat saat Luke dapat memukul
bola maupun tidak.

Kehidupan Sherri Collins, ibu Luke, sangat tidak mudah. Ia menikah dengan
kekasih hatinya saat masih kuliah. Kehidupan mereka berdua setelah
pernikahan berjalan seperti cerita dalam buku-buku roman. Namun, keadaan itu
hanya berlangsung sampai pada musim dingin saat Luke berusia tiga tahun.
Pada musim dingin, di jalan yang berlapis es, suami Sherri meninggal karena
mobil yang ditumpanginya bertabrakan dengan mobil yang datang dari arah
berlawanan. Saat itu, ia dalam perjalanan pulang dari pekerjaan paruh waktu
yang biasa dilakukannya pada malam hari.

"Aku tidak akan menikah lagi," kata Sherri kepada ibunya. "Tidak ada yang
dapat mencintaiku seperti dia".

"Kau tidak perlu menyakinkanku," sahut ibunya sambil tersenyum. Ia adalah
seorang janda dan selalu memberikan nasihat yang dapat membuat Sherri merasa
nyaman. "Dalam hidup ini, ada seseorang yang hanya memiliki satu orang saja
yang sangat istimewa bagi dirinya dan tidak ingin terpisahkan untuk
selama-lamanya. Namun jika salah satu dari mereka pergi, akan lebih baik
bagi yang ditinggalkan untuk tetap sendiri daripada ia memaksakan mencari
penggantinya."

Sherri sangat bersyukur bahwa ia tidak sendirian. Ibunya pindah untuk
tinggal bersamanya. Bersama-sama,mereka berdua merawat Luke. Apapun masalah
yg dihadapi anaknya, Sherri selalu memberikan dukungan sehingga Luke akan
selalu bersikap optimis. Setelah Luke kehilangan seorang ayah, ibunya juga
selalu berusaha menjadi seorang ayah bagi Luke.

Pertandingan demi pertandingan, minggu demi minggu,Sherri selalu datang dan
bersorak-sorai untuk memberikan dukungan kepada Luke, meskipun ia hanya
bermain beberapa menit saja. Suatu hari, Luke datang ke pertandingan seorang
diri.

"Pelatih", panggilnya. "Bisakah aku bermain dalam pertandingan ini sekarang?
Ini sangat penting bagiku. Aku mohon ?"

Pelatih mempertimbangkan keinginan Luke. Luke masih kurang dapat bekerja
sama antar pemain. Namun dalam pertandingan sebelumnya, Luke berhasil
memukul bola dan mengayunkan tongkatnya searah dengan arah datangnya bola.
Pelatih kagum tentang kesabaran dan sportivitas Luke, dan Luke tampak
berlatih extra keras dalam beberapa hari ini.

"Tentu," jawabnya sambil mengangkat bahu, kemudian ditariknya topi merah
Luke. "Kamu dapat bermain hari ini. Sekarang, lakukan pemanasan dahulu."

Hati Luke bergetar saat ia diperbolehkan untuk bermain. Sore itu, ia bermain
dengan sepenuh hatinya. Ia berhasil melakukan home run dan mencetak dua
single. Ia pun berhasil menangkap bola yang sedang melayang sehingga membuat
timnya berhasil memenangkan pertandingan.

Tentu saja pelatih sangat kagum melihatnya. Ia belum pernah melihat Luke
bermain sebaik itu. Setelah pertandingan, pelatih menarik Luke ke pinggir
lapangan. "Pertandingan yang sangat mengagumkan,"katanya kepada Luke."Aku
tidak pernah melihatmu bermain sebaik sekarang ini sebelumnya. Apa yang
membuatmu jadi begini?"

Luke tersenyum dan pelatih melihat kedua mata anak itu mulai penuh oleh air
mata kebahagiaan. Luke menangis tersedu-sedu. Sambil sesunggukan, ia berkata
"Pelatih,ayahku sudah lama sekali meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil.
Ibuku sangat sedih. Ia buta dan tidak dapat berjalan dengan baik, akibat
kecelakaan itu. Minggu lalu,......Ibuku meninggal." Luke kembali menangis.

