Minggu, Mei 29, 2011

RODA

Suatu ketika, ada sebuah roda yang kehilangan salah satu jari-jarinya. Ia, tampak sedih. Tanpa jari-jari yang lengkap, tentu, ia tak bisa lagi berjalan dengan lancar. Hal ini terjadi saat ia melaju terlalu kencang ketika melintasi hutan. Karena terburu-buru, ia melupakan, ada satu jari-jari yang jatuh dan terlepas. Kini sang roda pun bingung. Kemana kah hendak di cari satu bagian tubuhnya itu?
Sang roda pun berbalik arah. Ia kembali menyusuri jejak-jejak yang pernah di tinggalkannya. Perlahan, di tapakinya jalan-jalan itu. Satu demi satu diperhatikannya dengan seksama. Setiap benda di amati, dan di cermati, berharap, akan di temukannya jari-jari yang hilang itu.
Ditemuinya kembali rerumputan dan ilalang. Dihampirinya kembali bunga-bunga di tengah padang. Dikunjunginya kembali semut dan serangga kecil di jalanan. Dan dilewatinya lagi semua batu-batu dan kerikil-kerikil pualam. Hei….semuanya tampak lain. Ya, sewaktu sang roda melintasi jalan itu dengan laju yang kencang, semua hal tadi cuma berbentuk titik-titik kecil. Semuanya, tampak biasa, dan tak istimewa. Namun kini, semuanya tampak lebih indah.
Rerumputan dan ilalang, tampak menyapanya dengan ramah. Mereka zkini tak lagi hanya berupa batang-batang yang kaku. Mereka tampak tersenyum, melambai tenang, bergoyang dan menyampaikan salam. Ujung-ujung rumput itu, bergesek dengan lembut di sisi sang roda. Sang roda pun tersenyum dan melanjutkan pencariannya.
Bunga-bunga pun tampak lebih indah. Harum dan semerbaknya, lebih terasa menyegarkan. Kuntum-kuntum yang baru terbuka, menampilkan wajah yang cerah. Kelopak-kelopak yang tumbuh, menari, seakan bersorak pada sang roda. Sang roda tertegun dan berhenti sebentar. Sang bunga pun merunduk, memberikan salam hormat.
Dengan perlahan, dilanjutkannya kembali perjalanannya. Kini, semut dan serangga kecil itu, mulai berbaris, dan memberikan salam yang paling semarak. Kaki-kaki mereka bertepuk, membunyikan keriangan yang meriah. Sayap-sayap itu bergetar, seakan ada ribuan genderang yang di tabuh. Mereka saling menyapa. Dan, serangga itu pun memberikan salam, dan doa pada sang Roda.
Begitu pula batu dan kerikil pualam. Kilau yang hadir, tampak berbeda jika di lihat dari mata yang tergesa-gesa. Mereka lebih indah, dan setiap sisi batu itu memancarkan kemilau yang teduh. Tak ada lagi sisi dan ujung yang tajam dari batu yang kerap mampir di tubuh sang Roda. Semua batu dan pualam, membuka jalan, memberikan kesempatan untuk melanjutkan perjalanan.
Setelah lama berjalan, akhirnya, ditemukannya jari-jari yang hilang. Sang roda pun senang. Dan ia berjanji, tak akan tergesa-gesa dan berjalan terlalu kencang dalam melakukan tugasnya.
***
Begitulah hidup. Kita, seringkali berlaku seperti roda-roda yang berjalan terlalu kencang. Kita sering melupakan, ada saat-saat indah, yang terlewat di setiap kesempatan. Ada banyak hal-hal kecil, yang sebetulnya menyenangkan, namun kita lewatkan karena terburu-buru dan tergesa-gesa.
Hati kita, kadang terlalu penuh dengan target-target, yang membuat kita hidup dalam kebimbangan dan ketergesaan. Langkah-langkah kita, kadang selalu dalam keadaan panik, dan lupa, bahwa di sekitar kita banyak sekali hikmah yang perlu di tekuni.
Seperti saat roda yang terlupa pada rumput, ilalang, semut dan pualam, kita pun sebenarnya sedang terlupa pada hal-hal itu. Sobat, coba, susuri kembali jalan-jalan kita. Cermati, amati, dan perhatikan setiap hal yang pernah kita lewati. Runut kembali perjalanan kita.
Adakah kebahagiaan yang terlupakan? Adakah keindahan yang tersembunyi dan alpa kita nikmati? Kenanglah ingatan-ingatan lalu. Susuri dengan perlahan. Temukan keindahan itu!!

ANGGUR

Seseorang telah menanam anggur yang dikenal sebagai suatu jenis baru yang menghasilkan buah anggur yang siap dimakan hanya setelah berumur tiga puluh tahun. Ketika dia menanamnya, Sultan melintas, berhenti, dan berkata, "Engkau seorang yang luar biasa optimis jika engkau berharap hidup hingga anggur itu berbuah."

"Mungkin aku tidak akan hidup selama itu," jawab orang itu. "Tetapi setidaknya para penggantiku akan hidup dan mengambil keuntungan dari pekerjaanku, sebagaimana kami semua mengambil keuntungan dari kerja para pendahulu kita."

"Kalau begitu," jawab Sultan. "Jika pohon anggur itu berbuah, bawakan beberapa butir buah untukku. Itu jika kita lolos dari pedang kematian yang menggantung di atas kita sepanjang waktu."

Sultan pun pergi.

Tiga puluh tahun kemudian pohon anggur itu mulai menghasilkan buah anggur yang lezat. Orang itu mengisi sebuah keranjang besar dengan buah anggur pilihan dan pergi ke istana. Sultan menerimanya dan memberinya hadiah emas yang banyak.

Kabar pun tersiar, "Seorang petani yang tak dikenal telah diberi sejumlah emas yang banyak sebagai pengganti sebuah keranjang anggur."

Seorang perempuan dungu mendengar hal ini. Segera ia mengisi sebuah keranjang dengan buah anggur miliknya dan membawanya sendiri ke penjaga istana. Ia berkata, "Aku meminta ganjaran yang sama dengan yang telah diterima oleh laki-laki tadi pagi. Ini buah anggurku. Jika Sultan memberi uang untuk buah-buahan, maka ini buah-buahan itu."

Sang Sultan mengetahui hal itu dan menjawab, "Ia hanya bisa meniru dan sombong. Ia tidak mau mengetahui apa latar belakang aku memberi emas pada lelaki itu. Karenanya, usir dia!"

Perempuan itu tidak mau bersusah payah mengetahui bagaimana sang petani anggur bisa menumbuhkan anggurnya. Perempuan itu hanya mau meniru mudahnya saja.

Pematung Raja

Suatu ketika, hiduplah seorang pematung. Pematung ini, bekerja pada seorang raja yang masyhur dengan tanah kekuasaannya. Wilayah pemerintahannya sangatlah luas. Hal itu membuat siapapun yang mengenalnya, menaruh hormat pada raja ini.

Sang pematung, sudah lama sekali bekerja pada raja ini. Tugasnya adalah membuat patung-patung yang diletakkan menghiasi taman-taman istana. Pahatannya indah, karena itulah, ia menjadi kepercayaan raja itu sejak lama. Ada banyak raja-raja sahabat yang mengagumi keindahan pahatannya saat mengunjungi taman istana.

Suatu hari, sang raja mempunyai rencana besar. Baginda ingin membuat patung dari seluruh keluarga dan pembantu-pembantu terbaiknya. Jumlahnya cukup banyak, ada 100 buah. Patung-patung keluarga raja akan di letakkan di tengah taman istana, sementara patung prajurit dan pembantunya akan di letakkan di sekeliling taman. Baginda ingin, patung prajurit itu tampak sedang melindungi dirinya.

Sang pematung pun mulai bekerja keras, siang dan malam. Beberapa bulan kemudian, tugas itu hampir selesai. Sang Raja kemudian datang memeriksa tugas yang diperintahkannya. “Bagus. Bagus sekali, ujar sang Raja. “Sebelum aku lupa, buatlah
juga patung dirimu sendiri, untuk melengkapi monumen ini.”

Mendengar perintah itu, pematung ini pun mulai bekerja kembali. Setelah beberapa lama, ia pun selesai membuat patung dirinya sendiri. Namun sayang, pahatannya tak halus. Sisi-sisinya pun kasar tampak tak dipoles dengan rapi. Ia berpikir,
untuk apa membuat patung yang bagus, kalau hanya untuk di letakkan di luar taman. “Patung itu akan lebih sering terkena hujan dan panas,” ucapnya dalam hati, pasti, akan cepat rusak.”

Waktu yang dimintapun telah usai. Sang raja kembali datang, untuk melihat pekerjaan pematung. Ia pun puas. Namun, ada satu hal kecil yang menarik perhatiannya. “Mengapa patung dirimu tak sehalus patung diriku? Padahal, aku ingin sekali meletakkan patung dirimu di dekat patungku. Kalau ini yang terjadi, tentu aku akan membatalkannya, dan menempatkan mu bersama patung prajurit yang lain di depan sana.”

Menyesal dengan perrbuatannya, sang pematung hanya bisa pasrah. Patung dirinya, hanya bisa hadir di depan, terkena panas dan hujan, seperti harapan yang dimilikinya.

***

Teman, seperti apakah kita menghargai diri sendiri? Seperti apakah kita bercermin pada diri kita? Bagaimanakah kita menempatkan kebanggaan atas diri kita? Ada kalanya memang, ada orang-orang yang selalu pesimis dengan dirinya
sendiri. Mereka, kerap memandang rendah kemuliaan yang mereka miliki.

Namun, apakah kita mau dimasukkan ke dalam bagian itu. Saya percaya, tak banyak orang yang menghendaki dirinya mau dimasukkan sebagai orang yang pesimis. Kita akan lebih suka menjadi orang yang bernilai lebih. Sebab, Allah pun menciptakan kita tak dengan cara yang main-main. Tuhan menciptakan kita dengan kemuliaan mahluk yang sempurna.

Dan teman, sesungguhnya, kita sedang memahat patung diri kita saat ini. Tapi patung seperti apakah yang sedang kita buat? Patung yang kasar, yang tak halus pahatannya, ataukah patung yang indah, yang memancarkan kemuliaan-Nya? Patung
yang bernilai mahal, yang menjadi hiasan terindah, atau patung yang berharga murah yang tak layak diletakkan di tempat utama?

Memang, tak ada yang tahu akan ditempatkan dimana patung-patung diri kita kelak.
Karena hanya Tuhan lah Maha Tahu. Karenanya, bentuklah patung-patung itu dengan indah. Pahatlah dengan halus, agar kita bisa ditempatkan di tempat yang terbaik, di sisi-Nya. Poleslah setiap sisinya dengan kearifan budi, dan kebijakan hati, agar memancarkan keindahan. Susuri setiap lekuknya dengan kesabaran, dan keikhlasan.

Pahatan yang kita torehkan saat ini, akan menentukan tempat kita di akhirat kelak. Bentuklah “patung” diri Anda dengan indah!

Dua Pilihan

Pada sebuah jamuan makan malam pengadaan dana untuk sekolah anak-anak cacat,
ayah dari salah satu anak yang bersekolah disana menghantarkan satu pidato yang tidak mungkin dilupakan oleh mereka yang menghadiri acara itu. Setelah mengucapkan salam pembukaan, ayah tersebut mengangkat satu topik:

"Ketika tidak mengalami gangguan dari sebab-sebab eksternal, segala proses yang terjadi dalam alam ini berjalan secara sempurna/ alami. Namun tidak demikian halnya dengan anakku, Shay. Dia tidak dapat mempelajari hal-hal sebagaimana layaknya anak-anak yang lain. Nah, bagaimanakah proses alami ini berlangsung dalam diri anakku?"

Para peserta terdiam menghadapi pertanyaan itu.

Ayah tersebut melanjutkan: "Saya percaya bahwa, untuk seorang anak seperti Shay, yang mana dia mengalami gangguan mental dan fisik sedari lahir satu-satunya kesempatan untuk dia mengenali alam ini berasal dari bagaimana orang-orang sekitarnya memperlakukan dia"

Kemudian ayah tersebut menceritakan kisah berikut:

Shay dan aku sedang berjalan-jalan di sebuah taman ketika beberapa orang anak sedang bermain baseball. Shay bertanya padaku,"Apakah kau pikir mereka akan membiarkanku ikut bermain?" Aku tahu bahwa kebanyakan anak-anak itu tidak akan membiarkan orang-orang seperti Shay ikut dalam tim mereka, namun aku juga tahu bahwa bila saja Shay mendapat kesempatan untuk bermain dalam tim itu, hal itu akan memberinya semacam perasaan dibutuhkan dan kepercayaan untuk diterima oleh orang-orang lain, diluar kondisi fisiknya yang cacat.

Aku mendekati salah satu anak laki-laki itu dan bertanya apakah Shay dapat ikut dal am tim mereka, dengan tidak berharap banyak. Anak itu melihat sekelilingnya dan berkata, "kami telah kalah 6 putaran dan sekaran sudah babak kedelapan. Aku rasa dia dapat ikut dalam tim kami dan kami akan mencoba untuk memasukkan dia bertanding pada babak kesembilan nanti'

Shay berjuang untuk mendekat ke dalam tim itu dan mengenakan seragam tim dengan senyum lebar, dan aku menahan air mata di mataku dan kehangatan dalam hatiku. Anak-anak tim tersebut melihat kebahagiaan seorang ayah yang gembira karena anaknya diterima bermain dalam satu tim.

Pada akhir putaran kedelapan, tim Shay mencetak beberapa skor, namun masih ketinggalan angka. Pada putaran kesembilan, Shay mengenakan sarungnya dan
bermain di sayap kanan. Walaupun tidak ada bola yang mengarah padanya, dia sangat antusias hanya karena turut serta dalam permainan tersebut dan berada dalam lapangan itu. Seringai lebar terpampang di wajahnya ketika aku melambai padanya dari kerumunan. Pada akhir putaran kesembilan, tim Shay mencetak beberapa skor lagi. Dan dengan dua angka out, kemungkinan untuk mencetak kemenangan ada di depan mata dan Shay yang terjadwal untuk menjadi pemukul berikutnya.

Pada kondisi yg spt ini, apakah mungkin mereka akan mengabaikan kesempatan untuk menang dengan membiarkan Shay menjadi kunci kemenangan mereka?

Yang mengejutkan adalah mereka memberikan kesempatan itu pada Shay.

Semua yang hadir tahu bahwa satu pukulan adalah mustahil karena Shay bahkan tidak tahu bagaimana caranya memegang pemukul dengan benar, apalagi berhubungan dengan bola itu.

Yang terjadi adalah, ketika Shay melangkah maju kedalam arena, sang pitcher, sadar bagaimana tim Shay telah mengesampingkan kemungkinan menang mereka untuk satu momen penting dalam hidup Shay, mengambil beberapa langkah maju ke depan dan melempar bola itu perlahan sehingga Shay paling tidak bisa mengadakan kontak dengan bola itu. Lemparan pertama meleset; Shay mengayun tongkatnya dengan ceroboh dan luput.

Pitcher tsb kembali mengambil beberapa langkah kedepan, dan melempar bola itu perlahan kearah Shay. Ketika bola itu datang, Shay mengayun kearah bola itu dan mengenai bola itu dengan satu pukulan perlahan kembali kearah pitcher.

Permainan seharusnya berakhir saat itu juga, pitcher tsb bisa saja dengan mudah melempar bola ke baseman pertama, Shay akan keluar, dan permainan akan berakhir.

Sebaliknya, pitcher tsb melempar bola melewati baseman pertama, jauh dari jangkauan semua anggota tim. Penonton bersorak dan kedua tim mulai berteriak "Shay, lari ke base satu! Lari ke base satu!". Tidak pernah dalam hidup Shay sebelumnya ia berlari sejauh itu, tapi dia berhasil melaju ke base pertama. Shay tertegun dan membelalakkan matanya.

Semua orang berteriak, "Lari ke base dua, lari ke base dua!"

Sambil menahan napasnya, Shay berlari dengan canggung ke base dua. Ia terlihat bersinar-sinar dan bersemangat dalam perjuangannya menuju base dua. Pada saat Shay menuju base dua, seorang pemain sayap kanan memegang bola itu di tangannya. Pemain itu merupakan anak terkecil dalam timnya, dan dia saat itu mempunyai kesempatan menjadi pahlawan kemenangan tim untuk pertama kali dalam hidupnya. Dia dapat dengan mudah melempar bola itu ke penjaga base dua Namun pemain ini memahami maksud baik dari sang pitcher, sehingga diapun dengan tujuan yang sama melempar bola itu tinggi ke atas jauh melewati jangkauan penjaga base ketiga. Shay berlari menuju base ketiga.

Semua yang hadir berteriak, "Shay, Shay, Shay, teruskan perjuanganmu Shay"

Shay mencapai base ketiga saat seorang pem main lawan berlari ke arahnya dan memberitahu Shay arah selanjutnya yang mesti ditempuh. Pada saat Shay menyelesaikan base ketiga, para pemain dari kedua tim dan para penonton yang berdiri mulai berteriak, "Shay, larilah ke home, lari ke home!". Shay berlari ke home, menginjak balok yg ada, dan dielu-elukan bak seorang hero yang memenangkan grand slam. Dia telah memenangkan game untuk timnya.

Hari itu, kenang ayah tersebut dengan air mata yang berlinangan di wajahnya, para pemain dari kedua tim telah menghadirkan sebuah cinta yang tulus dan nilai kemanusiaan kedalam dunia.

Shay tidak dapat bertahan hingga musim panas berikut dan meninggal musim dingin itu. Sepanjang sisa hidupnya dia tidak pernah melupakan momen dimana dia telah menjadi seorang hero, bagaimana dia telah membuat ayahnya bahagia, dan bagaimana dia telah membuat ibunya menitikkan air mata bahagia akan sang pahlawan kecilnya.

Seorang bijak pernah berkata, sebuah masyarakat akan dinilai dari cara mereka memperlakukan seorang yang paling tidak beruntung diantara mereka.

"Nikmatilah Kopinya, Bukan Cangkirnya"

Sekelompok alumni satu universitas yang telah mapan
dalam karir masing-masing berkumpul dan mendatangi
professor kampus mereka yang telah tua. Percakapan
segera terjadi dan mengarah pada komplain tentang
stess di pekerjaan dan kehidupan mereka.

Menawari tamu-tamunya kopi, professor pergi ke dapur
dan kembali dengan poci besar berisi kopi dan cangkir
berbagai jenis - dari porselin, plastik, gelas,
kristal, gelas biasa, beberapa diantara gelas mahal
dan beberapa lainnya sangat indah - dan mengatakan
pada para mantan mahasiswanya untuk menuang sendiri
kopinya.

Setelah semua mahasiswanya mendapat secangkir kopi di
tangan, professor itu mengatakan : "Jika kalian
perhatikan, semua cangkir yang indah dan mahal telah
diambil, yang tertinggal hanyalah gelas biasa dan yang
murah saja. Meskipun normal bagi kalian untuk
mengingini hanya yang terbaik bagi diri kalian, tapi
sebenarnya itulah yang menjadi sumber masalah dan
stress yang kalian alami."

"Pastikan bahwa cangkir itu sendiri tidak mempengaruhi
kualitas kopi. Dalam banyak kasus, itu hanya lebih
mahal dan dalam beberapa kasus bahkan menyembunyikan
apa yang kita minum. Apa yang kalian inginkan
sebenarnya adalah kopi, bukanlah cangkirnya, namun
kalian secara sadar mengambil cangkir terbaik dan
kemudian mulai memperhatikan cangkir orang lain."

"Sekarang perhatikan hal ini : Kehidupan bagai kopi,
sedangkan pekerjaan, uang dan posisi dalam masyarakat
adalah cangkirnya. Cangkir bagaikan alat untuk
memegang dan mengisi kehidupan. Jenis cangkir yang
kita miliki tidak mendefinisikan atau juga mengganti
kualitas kehidupan yang kita hidupi. Seringkali,
karena berkonsentrasi hanya pada cangkir, kita gagal
untuk menikmati kopi yang Tuhan sediakan bagi kita."

Tuhan memasak dan membuat kopi, bukan cangkirnya. Jadi
nikmatilah kopinya, jangan cangkirnya.

Sadarilah jika kehidupan anda itu lebih penting
dibanding pekerjaan anda. Jika pekerjaan anda
membatasi diri anda dan mengendalikan hidup anda, anda
menjadi orang yang mudah diserang dan rapuh akibat
perubahan keadaan. Pekerjaan akan datang dan pergi,
namun itu seharusnya tidak merubah diri anda sebagai
manusia. Pastikan anda membuat tabungan kesuksesan
dalam kehidupan selain dari pekerjaan anda.