Kemudian Luke menghapus air matanya, dan melanjutkan ceritanya dengan
terbata-bata "Hari ini,.......hari ini adalah pertama kalinya kedua
orangtuaku dari surga datang pada pertandingan ini untuk bersama-sama
melihatku bermain. Dan aku tentu saja tidak akan mengecewakan
mereka.......". Luke kembali menangis terisak-isak.

Sang pelatih sadar bahwa ia telah membuat keputusan yang tepat, dengan
mengizinkan Luke bermain sebagai pemain utama hari ini. Sang pelatih yang
berkepribadian sekuat baja, tertegun beberapa saat. Ia tidak mampu
mengucapkan sepatah katapun untuk menenangkan Luke yang masih menangis.
Tiba-tiba, baja itu meleleh. Sang pelatih tidak mampu menahan perasaannya
sendiri, air mata mengalir dari kedua matanya, bukan sebagai seorang
pelatih, tetapi sebagai seorang anak.....

Sang pelatih sangat tergugah dengan cerita Luke, ia sadar bahwa dalam hal
ini, ia belajar banyak dari Luke. Bahkan seorang anak berusia 7 tahun
berusaha melakukan yang terbaik untuk kebahagiaan orang tuanya, walaupun
ayah dan ibunya sudah pergi selamanya............Luke baru saja kehilangan
seorang Ibu yang begitu mencintainya........

Sang pelatih sadar, bahwa ia beruntung ayah dan ibunya masih ada. Mulai saat
itu, ia berusaha melakukan yang terbaik untuk kedua orangtuanya,
membahagiakan mereka,membagikan lebih banyak cinta dan kasih untuk
mereka.Dia menyadari bahwa waktu sangat berharga, atau ia akan menyesal
seumur hidupnya...............

Bunda, Mandikan Aku

Sering kali orang tidak mensyukuri apa yang diMILIKInya sampai akhirnya ....

Rani, sebut saja begitu namanya. Kawan kuliah ini berotak cemerlang dan memiliki idealisme tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik, di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ''Why not the best,'' katanya selalu, mengutip seorang mantan presiden Amerika.

Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht , Belanda, Rani termasuk salah satunya. Saya lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran.

Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang ''selevel''; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi.

Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani diangkat sebagai staf diplomat, bertepatan dengan tuntasnya suami dia meraih PhD. Lengkaplah kebahagiaan mereka.

Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila. Bak garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain.

Setulusnya saya pernah bertanya, ''Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal? '' Dengan sigap Rani menjawab, ''Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK!'' Ucapannya itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter mahal. Rani tinggal mengontrol jadwal Alif lewat telepon. Alif tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas dan gampang mengerti.

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang kehebatan ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang banyak.
''Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti.'' Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.

Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik. Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Rani dan suaminya kembali menagih pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini ''memahami'' orang tuanya. Buktinya, kata Rani, ia tak lagi merengek minta adik. Alif, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek.

Bahkan, tutur Rani, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Rani menyapanya ''malaikat kecilku''.

Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam, saya iri pada keluarga ini.

Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby sitter. ''Alif ingin Bunda mandikan,'' ujarnya penuh harap. Karuan saja Rani, yang detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, gusar. Ia menampik permintaan Alif sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan Tante Mien, baby sitter-nya. Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski wajahnya cemberut.

Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. ''Bunda, mandikan aku!'' kian lama suara Alif penuh tekanan. Toh, Rani dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif bisa ditinggal juga.

Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. ''Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency.'' Setengah terbang, saya ngebut ke UGD. But it was too late. Allah sudah punya rencana lain. Alif, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh-Nya.

Rani, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan kantor barunya. Ia shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya. Setelah pekan lalu Alif mulai menuntut, Rani memang menyimpan komitmen untuk suatu saat memandikan anaknya sendiri.