From Nothing to Something

Gw dilahirkan tahun 1972 dgn keadaan yang cukup baik, awalnya keluarga gw oke2 aja . Tp umur gw 5 tahun bokap gw ketahuan punya bini muda lagi sehingga nyokap gw pisah ma bokap. Akhirnya bokap gw nikah sama tuh cewe & nyokap gw juga kimpoi lagi ma orang yang gw gak kenal. Adik & kakak gw ikut nyokap sedangkan ge sendiri di titip di panti asuhan. Gw sendiri gak ngerti kenapa kedua saudara gw diambil sedangkan gw dititip di panti asuhan. Tapi sukur di panti asuhan gw gak lama. cuma 5 bulan, nenek gw dari bokap ngambil gw, akhirnya gw tinggal ma nenek gw. Gw pribadi punya kekurangan , yaitu kalo ngomong gw sering gagap. Keadaan gw ini sering bikin gw minder ditambah lagi latar belakang keluarga yang berantakan. Temen2 SD, SMP & SMA sering ngeledikin gw krn gw gagap kalo ngomong emang sih gak parah gagapnya. Mrk sering blg "Lu kalo ngomong yg bnr donk...., jgn kayak penyanyi rapper gt.. Frustrated.gif " Buat gw sih biasa aja dgr gt, tapi kadang bikin sakit ati jg, apalgi kalo gw lagi deketin cw pasti tmn gw teriakin nya kayak gt.... . Pas gw kelas 2 SMA nenek gw meninggal, akhirnya gw tinggal ma adik bokap gw, mrk sangat baik ma gw. Gw di kasih tmpt tinggal diatas loteng.

Prestasi gw mah biasa2 aja gak pinter juga gak goblok2 amat, tapi nilai plus gw adalah gw punya banyak sekali temen. Temen gw banyak krn gw sering nongkrong abis pulang sekolah malah kadang2 pamit dr rumah kesekolah tapi malah gak prnh smp sekolah alias bolos speak_cool.gif Walapun gw sering nongkrong gw jauh dari pengaruh drug & judi, gak tau knp gw paling gak hobi ngedrug & judi, cuma gw hobi minum & tawuran. Udah gak ke itung brp kali gw ketangkep polisi utk masalah ini, tapi sukur nya cuma ditahan semalem doank. Dari kecil ampe kuliah gw gak pernah contact ma ortu gw paling juga sering ma kakak & adik gw yg sering gw samperin. walaupun tmn gw banyk tp gw sangat tertutup kalo masalah keluarga gw. Jadi gw sering nginep di rmh tmn gw tp tmn gw gak prnh nginep di rmh gw. Latar belakang sodara dr bonyok gw jg lumayan lah mrk rata2 orang berada malah kalo gw perhatiin keluarga gw lah yg paling susah alias melarat. Lulus SMA gw lanjutin kuliah sampe D3 abis itu terusin di S1. Gw diwarisin uang buat kuliah ma nenek gw itu. Dr semester 1 kuliah gw udah krj, jd gw bs bantu adik gw utk kuliah. Pd akhirnya gw kuliahin adik gw smp lulus S1 tekhnik informatika juga kakak gw gw kash modal untuk usaha percetakan (dia gak mau kuliah..). Pertama kali kerja gw di bank swasta sebagai marketing banyak yang bilang lu mana biasa jadi markting...., ngomong aja susah tar keburu calon customernya kabur gak sabar denger lu mau ngomong apa..., sad.gif setelah pindah beberapa bank gw sampe lah di posisi sebagai Manager Kredit. Nah luh tau donk, posisi gw kan basah banget. Disinilah penyakit main cewe gw kumat lagi , gak keitung udah brp cewe yg udah gw tidurin dr mulai anak SMP, SMA, kuliahan , artis sampe pembantu seblah rumah gw juga udah gw tidurin. Tapi tetep aja kalo gw ngomong gw bicara nya gagap..... Pas posisi gak naik2 sebagai manager kredit gw banting stir jadi sales jasa logistik. Karir gw mulai dr bawah lagi, dari mulai sales, senior sales , asisten sales manager sampe terakhir gw jadi general manager. Pas gw berasa udah mentok jd GM akhirnya dengan bantuan keuangan tmn gw alias di modalin akhirnya skrg gw jadi direktur sekaligus 3 perusahaan. sampe skrg tmn gw jg masih pada bilang Mungkin lu adalah direktur satu2 nya yang ngomongnya gagap kali ya .... ? Kalo gw liat kebelakang , gw sedih banget gw anak yang dibuang, sampe gw nikah pun yg dateng cuma adik & kakak gw plus tmn2 baik gw yang udah sehidup semati. Pernikahan gw jg gak ada acara pesta yang meriah cuma tmn baik gw plus adik & kakak gw. Ortu gw gak dateng sodara jg gak dateng padahal semua dw undang loh .. Sigh.gif Gak pa2 lah yg penting gw nikah sah dunia & akherat.. Praying.gif . tapi sampe skrg pun gw jarang sekali berhubungan ma ortu gw, gw gak pernah nyalahin mrk knp gw di buang di panti asuhan cm skrg mungkin jg udah gak ada ikatan kali ya....? Waktu gw SMA gw pernah bertanya ma Tuhan " Knp ya gw di lahirin seperti ini ? udah keluarga berantakan, kalo ngomong gagap lagi...?. Sekarang gw udah tau jawabannya : kalo gw gak gagap mungkin aja gw jadi orang yang sombong & takabur, skrg kalo misalnya gw mau sombong ya sombong apa ? Lha ngomong aja gagap......!!


Moral dari perjalan hidup gw adalah :
1. Jangan pernah menyerah dengan keadaan
2.Cari temen sebanyak mungkin & selalu jaga hubungan baik
3.Kekurangann/cacat jgn jadikan alesan kt untuk berbuat lebih, buatlah kelemahan kt menjadi kekuatan kita
4. Jangan menaruh dendam dengan siapa pun anggep aja mrk itu angin lalu

Mudah2 an cerita gw bs membangkitkan semangat temen temen yang lagi down karena keadaan

Mr, Henry

Renungkanlah oleh Anda betapa bahagia dan betapa bangganya perasaan seseorang apabila ia bisa diterima sebagai mahasiswa di universitas yang bergengsi seperti Yale atau Harvard University di USA. Tentunya lebih hebat lagi adalah orang-orang yang bisa menjadi guru besar di Universitas tsb.

Mr Henri adalah seorang guru besar bukan saja di kedua universitas tsb diatas melainkan juga di Universitas Notre Dame. Ia begitu disegani oleh rekan-rekan maupun para mahasiswanya sebagai wong
pinter yang terpandang. Jadi sudah benar-benar berada di puncak kedudukan kariernya seorang ilmuwan.

Pada saat dimana ia sedang berada di puncak karier kehidupannya, tiba-tiba ia merubah arah hidupnya! Ia telah merubah arah kehidupannya bukannya untuk UPWARD lagi melainkan ingin DOWNWARD.

Ia melepaskan seluruh jabatannya di ketiga universitas bergengsi tsb. Ia melepaskan ribuan siswa-siswinya untuk diganti hanya oleh 10 orang siswa lainnya. Bahkan untuk para siwa barunya ini ia mengabdikan dirinya 24 jam sehari. Disitu ia telah benar-benar turun menjadi Mr Nobody.

Disitu tidak ada seorang pun yang mengenal dia, bahkan tidak ada seorang pun yang pernah membaca buku hasil karyanya. Begitu juga tidak ada seorang pun yang merasa kagum terhadap dirinya sebagai
guru besar yang memiliki gelar sepanjang 1 meter. Disitu ia benar- benar menjadi Mr. Nobody tulen. Masalahnya semua anak didiknya sekarang ini adalah anak-anak yang cacad mental. Melalui anak-anak
cacad tsb baru dia menyadari, bahwa segala prestasi yang pernah diraih sebelumnya itu, tidak ada manfaatnya sama sekali dalam pergaulannya dengan mereka.

Boro-boro bisa membaca dan menulis, mandi sendiri pun mereka sudah tidak mampu lagi. Dari guru besar dihadapan ratusan siswa berubah menjadi pelayan untuk melayani anak-anak cacad. Dimana setiap
harinya ia harus membersihkan badan mereka dari kotoran-kotorannya. Bantu menyikat gigi maupun mencukur jenggot mereka dan juga membantu memakai pakaiannya sebelumnya diletakan di kursi rodanya.

Salah satu diantaranya adalah seorang pemuda yang bernama Adam. Bagi kebanyakan orang Adam itu sudah benar-benar tidak berguna sama sekali, sehingga sebenarnya percuma saja ia dilahirkan juga. Adam
walaupun usianya sudah mencapai 25 tahun, tapi ia masih harus dirawat seperti layaknya seorang bayi. Ia tidak bisa makan maupun minum sendiri, sehingga untuk ini ia harus menyuapi dan menunggunya
dengan sabar. Buang air besar pun tidak bisa, maka dari itu setiap hari ia harus mencuci celana maupun badannya yang penuh dengan kotoran yang bau. Ia juga seorang penderita epilepsi yang parah
sehingga badannya sering menjadi kejang dan kaku.

Pekerjaan yang tidak ringan maupun mudah dan terlebih lagi membutuhkan banyak kesabaran. Untuk ini tidak ada penghargaan maupun ucapan terima kasih dari Adam, sebab boro-boro bisa berbicara,
senyum atau menangispun Adam sudah tidak bisa lagi. Hanya sekali pernah terlihat dimana Adam mengeluarkan air mata yang mengalir di pipinya.

Mungkin bagi orang lain apa yang dilakukan Henri sekarang ini adalah pekerjaan wong rendahan dan tiada artinya sama sekali, tetapi bagi dia bahkan masa hidup yang sekarang inilah yang terpenting di dalam
kehidupannya. Henri pernah mengutarakan bahwa ia telah mendapatkan banyak sekali berkat dari pelayanannya ini. Ia menilai bahwa dari fisik dan pikiran Adam muncul seorang manusia yang paling baik yang telah menawarkan dan memberikan kepada dia suatu hadiah yang paling indah daripada apa yang bisa ia berikan kepadanya ialah pelajaran tentang cinta kasih. Dari situlah ia merasa bahwa sebenarnya ialah yang dilayani oleh Adam untuk belajar melayani, bersabar maupun berbagi kasih yang tak berkesudahan.

Apa yang diucapkan oleh Henry ini bukannya hanya sekedar basa-basi, sebab untuk ini ia telah menulis satu buku khusus, mengenai hikmah dan pelajaran apa saja yang telah ia dapatkan dari Adam dalam
bukunya Adam´s Peace”.

Bayangkan saja ia seorang guru besar dari universitas bergengsi, ternyata telah bisa menimba ilmu dari anak-anak cacad. Anak-anak cacad tsb telah berhasil mengajarkan kepada Henry apa artinya cinta
kasih itu. Terlebih lagi disitulah baru ia menyadari, bahwa bahwa apa yang membuat kita menjadi manusia, bukanlah gelar, harta, maupun jabatan kita. Begitu juga bukanlah otak kita, tapi hati kita!

Bukan kemampuan kita berpikir, tetapi kemampuan kita untuk mengasihi. Henry telah turun menjadi Mr Nobody dimata dunia, tetapi dilain pihak ia telah berhasil menjadi VIP dimata Sang Pencipta.