Dan siang itu, janji Rani terwujud, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku. ''Ini Bunda Lif, Bunda mandikan Alif,'' ucapnya lirih, di tengah jamaah yang sunyi. Satu persatu rekan Rani menyingkir dari sampingnya, berusaha menyembunyikan tangis.

Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung di sisi pusara. Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu, berkata, ''Ini sudah takdir, ya kan . Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, ya dia pergi juga kan ?'' Saya diam saja.

Rasanya Rani memang tak perlu hiburan dari orang lain. Suaminya mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pias, tatapannya kosong. ''Ini konsekuensi sebuah pilihan,'' lanjut Rani, tetap mencoba tegar dan kuat.
Hening sejenak. Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja.
Tiba-tiba Rani berlutut. ''Aku ibunyaaa!'' serunya histeris, lantas tergugu hebat. Rasanya baru kali ini saya menyaksikan Rani menangis, lebih-lebih tangisan yang meledak. ''Bangunlah Lif, Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan Bunda sekali saja Lif. Sekali saja, Aliiif..'' Rani merintih mengiba-iba. Detik berikutnya, ia menubruk pusara dan tertelungkup di atasnya. Air matanya membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Alif. .....


  • Nasi sudah menjadi bubur, sesal tidak lagi menolong.
  • Hal yang nampaknya sepele sering kali menimbulkan sesal dan kehilangan yang amat sangat.
  • Sering kali orang sibuk 'di luaran', asik dengan dunianya dan ambisinya sendiri tidak mengabaikan orang-orang di dekatnya yang disayanginya. Akan masih ada waktu 'nanti' buat mereka jadi abaikan saja dulu.
  • Sering kali orang takabur dan merasa yakin bahwa pengertian dan kasih sayang yang diterimanya tidak akan hilang. Merasa mereka akan mengerti karena mereka menyayanginya dan tetap akan ada.
  • Pelajaran yang sangat menyedihkan.

Cerita Di Balik Jendela

Dua orang pria, keduanya menderita sakit keras, sedang dirawat di sebuah kamar rumah sakit. Seorang di antaranya menderita suatu penyakit yang mengharuskannya duduk di tempat tidur selama satu jam di setiap sore untuk mengosongkan cairan dari paru-parunya dan unutk menormalkan jantungnya karena denyutnya sangat lemah. Kebetulan, tempat tidurnya berada tepat di sisi jendela satu-satunya yang ada di kamar itu.

Sedangkan pria yang lain harus berbaring lurus di atas punggungnya. Pria ini sering uring-uringan, bahkan tak jarang membentak anggota keluarga yang menjaga dan perawat yang memeriksanya. Tak jarang pula pria yang satu ini bereriak di malam hari (mungkin karena kesakitan) sehingga mengganggu pasien yang lainnya.

Suatu hari di sore yang cerah, seperti biasa pria yang berada dekat jendela ini duduk. Lalu dia melihat keluar jendela, sambil tersenyum dan dengan wajah yg gembira, "Senang sekali ya seandainya aku bisa berjalan-jalan setiap sore di taman itu, tentunya aku tidak ingin kembali di tempat ini lagi." gumamnya sambil tetap terlihat tersenyum.
Melihat hal itu pria satunya yang berada di sebelah tempat tidurnya berkata dengan rasa penasaran, "Apa yang kau lihat di luar sana?"

"Di luar jendela, tampak sebuah taman dengan kolam yang indah. Itik dan angsa berenang-renang cantik, sedangkan anak-anak bermain dengan perahu-perahu mainan. Beberapa pasangan berjalan bergandengan di tengah taman yang dipenuhi dengan berbagai macam bunga berwarnakan pelangi. Sebuah pohon tua besar menghiasi taman itu. Jauh di atas sana terlihat kaki langit kota yang mempesona. Suatu senja yang indah." jelas pria yang duduk

Setiap sore, ketika pria yang tempat tidurnya berada dekat jendela di perbolehkan untuk duduk, ia menceritakan tentang apa yang terlihat di luar jendela kepada rekan sekamarnya. Selama satu jam itulah, pria ke dua merasa begitu senang dan bergairah membayangkan betapa luas dan indahnya semua kegiatan dan warna-warna indah yang ada di luar sana.