Mr. Henry Josef Michael Nouwen (1932 - 1996) dengan sengaja telah meninggalkan komunitas orang-orang hebat dan bergengsi untuk memilih hidup di komunitas anak-anak cacad di L´Arche Daybreak di Toronto. Ia melayani disitu terus sampai dengan akhir hayatnya. Ia juga seorang penulis buku rohani. Lebih dari 40 buku rohani yang pernah ia tulis salah satu bukunya yang paling banyak dibaca ialah: “Innder
Voice of Love”.

Menurut ukuran dunia keberhasilan seseorang diukur berdasarkan keberhasilan maupun ketinggian yang bisa diraih oleh orang tsb dengan motto “How high can you fly?” Beda dengan dunia kerohanian.
Disana berlaku motto kebalikannya ialah “How low can you go?”. Jalan ilahi adalah jalan yang menurun kebawah.

Kasih Ibu

Ibuku hanya memiliki satu kaki dan mata. Aku membencinya sungguh memalukan. Ia menjadi juru masak di rumah tetanggaku dan berjualan kue di sekolahku, untuk membiayai keluarga. Suatu hari ketika aku masih SD, ibuku datang. Aku sangat malu. Mengapa ia lakukan ini? Aku memandangnya dengan penuh kebencian dan melarikan diri. Ibuku terdiam hanya memandang.

Keesokan harinya di sekolah. ”Ibumu hanya punya satu kaki dan satu mata. ?!?!” Iieeeeee, jerit seorang temanku. Aku berharap ibuku lenyap dari muka bumi. Ujarku pada ibu, “Bu, Mengapa Ibu tidak punya satu kaki dan satu mata lainnya? Kalau Ibu hanya ingin membuatku ditertawakan, lebih baik Ibu mati saja!!!” Ibuku tidak menyahut. Aku merasa agak tidak enak, tapi pada saat yang bersamaan, lega rasanya sudah mengungkapkan apa yang ingin sekali kukatakan selama ini. Mungkin karena Ibu tidak menghukumku, tapi aku tak berpikir sama sekali bahwa perasaannya sangat terluka karenaku.

Malam itu. Aku terbangun dan pergi ke dapur untuk mengambil segelas air. Ibuku
sedang menangis, tanpa suara, seakan-akan ia takut aku akan terbangun karenanya. Ia memandangku sejenak, dan kemudian berlalu dengan kaki pincang. Akibat perkataanku tadi, hatinya tertusuk. Walaupun begitu, aku membenci ibuku yang sedang menangis dengan satu kaki dan matanya. Jadi aku berkata pada diriku sendiri bahwa aku akan tumbuh dewasa dan menjadi orang yang sukses.

Kemudian aku belajar dengan tekun, ibuku terus bekerja membelikanku baju, buku sekolah, membayar uang sekolah. Dan akhirnya aku lulus dan mendapat beasiswa masuk perguruan tinggi. Kutinggalkan ibuku dan pergi ke Jakarta untuk menuntut ilmu. Lalu aku pun menikah. Aku membeli rumah. Kemudian akupun memiliki anak. Kini aku hidup dengan bahagia sebagai seorang yang sukses. Aku menyukai tempat tinggalku karena tidak membuatku teringat akan ibuku.

Kebahagian ini bertambah terus dan terus, ketika ibuku datang ke rumahku. Apa?! Siapa ini?! Itu ibuku. Dengan terlihat kepanasan di wajahnya, berkeringat dan terengah-engah dengan kaki dan mata satunya. Seakan-akan langit runtuh menimpaku. Bahkan anak-anakku berlari ketakutan, ngeri melihat bentuk ibuku yang gak karu-karuan. Kataku, “Siapa kamu?! Aku tak kenal dirimu!!” ”Berani-beraninya kamu datang ke sini dan menakuti anak-anakku! !” ”KELUAR DARI SINI! SEKARANG!!” Ibuku hanya menjawab perlahan, “Oh, maaf. Sepertinya saya salah alamat,” dan ia pun berlalu dengan tongkat kakinya. Untung saja ia tidak mengenaliku. Aku sungguh lega. Aku tak peduli lagi. Akupun menjadi sangat lega.

Suatu hari, sepucuk surat undangan reuni sekolah tiba di rumahku di Jakarta. Aku berbohong pada istriku bahwa aku ada urusan kantor. Akupun pergi ke sana. Setelah reuni, aku mampir ke gubuk tua, yang dulu aku sebut rumah.. Hanya ingin tahu saja.

Di sana, kutemukan ibuku tergeletak dilantai yang dingin. Namun aku tak meneteskan air mata sedikit pun. Ada selembar kertas di tangannya. Sepucuk surat untukku. ”Anakku..Kurasa hidupku sudah cukup panjang.. Dan aku tidak akan pergi ke Jakarta lagi. Namun apakah berlebihan jika aku ingin kau menjengukku sekali ? Aku sangat merindukanmu. Dan aku sangat gembira ketika tahu kau akan datang ke reuni itu. Tapi kuputuskan aku tidak pergi ke sekolah. Demi kau. Dan aku minta maaf karena hanya membuatmu malu dengan keadaan cacat fisiku.

Kau tahu, ketika kau masih dalam kandungan ibu mengalami kecelakaan , ketika ibu masih hamil seseorang telah dengan sengaja menabrak kaki ibu hingga patah. Tetapi untung kandungan ibu selamat, akhirnya ibu melahirkan bayi lucu yaitu kamu, tetapi sayang tuhan hanya memberikan mu satu mata .Sebagai seorang ibu, aku tak tahan melihatmu tumbuh hanya dengan mata satu. Maka aku berikan mata satuku kepadamu,. Aku sangat bangga padamu yang telah melihat seluruh dunia untukku, ditempatku, dengan mata itu. Aku tak pernah marah atas semua kelakuanmu. Ketika kau marah padaku.. Aku hanya membatin sendiri, “Itu karena ia mencintaiku” Anakku! Oh, anakku!”

Akupu menangis sekeras dan memeluk ibuku erat-erat meminta maaf, namun sayang ternyata Ibuku sudah beberapa jam lalu meninggal dalam kesendiriannya.

Bersyukurlah atas apa yang Anda miliki sekarang dibandingkan apa yang tidak dimiliki oleh jutaan orang lain! Luangkan waktu untuk mendoakan ibu Anda!

Pagar dan Paku

pernah ada anak lelaki dengan watak buruk.
Ayahnya memberi dia sekantung penuh paku, dan menyuruh memaku satu batang paku di pagar pekarangan setiap
kali dia kehilangan kesabarannya atau berselisih paham dengan orang lain.

Hari pertama dia memaku 37 batang di pagar.

Pada minggu-minggu berikutnya dia belajar untuk menahan diri,
dan jumlah paku yang dipakainya berkurang dari hari ke hari.
Dia mendapatkan bahwa lebih gampang menahan diri
daripada memaku di pagar.

Akhirnya tiba hari ketika dia tidak perlu lagi memaku sebatang paku pun
dan dengan gembira disampaikannya hal itu kepada ayahnya.

Ayahnya kemudian menyuruhnya mencabut sebatang paku dari pagar setiap hari bila dia berhasil menahan diri/bersabar.

Hari-hari berlalu dan akhirnya tiba harinya dia bisa menyampaikan kepada ayahnya bahwa semua paku sudah tercabut dari pagar.

Sang ayah membawa anaknya ke pagar dan berkata:

”anakku, kamu sudah berlaku baik,
tetapi coba lihat betapa banyak lubang yang ada di pagar.”
pagar ini tidak akan kembali seperti semula.
Kalau kamu berselisih paham atau bertengkar dengan orang lain,
hal itu selalu meninggalkan luka seperti pada pagar.

Kau bisa menusukkan pisau di punggung orang dan mencabutnya kembali,
tetapi akan meninggalkan luka.

Tak peduli berapa kali kau meminta maaf/menyesal, lukanya tinggal.
Luka melalui ucapan sama perihnya seperti luka fisik.

Kawan-kawan adalah perhiasan yang langka.
Mereka membuatmu tertawa dan memberimu semangat.
Mereka bersedia mendengarkan jika itu kau perlukan,
mereka menunjang dan membuka hatimu.
Tunjukkanlah kepada teman-temanmu
betapa kau menyukai mereka.

Miskin & Kaya

Suatu hari, ayah dari suatu keluarga yang sangat sejahtera membawa anaknya bepergian ke suatu negara yang sebagian besar penduduknya hidup dari hasil pertanian, dengan maksud untuk menunjukkan bagaimana kehidupan orang-orang yang miskin.

Mereka menghabiskan waktu berhari-hari di sebuah tanah pertanian milik keluarga yang terlihat sangat miskin.

Sepulang dari perjalanan tersebut, sang ayah bertanya kepada anaknya,
“Bagaimana perjalanan tadi?”
“Sungguh luar biasa, Pa.”
“Kamu lihat kan bagaimana kehidupan mereka yang miskin?” tanya sang ayah.
“Iya, Pa,” jawabnya.
“Jadi, apa yang dapat kamu pelajari dari perjalanan ini?” tanya ayahnya lagi.

Si anak menjawab, “Saya melihat kenyataan bahwa kita mempunyai seekor anjing sedangkan mereka memiliki empat ekor. Kita punya sebuah kolam yang panjangnya hanya sampai ke tengah-tengah taman, sedangkan mereka memiliki sungai kecil yang tak terhingga panjangnya. Kita memasang lampu taman yang dibeli dari luar negeri dan mereka memiliki bintang-bintang di langit untuk menerangi taman mereka.
Beranda rumah kita begitu lebar mencapai halaman depan dan milik mereka seluas horison. Kita tinggal dan hidup di tanah yang sempit sedangkan mereka mempunyai tanah sejauh mata memandang. Kita memiliki pelayan yang melayani setiap kebutuhan kita tetapi mereka melayani diri mereka sendiri. Kita membeli makanan yang akan kita makan, tetapi mereka menanam sendiri. Kita mempunyai dinding indah yang melindungi diri kita dan mereka memiliki teman-teman untuk menjaga kehidupan mereka.”

Dengan cerita tersebut, sang ayah tidak dapat berkata apa-apa. Kemudian si anak menambahkan, “Terima kasih, Pa, akhirnya aku tahu betapa miskinnya diri kita.”

Jangan Mudah Terombang-Ambing Oleh Kata-Kata Orang Lain

Dikisahkan .. Disebuah desa,tinggallah seorang peramal yg terkenal.
Peramal itu sangat dipercaya dgn kemampuannya utk meramal nasib org banyak.
Apalagi berdasarkan tradisi di desa tersebut,masyarakatnya sgt percaya pada hitungan ramalan.
Sehingga,sang peramal pun selalu menjadi referensi saat penduduk desa hendak melakukan berbagai hak.
Saat ingin mengawinkan anak,mencari rumah yg cocok,ingin tahu peruntungan,pekerjaan atau usaha apa yang akan digeluti,mereka tdk ragu meminta nasehat nasehat sang peramal.
Biasanya orang2 puas dgn hasil ramalan karena sang peramal memliki kemampuan bertutr yg baik dan selalu membaca ramalan dari sudut positif.