Pria pertama itu menceritakan keadaan di luar jendela dengan detil, sedangkan pria yang lain berbaring memejamkan mata membayangkan semua keindahan pemandangan itu. Perasaannya menjadi lebih tenang, dalam menjalani kesehariannya di rumah sakit itu. Semangat hidupnya menjadi lebih kuat, percaya dirinya bertambah.

Pada suatu sore yang lain, pria yang duduk di dekat jendela menceritakan tentang parade karnaval yang sedang melintas. Meski pria yang ke dua tidak dapat mendengar suara parade itu, namun ia dapat melihatnya melalui pandangan mata pria yang pertama yang menggambarkan semua itu dengan kata-kata yang indah. Begitulah seterusnya, dari hari ke hari. Dan, satu minggu pun berlalu.

Suatu pagi, perawat datang membawa sebaskom air hangat untuk mandi. Ia mendapati ternyata pria yang berbaring di dekat jendela itu telah meninggal dunia dengan tenang dalam tidurnya. Perawat itu menjadi sedih lalu memanggil perawat lain untuk memindahkannya ke ruang jenazah.

Kemudian pria yang kedua ini meminta pada perawat agar ia bisa dipindahkan ke tempat tidur di dekat jendela itu. Perawat itu menuruti kemauannya dengan senang hati dan mempersiapkan segala sesuatu ya. Ketika semuanya selesai, ia meninggalkan pria tadi seorang diri dalam kamar.

Dengan perlahan dan kesakitan, pria ini memaksakan dirinya untuk bangun. Ia ingin sekali melihat keindahan dunia luar melalui jendela itu. Betapa senangnya, akhirnya ia bisa melihat sendiri dan menikmati semua keindahan itu. Hatinya tegang, perlahan ia menjengukkan kepalanya ke jendela di samping tempat tidurnya. Apa yang dilihatnya? Ternyata, jendela itu menghadap ke sebuah TEMBOK KOSONG!!!

Ia berseru memanggil perawat dan menanyakan apa yang membuat teman pria yang sudah wafat tadi bercerita seolah-olah melihat semua pemandangan yang luar biasa indah di balik jendela itu.

Perawat itu menjawab, "Sesungguhnya pria tadi adalah seorang yang buta, yang terserang penyakit sangat berat dan akut, bahkan untuk melihat tembok sekalipun dia tidak bisa." lalu dengan tersenyum perawat itu berkata lagi, "Barangkali ia ingin memberi anda semangat hidup, agar anda bisa lebih sabar untuk melawan penyakit" kata perawat itu.

Mendengar hal itu pria tadi berkaca-kaca. Dia merasa sebagai orang yang cengeng, menyebalkan dan selalu menyusahkan orang bahkan kepada mereka yang ingin berbuat baik kepadanya.
Dan sejak saat itu pria itu tidak lagi suka marah-marah, tidak lagi berteriak meski kesakitan dan selalu tersenyum setiap melihat di luar jendela. Mungkin dia tidak melihat apa-apa, tapi dia membayangkan cerita-cerita indah pria sebelahnya yang selalu menggambarkan keindahan di luar sana.


Ujaran-ujaran yang bersemangat, tutur kata yang membangun, selalu menghadirkan sisi terbaik dalam hidup kita. Menyampaikan setiap ujaran dengan santun, akan selalu lebih baik daripada menyampaikannya dengan ketus, gerutu, atau dengan kesal.
Menyampaikan keburukan, sebanding dengan setengah kemuraman, namun, menyampaikan kebahagiaan akan melipatgandakan kebahagiaan itu sendiri.
Ada hal-hal yang mempesona saat kita mampu memberikan kebahagiaan kepada orang lain.