Suatu hari,ada seorang pemuda mendatangi si peramal.
Dia ingin menanyakan perihal masa depannya.
Setelah mengamati bentuk muka dan menghitung waktu dan hari lahir.
Si peramal dgn wajah berseri berkata "Anak muda,kulit dan bentuk wajahmu sangat bagus dan cemerlang.
Berdasarkan perhitungan tanggal dan waktu lahirmu sebelum umur 35 tahun
Kamu akan menjadi pengusaha yang kaya raya.
Namun Ingat!!!
Selalu berjuanglah dgn semangat,serta jgn mudah putus asa
Kamu jg hrs berbakti kpd orang tuamu.
Jgn lupa rajin bersembahyang agar selalu diberi berkah dan lindungan oleh yang Mahakuasa.
Apakah kamu mengerti?"

"Ya Pak,terima kasih.Saya mengerti,"jawab si pemuda senang.

"Satu lagi pesan bapak. Agar keberhasilanmu bisa bertahan.
Banyak2lah membantu org susah.
Semoga Kamu sukses dan bahagia!"

Sejak Saat itu,si pemuda berusaha dgn giat dan penuh semangat.
Kata2 si peramal seakan mengiang ditelinganya sepanjang waktu.
Berkat keuletannya dlm bekerja dan berusaha.
Dia berhasil membuka usahanya yg pertama.
Yakni sebuah toko obat.
Karena terus bekerja keras,jumlah pelanggannya terus bertambah.
Hingga ia memiliki cabang toko dimana2,hingga bertahun2 kemmudian.

Suatu hari,saat usianya 34 tahun,ibunya sakit keras.
Saat menjelang ajal,si ibu memberitahu bahwa
Ternyata tanggal lahirnya salah
Karena kondisi pasca kelahiran saat itu.

Si pemuda kaget sekali.Maka dgn tergesa2,dia kembali kekampung halamannya
mencari si peramal utk kembali bertanya soal nasib berdasarkan hari lahirnya.
Tetapi.. Si peramal yg dulu telah meninggal dunia.
Kini,ia digantikan oleh peramal lain yg sudah tentu berbeda tutur kata
Dan sifatnya dgn pelamar dulu.

Saat dia mengemukakan masalahnya, si peramal memberitahu pemuda tersebut
"Berdasarkan ramalanku,nasibmu ditahun2 mendatang tdk begitu bagus,segala usahamu akan mengalami hambatan,kemunduran,bahkan akan bangkrut"

Sejak saat itu, si pemuda patah semangat dan kehilangan gairah kerja.
Yang diingat hanya kata2 peramal yg negatif.
Dia merasa percuma bekerja keras,toh usahanya akan bangkrut.
Karena itu,seiring dgn berjalannya waktu,usahanya mengalami kebangkrutan.
Sebab,ia tak lagi bersemangat seperti dulu dalam menjalankan usahanya.
Maka,lama -kelamaan,ramalan si peramal pun menjadi kenyataan.
Sehingga, di penghujung hidupnya, sipemuda benar2 mengalami kebangkrutan.

---------------------------------------------------------------

RENUNGAN........
Berkaca dari kisah tersebut
Kalau kita mudah diombang -ambingkan oleh kata2 orang lain
Dan mudah memercayai ramalan yg bersifat negatif sebagai kebenaran.
Maka kualitas mental kita akan menjadi rapuh
Sehingga,sedikit saja mendapat ujian atau rintangan,diri kita mudah jatuh.

Maka untuk sukses dlm kehidupan,
kita membutuhkan kemandirian,keyakinan dan kepercayaan diri.
Sebab,dgn sifat tersebut,kita akan mampu mengelola pikiran
dan tindakan yg bisa kita kendalikan sepenuhnya menuju kemenangan.

Sehingga,saat diramal bahwa kita akan hidup sukses,
kita akan tetap sadar,bahwa tanpa usaha dan perjuangan,
kita tdk mgkn menjadi sukses.
Sebaliknya, ketika kita diramal akan bernasib jelek,
tidak perlu berkecil hati,frustasi,apalagi patah semangat.
Justru saat itulah kita bisa mengintropeksi diri dan
menjadikan bahan evaluasi utk berjuang keras guna mematahkan semua prediksi.
Dengan begitu ramalan jelek pun bisa kita ubah menjadi lebih baik.

Ingat!!!!
Bahwa setiap kemajuan,pasti dilandasi oleh kesehatan mental.
Karena itu,teruslah kembangkan sikap percaya diri dalam setiap kesempatan.
Dengan kesehatan mental,keberanian,dan kepercayaan diri,
Kita buktikan,nasib baik selalu berpihak kepada kita!

Kisah di Meja Makan

Suatu ketika, ada seorang kakek yang harus tinggal dengan anaknya. Selain itu, tinggal pula menantu, dan anak mereka yang berusia 6 tahun. Tangan orangtua ini begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu. Penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih.

Keluarga itu biasa makan bersama di ruan...g makan. Namun, sang orangtua yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang bergetar dan mata yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh kebawah.

Saat si kakek meraih gelas, segera saja susu itu tumpah membasahi taplak. Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. "Kita harus lakukan sesuatu," ujar sang suami. "Huh.. aku sudah bosan membereskan semuanya untuk pak tua ini."

Lalu, kedua suami-istri ini pun membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan. Di sana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, disaat semuanya menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring, keduanya juga memberikan mangkuk kayu untuk si kakek.

Sering saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar isak sedih dari sudut ruangan. Ada air mata yang tampak mengalir dari gurat keriput si kakek. Meski tak ada gugatan apapun darinya.

Tiap kali nasi yang dia suap, selalu ditetesi air mata yang jatuh dari sisi pipinya. Namun, kata-kata yang keluar dari suami-istri ini selalu omelan agar ia tak menjatuhkan makanan lagi.

Anak mereka yang berusia 6 tahun hanya memandangi semua dalam diam. Suatu malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan anaknya yang sedang memainkan mainan kayu. Dengan lembut ditanyalah anak itu. "Kamu sedang membuat apa anakku sayang?".

Anaknya pun menjawab, "Aku sedang membuat meja kayu dan mangkok buat ayah dan ibu, untuk makan, saatku besar nanti. Nanti, akan kuletakkan di sudut itu, dekat tempat kakek biasa makan." Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya.

Jawaban itu membuat kedua orangtuanya begitu sedih dan terpukul. Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Lalu, airmata pun mulai bergulir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, kedua orangtua ini mengerti, bahwa ada sesuatu yang harus diperbaiki.

Mereka makan bersama lagi di meja makan. Tak ada lagi omelan yang keluar saat ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak yang ternoda. Kini, mereka bisa makan bersama lagi di meja utama. Dan anak itu, tak lagi meraut untuk membuat meja kayu.

Sahabat, anak-anak adalah persepsi dari kita. Mata mereka akan selalu mengamati, telinga mereka akan selalu menyimak, dan pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita lakukan.

Mereka adalah peniru. Jika mereka melihat kita memperlakukan orang lain dengan sopan, hal itu pula yang akan dilakukan oleh mereka saat dewasa kelak. Orangtua yang bijak, akan selalu menyadari, setiap "bangunan jiwa" yang disusun, adalah pondasi yang kekal buat masa depan anak-anak.

Mari, susunlah bangunan itu dengan bijak. Untuk anak-anak kita, untuk masa depan kita, untuk semuanya. Sebab, untuk merekalah kita akan selalu belajar, bahwa berbuat baik pada orang lain, adalah sama halnya dengan tabungan masa depan.

-Jika anak hidup dalam banyak kritikan, ia akan belajar mengutuk.
-Jika anak hidup dalam kekerasan, ia belajar berkelahi.
-Jika anak hidup dalam pembodohan, ia belajar jadi pemalu.
-Jika anak hidup dalam rasa dipermalukan, ia belajar terus merasa bersalah.
-Jika anak hidup dalam toleransi, ia belajar menjadi sabar.
-Jika anak hidup dalam dorongan, ia belajar menjadi percaya diri.
-Jika anak hidup dalam penghargaan, ia belajar mengapresiasi.
-Jika anak hidup dalam rasa adil, ia belajar keadilan.
-Jika anak hidup dalam rasa aman, ia belajar yakin.
-Jika anak hidup dalam persetujuan, ia belajar menghargai diri sendiri.
-Jika anak hidup dalam rasa diterima dan persahabatan, ia belajar mencari cinta di seluruh dunia.

Betapa terlihat di sini peran orang tua sangat penting karena mereka diistilahkan oleh Khalil Gibran sebagai busur kokoh yang dapat melesatkan anak-anak dalam menapaki jalan masa depannya. Tentu hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan esok harus lebih baik dari hari ini dan tentu kita selalu berharap generasi yang akan datang harus lebih baik dari kita....

Sebuah titik hitam diatas kertas putih

Bertahun-tahun yang lalu hingga sekitar beberapa bulan yang lalu, terus terang saya menjadi seorang yang merasa kehidupan dunia ini datar-datar saja, tidak ada yang istimewa dan layak disyukuri. Bagi saya saat tidurlah suatu kebahagiaan terindah. Entahlah, saya begitu menyesal atas apa yang saya miliki, istri, pekerjaan, kehidupan, kemampuan serta fisik yang saya miliki sepertinya tidak sesuai harapan. Saya selalu merasa menjadi orang yang KEKURANGAN di dunia ini. Semakin kuat saya berusaha untuk merubah keadaan, yang saya terima adalah semakin banyak kekecewaan. Saya tidak tahu harus memulai dari mana, hingga suatu saat seorang “sahabat” memberikan suatu nasehat yang sungguh luar biasa dan memberikan suatu gambaran utuh tentang sebuah arti syukur dalam kehidupan. Di suatu tempat aku dan sahabatku berbincang-bincang :
“Ya... aku mengerti apa yang kau alami, tidak hanya kamu akupun sendiri pernah mengalami dan mungkin banyak orang lainnya, sekarang aku akan ambil satu kertas putih kosong dan aku tunjukkan padamu, apa yang kamu lihat?”, ucap sahabatku.

“Aku tidak melihat apa-apa semuanya putih”, jawabku lirih. Sambil mengambil spidol hitam dan membuat satu titik ditengah kertasnya, sahabatku berkata “Nah..sekarang aku telah beri sebuah titik hitam diatas kertas itu, sekarang gambar apa yang kamu lihat?”.

“Aku melihat satu titik hitam”, jawabku cepat.
“Pastikan lagi!”, timpal sahabatku.
“Titik hitam”, jawabku dengan yakin.
“Sekarang aku tahu penyebab masalahmu. Kenapa engkau hanya melihat satu titik hitam saja dari kertas tadi? cobalah rubah sudut pandangmu, menurutku yang kulihat bukan titik hitam tapi tetap sebuah kertas putih meski ada satu noda didalamnya, aku melihat lebih banyak warna putih dari kertas tersebut sedangkan kenapa engkau hanya melihat hitamnya saja dan itu pun hanya setitik?”. Jawab Sahabatku dengan lantang,

“Sekarang mengertikah kamu? Dalam hidup, bahagia atau tidaknya hidupmu tergantung dari sudut pandangmu memandang hidup itu sendiri, jika engkau selalu melihat titik hitam tadi yang bisa diartikan kekecewaan, kekurangan dan keburukan dalam hidup maka hal-hal itulah yang akan selalu hinggap dan menemani dalam hidupmu”.

“Cobalah fahami, bukankah disekelilingmu penuh dengan warna putih, yang artinya begitu banyak anugerah yang telah diberikan oleh Tuhan kepada kamu, kamu masih bisa melihat, mendengar, membaca, berjalan, fisik yang utuh dan sehat, anak yang lucu-lucu dan begitu banyak kebaikan dari istrimu daripada kekurangannya, berapa banyak suami-suami yang kehilangan istrinya? Juga begitu banyak kebaikan dari pekerjaanmu dilain sisi banyak orang yang antri dan menderita karena mencari pekerjaan. Begitu banyak orang yang lebih miskin bahkan lebih kekurangan daripada kamu, kamu masih memiliki rumah untuk berteduh, aset sebagai simpananmu di hari tua, tabungan, asuransi dan teman-teman yang baik yang selalu mendukungmu. Kenapa engkau selalu melihat sebuah titik hitam saja dalam hidupmu? dan juga itulah kamu, betapa mudahnya melihat keburukan orang lain, padahal begitu banyak hal baik yang telah diberikan orang lain kepada kamu. Itulah kamu, betapa mudahnya melihat kesalahan dan kekurangan orang lain, sedangkan kamu lupa kelemahan dan kekurangan diri kamu. Itulah kamu, betapa mudahnya kamu menyalahkan dan mengingkari- Nya atas kesusahan hidupmu, padahal begitu besar anugerah dan karunia yang telah diberikan oleh-Nya dalam hidupmu. Itulah kamu betapa mudahnya menyesali hidup kamu padahal banyak kebahagiaan telah diciptakan untuk kamu dan menanti kamu”.

Mengapa kamu hanya melihat satu titik hitam pada kertas ini? Padahal sebagian kertas ini berwarna putih?, sekarang mengertikah engkau?” ucap sahabatku sambil pergi.

“Ya aku mengerti”, ucapku lirih.

Kertas itu aku ambil, aku buatkan satu pigura indah dan aku gantung di dinding rumahku. Bukan untuk SESEMBAHAN bagiku tapi sebagai PENGINGAT dikala lupa, lupa. bahwa begitu banyak warna putih di hidupku daripada sebuah titik hitam. Sejak itu aku mencintai HIDUP ini.

...jadilah seperti pensil...

seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat.

"nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? Atau tentang aku?" mendengar pertanyaan si cucu, sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada cucunya, "sebenarnya nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting dari isi tulisan ini yaitu pensil yang nenek pakai."

"nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti" ujar si nenek lagi.

Mendengar jawab ini, si cucu kemudian melihat pensilnya dan bertanya kembali kepada si nenek ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari pensil yang nenek pakai. "tapi nek sepertinya pensil itu sama saja dengan pensil yang lainnya." ujar si cucu. Si nenek kemudian menjawab, "itu semua tergantung bagaimana kamu melihat pensil ini." "pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup, kalau kamu selalu memegang prinsip-prinsip itu di dalam hidup ini." si nenek kemudian menjelaskan 5 kualitas dari sebuah pensil.

"kualitas pertama,

pensil mengingatkan kamu kalau kamu bisa berbuat hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkah kamu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan tuhan, dia akan selalu membimbing kita menurut kehendaknya".

"kualitas kedua,

dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek. Rautan ini pasti akan membuat si pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, si pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga dengan kamu, dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik".

"kualitas ketiga,

pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar".

"kualitas keempat,

bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di dalam dirimu".

"kualitas kelima,

adalah sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan. Seperti juga kamu, kamu harus sadar kalau apapun yang kamu perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakan".

Batu Kecil

Seorang pekerja pada proyek bangunan memanjat ke atas tembok yang sangat tinggi. Pada suatu saat ia harus menyampaikan pesan penting kepada teman kerjanya yang ada di bawahnya. Pekerja itu berteriak-teriak,tetapi temannya tidak bisa mendengarnya karena suara bising dari mesin-mesin dan orang-orang yang bekerja, sehingga usahanya sia-sia saja.

Oleh karena itu untuk menarik perhatian orang yang ada di bawahnya, ia mencoba melemparkan uang logam di depan temannya. Temannya berhenti bekerja, mengambil uang itu lalu bekerja kembali. Pekerja itu mencoba lagi, tetapi usahanya yang keduapun memperoleh hasil yang sama. Tiba-tiba ia mendapat ide. Ia mengambil batu kecil lalu melemparkannya ke arah orang itu. Batu itu tepat mengenai kepala temannya, dan karena merasa sakit, temannya menengadah ke atas? Sekarang pekerja itu dapat menjatuhkan catatan yang berisi pesannya.

Tuhan kadang-kadang menggunakan cobaan-cobaan ringan untuk membuat kita menengadah kepadaNya. Seringkali Tuhan melimpahi kita dengan rahmat, tetapi itu tidak cukup untuk membuat kita menengadah kepadaNya. Karena itu, agar kita selalu mengingat kepadaNya,Tuhan sering menjatuhkan "batu kecil" kepada kita.

Arti Kehidupan

Alkisah, seorang pemuda mendatangi orang tua bijak yang tinggal di sebuah desa yang begitu damai. Setelah menyapa dengan santun, si pemuda menyampaikan maksud dan tujuannya. "Saya menempuh perjalanan jauh ini untuk menemukan cara membuat diri sendiri selalu bahagia, sekaligus membuat orang lain selalu gembira."

Sambil tersenyum bijak, orang tua itu berkata, "Anak muda, orang seusiamu punya keinginan begitu, sungguh tidak biasa. Baiklah, untuk memenuhi keinginanmu, paman akan memberimu empat kalimat. Perhatikan baik-baik ya..."

"Pertama, anggap dirimu sendiri seperti orang lain!" Kemudian, orang tua itu bertanya, "Anak muda, apakah kamu mengerti kalimat pertama ini? Coba pikir baik-baik dan beri tahu paman apa pengertianmu tentang hal ini."

Si pemuda menjawab, "Jika bisa menganggap diri saya seperti orang lain, maka saat saya menderita, sakit dan sebagainya, dengan sendirinya perasaan sakit itu akan jauh berkurang. Begitu juga sebaliknya, jika saya mengalami kegembiraan yang luar biasa, dengan menganggap diri sendiri seperti orang lain, maka kegembiraan tidak akan membuatku lupa diri. Apakah betul, Paman?"

Dengan wajah senang, orang tua itu mengangguk-anggukkan kepala dan melanjutkan kata-katanya. "Kalimat kedua, anggap orang lain seperti dirimu sendiri!"

Pemuda itu berkata, " Dengan menganggap orang lain seperti diri kita, maka saat orang lain sedang tidak beruntung, kita bisa berempati, bahkan mengulurkan tangan untuk membantu. Kita juga bisa menyadari akan kebutuhan dan keinginan orang lain. Berjiwa besar serta penuh toleransi. Betul, Paman?"

Dengan raut wajah makin cerah, orang tua itu kembali mengangguk-anggukkan kepala. Ia berkata, "Lanjut ke kalimat ketiga. Perhatikan kalimat ini baik-baik, anggap orang lain seperti mereka sendiri!"

Si anak muda kembali mengutarakan pendapatnya, "Kalimat ketiga ini menunjukkan bahwa kita harus menghargai privasi orang lain, menjaga hak asasi setiap manusia dengan sama dan sejajar. Sehingga, kita tidak perlu saling menyerang wilayah dan menyakiti orang lain. Tidak saling mengganggu. Setiap orang berhak menjadi dirinya sendiri. Bila terjadi ketidakcocokan atau perbedaan pendapat, masing-masing bisa saling menghargai."

Kata orang tua itu, "Bagus, bagus sekali! Nah, kalimat keempat: anggap dirimu sebagai dirimu sendiri! Paman telah menyelesaikan semua jawaban atas pertanyaanmu. Kalimat yang terakhir memang sesuatu yang sepertinya tidak biasa. Karena itu, renungkan baik-baik."

Pemuda itu tampak kebingungan. Katanya, "Paman, setelah memikirkan keempat kalimat tadi, saya merasa ada ketidakcocokan, bahkan ada yang kontradiktif. Bagaimana caranya saya bisa merangkum keempat kalimat tersebut menjadi satu? Dan, perlu waktu berapa lama untuk mengerti semua kalimat Paman sehingga aku bisa selalu gembira dan sekaligus bisa membuat orang lain juga gembira?"

Spontan, orang tua itu menjawab, "Gampang. Renungkan dan gunakan waktumu seumur hidup untuk belajar dan mengalaminya sendiri."

Begitulah, si pemuda melanjutkan kehidupannya dan akhirnya meninggal. Sepeninggalnya, orang-orang sering menyebut namanya dan membicarakannya. Dia mendapat julukan sebagai: "Orang bijak yang selalu gembira dan senantiasa menularkan kegembiraannya kepada setiap orang yang dikenal."


Pembaca yang luar biasa,

Sebagai makhluk sosial, kita dituntut untuk belajar mencintai kehidupan dan berinteraksi dengan manusia lain di muka bumi ini. Selama kita mampu menempatkan diri, tahu dan mampu menghargai hak-hak orang lain, serta mengerti keberadaan jati diri sendiri di setiap jenjang proses kehidupan, maka kita akan menjadi manusia yang lentur. Dengan begitu, di mana pun kita bergaul dengan manusia lain, akan selalu timbuk kehangatan, kedamaian, dan kegembiraan. Sehingga, kebahagiaan hidup akan muncul secara alami... luar biasa!

Melepaskan Sepatu

Suatu hari ada orang yang menghadiri acara yang dilaksanakan dengan
duduk bersila bersama. Dia kehilangan sepatunya. Setelah acara
selesai, dia mencari-cari dimana sepatu yang tadi dia lepaskan sebelum
memasuki ruangan itu. Lama dia mencari hingga semua yang hadir telah
meninggalkan tempat, tetapi sepatunya belum juga ketemu.

Sekarang pikirannya mulai gelisah, sangat gelisah. Dia kehilangan
sepatunya dan menjadi risau, bagaimana nanti kalau pulang tanpa alas
kaki. Tidak hanya gelisah, dia pun mulai mencurigai orang-orang
tertentu sebagai pencuri sepatunya. Kegelisahan dan kemarahan pun
dibawanya sampai ke rumah. Banyak orang di rumah mendapat porsi
kemarahannya juga. Demikian juga sampai malam menjelang tidur, dia
selalu memikirkan siapakah pencuri sepatunya. Sampai waktu tidur, dia
pun bermimpi menemukan kembali sepatunya. Tetapi begitu terbangun,
ternyata hanya mimpi, kecewa sekali. Sepatu yang hilang itu telah
menyita waktu bahkan menyiksa pikirannya selama berhari-hari. Dia
penasaran sekali.

Orang itu akhirnya datang kepada saya. Tetapi, bukannya meminta
nasihat akan kepusingannya– setelah dia menceritakan tentang sepatunya
yang hilang dan kepusingannya yang sudah beberapa hari–dia langsung
saja bertanya, dimana sekarang sepatunya itu. Dia menganggap saya
mempunyai kemampuan di luar kemampuan manusia biasa, bisa melihat dari
jauh keberadaan sepatunya sekarang.

Saya menjawab, “Oh ya, saya tahu di mana sekarang sepatu Anda yang
hilang itu.” Seketika wajahnya menjadi berseri-seri. Saya melanjutkan
menjawab, ”Sepatu Anda sekarang berada di dalam pikiran Anda sendiri”.
Dia sejenak terkejut, tetapi lalu menunduk agak tersipu-sipu malu.
Kemudian saya menjelaskan bahwa kita cenderung menyimpan dan
mengumpulkan banyak hal, tidak mau berlatih melepas, termasuk
mengumpulkan masalah, yang kecil-kecil sekalipun. Kita simpan dan kita
bawa kemana-mana masalah-masalah yang menyiksa itu.

Kalau kita belajar melepas milik kita secara benar dengan cara
memberikan dana, memberi amal pertolongan kepada siapapun yang
memerlukan–yang sudah tentu dilakukan sesuai dengan kemampuan
kita–maka kita mulai balajar melepas. Tidak hanya mengikuti
keserakahan dengan mencari, mengumpulkan, dan menyimpan. Terus
mencari, mengumpulkan dan menyimpan sepanjang hari, selama hidup.
Sulit melatih diri melepaskan sesuatu untuk kebajikan.

Kalau kita sering dan senang berlatih melepas dengan memberi
kebajikan, maka kalau timbul masalah yang mengganggu pikiran, kita
bisa dengan tidak sulit melepaskannya. Mana yang Anda pilih? Materi
Anda tetap utuh tetapi pikiran Anda kacau, hancur; atau biarlah materi
terlepas – kalau memang amat sulit didapat kembali – asalkan pikiran
atau mental Anda tidak hancur. Dalam kehidupan ini, bukankah kita
menginginkan ketentraman?

..........

Teman teman, sering kali kita terlalu cepat menghakimi atau menghukum
orang lain tanpa tahu fakta sebenarnya, hanya karena tidak sesuai dengan
persepsi atau rencana kita sehingga justru lebih sering lagi kita
menyakiti orang-orang yang kita cintai.

Kita memang perlu terus belajar sebelum terlambat, salah satunya dari
kisah di bawah ini:
Kisah di musim dingin (true story, seperti temuat dalam Xia Wen Pao,
2007) Siu Lan, seorang janda miskin memiliki seorang putri kecil berumur
7 tahun, Lie Mei. Kemiskinan memaksanya untuk membuat sendiri kue-kue
dan menjajakannya di pasar untuk biaya hidup berdua. Hidup penuh
kekurangan membuat Lie Mei tidak pernah bermanja-manja pada ibunya,
seperti anak kecil lain.

Suatu ketika dimusim dingin, saat selesai membuat kue, Siu Lan melihat
keranjang penjaja kuenya sudah rusak berat. Dia berpesan agar Lie Mei
menunggu di rumah karena dia akan membeli keranjang kue yang baru.

Pulang dari membeli keranjang kue, Siu Lan menemukan pintu rumah tidak
terkunci dan Lie Mei tidak ada di rumah. Marahlah Siu Lan. Putrinya
benar-benar tidak tahu diri, sudah hidup susah masih juga pergi bermain
dengan teman-temannya. Lie Mei tidak menunggu rumah seperti pesannya.

Siu Lan menyusun kue kedalam keranjang, dan pergi keluar rumah untuk
menjajakannya. Dinginnya salju yang memenuhi jalan tidak menyurutkan
niatnya untuk menjual kue. Bagaimana lagi ? Mereka harus dapat uang
untuk makan. Sebagai hukuman bagi Lie Mei, putrinya, pintu rumah dikunci
Siu Lan dari luar agar Lie Mei tidak bisa pulang. Putri kecil itu harus
diberi pelajaran, pikirnya geram. Lie Mei sudah berani kurang ajar.

Sepulang menjajakan kue, Siu Lan menemukan Lie Mei, gadis kecil itu
tergeletak di depan pintu. Siu Lan berlari memeluk Lie Mei yang membeku
dan sudah tidak bernyawa. Siu Lan berteriak membelah kebekuan salju dan
menangis meraung-raung, tapi Lie Mei tetap tidak bergerak. Dengan
segera, Siu Lan membopong Lie Mei masuk ke rumah.

Siu Lan menggoncang- goncangkan tubuh beku putri kecilnya sambil
meneriakkan nama Lie Mei. Tiba-tiba jatuh sebuah bungkusan kecil dari
tangan Lie Mei. Siu Lan mengambil bungkusan kecil itu, dia membukanya.
Isinya sebungkus kecil biskuit yang dibungkus kertas usang. Siu Lan
mengenali tulisan pada kertas usang itu adalah tulisan Lie Mei yang
masih berantakan namun tetap terbaca *,"Hi..hi..hi. . mama pasti lupa.
Ini hari istimewa buat mama. Aku membelikan biskuit kecil ini untuk
hadiah. Uangku tidak cukup untuk membeli biskuit ukuran besar.
Hi…hi…hi.. mama selamat ulang tahun."*
------------ -------
Ingatlah, jangan terlalu cepat menilai seseorang berdasarkan persepsi
kita, karena persepsi kita belum tentu benar adanya.

Seperti Berlayar Di lautan

Ada suatu cerita tentang nenek seorang tua . Dia punya anak banyak, hampir semuanya menjadi orang besar. Dan sebagai balas budi kepada orang tuanya, mereka bersepakat memberikan kemewahan bagi ibunya. Dibuatkan gedung besar, diisi perabotan yang lengkap, disediakan mobil mewah beserta sopirnya. Uang belanja setiap bulan tidak kekurangan, bahkan berlebihan.Tetapi nenek itu makin lama makin kurus, sakit-sakitan. Dia sendirian, menyepi dengan seekor kucing piaraannya. Pada suatu hari nenek tua itu minta kepada sopirnya untuk diantarakan ke vila yang diberkan anaknya di puncak. Sopir heran karena waktu itu hari sudah jauh malam. Namun, terlaksana juga perjalanan itu dengan selamat.Sampai di puncak si sopir disuruhnya pulang. Dan ketika mobil itu sudah jauh menghilang, nenek yang kaya itu menggendong kucingnya, menuju ke pinggir jurang dengan langkah-langkahnya yang sempoyongan. Di sana ia menerjunkan diri ke bawah, setelah memejamkan mata dan menangis dalam cucuran mata nya yang deras. Nenek itu mati bersama kucing tuannya yang setia.

Kita tidak peduli apakah cerita ini benar-benar terjadi ataukah sekedar khayalan seorang pengarang. Cuma jelas, di antara kepingan-kepingan tubuh nenek yang nekat itu ditemukan sepucuk surat yang di tujukan kepada anak-anaknya. Surat itu berbunyi: “Jangan kalian salahkan siapa-siapa kalau aku berbuat nekat seperti ini. Sebagai anak, kalian cukup berbakti kepada Ibu. Tetapi kalian lupa bahwa kebahagiaan seorang janda tua adalah hidup bersama anak-anaknya, mecium pipi cucu-cucunya dan tertawa memandangi tingkah cucu-cucu yang lucu serta sehat-sehat itu. Agaknya kalian sengaja memisahkan aku agar tidak mengganggu kesenanganmu. Hari-hariku hanya di penuhi dengan kesepian. Aku harus menunggu lama sebelum kadang-kadang dua bulan sekali kalian mengunjungiku.”

Memang sering kita lupa bahwa kebahagiaan itu tidak cukup dengan benda-benda mati. Sebab kebahagiaan itu sesuatu yang terbetik di balik wadah kasar. Manusia bukanlah terdiri atas daging dan tulang saja. Manusia hidup tidak hanya dengan napas dan jantung yang berdegub, tetapi juga dengan perasaan dan kehormatan.. kita kadang-kadang salah tafsir terhadap hidup. Ucapan terima kasih ditafsirkan dengan unag. Anak menangis supaya diam diberi uang. Utang budi dibalas dengan uang. Urusan beslit agar dapat diselesaikan dengan baik harus disodori uang, atau kalau tidak, minta uang. Orang yang saling membenci agar berbaikkan kembali diberi uang. Kalau masih belum enak hati, jumlah uang itu diperbesar lagi. Terhadap perlanggaran lalu lintas, biar perkaranya tidak berlarut-larut, dipakai uang sebagai pelicin.

Uang, uang, uang. Seolah-olah uang lebih Tuhan daripada Tuhan. Apabila ajaran ini terus kita ikuti dengan setia, bahwa segala kejadian di dunia, naik atau turun itu bergantung pada uang, maka hubungan antara manusia dengan manusia akan menjadi kaku, palsu, tegang dan dengki.Banyak pengalaman yang telah kita lalui memberi pelajaran kepada kita bahwa tidak semuanya bisa dibeli dengan uang. Bahwa tidak semua kesenangan jasmani menjamin ketentraman rohani. Malah sering kesenangan lahiriah itu menyeret kita kepada penyesalan dan penderitaan batin yang akibatnya sangat fatal jika kita tidak hati-hati.

..........

Ada kegundahan tersendiri yang dirasakan seekor anak katak ketika langit tiba-tiba gelap. "Bu, apa kita akan binasa. Kenapa langit tiba-tiba gelap?" ucap anak katak sambil merangkul erat lengan induknya. Sang ibu menyambut rangkulan itu dengan belaian lembut.

"Anakku," ucap sang induk kemudian. "Itu bukan pertanda kebinasaan kita. Justru, itu tanda baik." jelas induk katak sambil terus membelai. Dan anak katak itu pun mulai tenang.

Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba angin bertiup kencang. Daun dan tangkai kering yang berserakan mulai berterbangan. Pepohonan meliuk-liuk dipermainkan angin. Lagi-lagi, suatu pemandangan menakutkan buat si katak kecil. "Ibu, itu apa lagi? Apa itu yang kita tunggu-tunggu?" tanya si anak katak sambil bersembunyi di balik tubuh induknya.

"Anakku. Itu cuma angin," ucap sang induk tak terpengaruh keadaan. "Itu juga pertanda kalau yang kita tunggu pasti datang!" tambahnya begitu menenangkan. Dan anak katak itu pun mulai tenang. Ia mulai menikmati tiupan angin kencang yang tampak menakutkan.

"Blarrr!!!" suara petir menyambar-nyambar. Kilatan cahaya putih pun kian menjadikan suasana begitu menakutkan. Kali ini, si anak katak tak lagi bisa bilang apa-apa. Ia bukan saja merangkul dan sembunyi di balik tubuh induknya. Tapi juga gemetar. "Buuu, aku sangat takut. Takut sekali!" ucapnya sambil terus memejamkan mata.

"Sabar, anakku!" ucapnya sambil terus membelai. "Itu cuma petir. Itu tanda ketiga kalau yang kita tunggu tak lama lagi datang! Keluarlah. Pandangi tanda-tanda yang tampak menakutkan itu. Bersyukurlah, karena hujan tak lama lagi datang," ungkap sang induk katak begitu tenang.

Anak katak itu mulai keluar dari balik tubuh induknya. Ia mencoba mendongak, memandangi langit yang hitam, angin yang meliuk-liukkan dahan, dan sambaran petir yang begitu menyilaukan. Tiba-tiba, ia berteriak kencang, "Ibu, hujan datang. Hujan datang! Horeeee!"
**

Anugerah hidup kadang tampil melalui rute yang tidak diinginkan. Ia tidak datang diiringi dengan tiupan seruling merdu. Tidak diantar oleh dayang-dayang nan rupawan. Tidak disegarkan dengan wewangian harum.

Saat itulah, tidak sedikit manusia yang akhirnya dipermainkan keadaan. Persis seperti anak katak yang takut cuma karena langit hitam, angin yang bertiup kencang, dan kilatan petir yang menyilaukan. Padahal, itulah sebenarnya tanda-tanda hujan.

Benar apa yang diucapkan induk katak: jangan takut melangkah, jangan sembunyi dari kenyataan, sabar dan hadapi. Karena hujan yang ditunggu, Tuhan akan datang. Bersama kesukaran ada kemudahan. Sekali lagi, bersama kesukaran ada kemudahan.

Semua campur tangan Tuhan

Di sebuah ruangan ada semacam aquarium kecil berisi dua kura kura, yang satu berusaha naik ke atas untuk keluar dari aquarium itu , dan kura kura yang satunya lagi ikut berenang berputar putar gembira . Sejam kemudian aku lihat salah satu dari kura-kura kecil tersebut terbalik, aku perhatikan dan mencoba berpikir apakah bisa seekor kura kura membalikan badannya . Kaki dan tangan kura kura tersebut panjang, tetapi sudah setengah jam rasanya dia tidak berhasil juga membalikan badannya, bahkan kura kura satunya hanya diam dan terkesan menjauh dan tidak bisa membantu. Karena kasihan aku bantu kura kura itu membalikan badannya, setelah kembali ke posisi normal dia terdiam kemudian pergi berenang lagi.

------------------------------------------------------------

Seperti halnya manusia terkadang pada saat senang kita mendapatkan banyak teman. Banyak sekali yang begitu perhatian dan bahkan peduli dengan kita. Dan ketika kita berusaha untuk berjalan yang tidak benar terkadang teman juga lupa untuk mengingatkan kita bahwa yang sedang kita lakukan itu membahayakan. Akhirnya pada saat kita terjatuh dan tidak bisa bangun, tak seorangpun teman menolongmu bahkan terkesan menjauh. Akibatnya bukan lagi jatuh dan terpuruk tetapi jatuh dan tidak bisa bangkit lagi. Kekuatan manusia memang terbatas untuk melakukan pertolongan pertolongan, tetapi tidak apabila kita mengandalkan kekuatan Tuhan. Di saat kita jatuh dan terpuruk bahkan putus asa dalam hidup, tangan Tuhan menjangkau kita untuk bisa bangkit lagi. Dia terus merawat kita dalam keadaan apapun, mengobati luka luka hati kita, membersihkan batin dan jiwa kita. Yang akhirnya tanpa kita sadari kita menjadi manusia yang hidup normal kembali.
Coba anda renungkan , mungkin banyak kejadian yang membuat anda down bahkan jatuh, tetapi sekarang ini anda sudah bisa berdiri tegak dan layaknya manusia normal lainnya. Tetapi janganlah lupakan proses panjang di mana campur tangan Tuhan berkarya di hidupmu saat itu. Mari kita kembali merenungkan berkat Tuhan yang luar biasa ini. Berdoa dan bersyukurlah kepadaNya.

Sebuah Koin Penyok

Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu
arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur.
Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya
sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut
memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya, sandang dan
pangan. Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering
marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang
layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin
bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan,
yakni mendapatkan pekerjaan.

Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya
terantuk sesuatu.
Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya.
"Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok, " gerutunya kecewa.
Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.
"Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno," kata teller itu
memberi saran.
Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya ke kolektor.
Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.
Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia
lakukan dengan rejeki nomplok ini.

Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu
sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena
istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan
jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar,
dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel.
Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu.
Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada
waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar
kepada lelaki itu. Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin
itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar
dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai
istrinya.

Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa
lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang. Di tengah perjalanan dia
melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah
barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak
berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200
dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya
menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak
ke pengrajin dan beranjak pulang.

Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima.
Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat
itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati,
merampas uang itu, lalu kabur.

Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya
berkata, "Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan ? Apa yang diambil oleh perampok
tadi?" Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, "Oh, bukan apa-apa..
Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi".

Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam
dalam kepedihan yang berlebihan? Sebaliknya, sepatutnya kita bersyukur atas
segala karunia hidup yang telah Tuhan berikan pada kita, karena ketika
datang dan pergi kita tidak membawa apa-apa.

Ayahku Seorang Tukang Batu

alkisah, sebuah keluarga sederhana memiliki seorang putri yang menginjak remaja. sang ayah bekerja sebagai tukang batu di sebuah perusahaan kontraktor besar di kota itu. sayang, sang putri merasa malu dengan ayahnya. jika ada yang bertanya tentang pekerjaan ayahnya, dia selalu menghindar dengan memberi jawaban yang tidak jujur. "oh, ayahku bekerja sebagai petinggi di perusahaan kontraktor," katanya, tanpa pernah menjawab bekerja sebagai apa.

putri lebih senang menyembunyikan keadaan yang sebenarnya. ia sering berpura-pura menjadi anak dari seorang ayah yang bukan bekerja sebagai tukang batu. melihat dan mendengar ulah anak semata wayangnya, sang ayahnya bersedih. perkataan dan perbuatan anaknya yang tidak jujur dan mengingkari keadaan yang sebenarnya membuatnya telah melukai hatinya.

hubungan di antara mereka jadi tidak harmonis. putri lebih banyak menghindar jika bertemu dengan ayahnya. ia lebih memilih mengurung diri di kamarnya yang kecil dan sibuk menyesali keadaan. "sungguh tuhan tidak adil kepadaku, memberiku ayah seorang tukang batu," keluhnya dalam hati.

melihat kelakuan putrinya, sang ayah memutuskan untuk melakukan sesuatu. maka, suatu hari, si ayah mengajak putrinya berjalan berdua ke sebuah taman, tak jauh dari rumah mereka. dengan setengah terpaksa, si putri mengikuti kehendak ayahnya.

setelah sampai di taman, dengan raut penuh senyuman, si ayah berkata, "anakku, ayah selama ini menghidupi dan membiayai sekolahmu dengan bekerja sebagai tukang batu. walaupun hanya sebagai tukang batu, tetapi ayah adalah tukang batu yang baik, jujur, disiplin dan jarang melakukan kesalahan. ayah ingin menunjukkan sesuatu kepadamu, lihatlah gedung bersejarah yang ada di sana. gedung itu bisa berdiri dengan megah dan indah karena ayah salah satu orang yang ikut membangun. memang, nama ayah tidak tercatat di sana, tetapi keringat ayah ada di sana. juga, berbagai bangunan indah lain di kota ini dimana ayah menjadi bagian tak terpisahkan dari gedung-gedung tersebut. ayah bangga dan bersyukur bisa bekerja dengan baik hingga hari ini."

mendengar penuturan sang ayah, si putri terpana. ia terdiam tak bisa berkata apa-apa. sang ayah pun melanjutkan penuturannya, "anakku, ayah juga ingin engkau merasakan kebanggaan yang sama dengan ayahmu. sebab, tak peduli apa pun pekerjaan yang kita kerjakan, bila disertai dengan kejujuran, perasaan cinta dan tahu untuk apa itu semua, maka sepantasnya kita mensyukuri nikmat itu."

setelah mendengar semua penuturan sang ayah, si putri segera memeluk ayahnya. sambil terisak, ia berkata, "maafkan putri yah. putri salah selama ini. walaupun tukang batu, tetapi ternyata ayah adalah seorang pekerja yang hebat. putri bangga pada ayah." mereka pun berpelukan dalam suasana penuh keharuan.

pembaca yang budiman,

begitu banyak orang yang tidak bisa menerima keadaan dirinya sendiri apa adanya. entah itu masalah pekerjaaan, gelar, materi, kedudukan, dan lain sebagainya. mereka merasa malu dan rendah diri atas apa yang ada, sehingga selalu berusaha menutupi dengan identitas dan keadaan yang dipalsukan.

tetapi, justru karena itulah, bukan kebahagiaan yang dinikmati. namun, setiap hari mereka hidup dalam keadaan was was, demi menutupi semua kepalsuan. tentu, pola hidup seperti itu sangat melelahkan.

maka, daripada hidup dalam kebahagiaaan yang semu, jauh lebih baik seperti tukang batu dalam kisah di atas. walaupun hidup pas-pasan, ia memiliki kehormatan dan integritas sebagai manusia.

sungguh, bisa menerima apa adanya kita hari ini adalah kebijaksanaan. dan, mau berusaha memulai dari apa adanya kita hari ini dengan kejujuran dan kerja keras adalah keberanian!"

Yu Yuan (Part 2)

Semua orang-orang pun menunggu kabar baik kesembuhan Yu Yuan. Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi sangatlah menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak leukemia yang lain. Fisik Yu lemah Setelah melewati operasi tersebut fisik Yu Yuan semakin lemah. Pada tanggal 20 agustus Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan: "Tante kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya? Tanya Yu Yuan kepada wartawan tersebut. Wartawan tersebut menjawab semua adalah orang yang baik hati". Yu Yuan kemudia berkata : "Tante saya juga mau orang yang baik hati". Wartawan itupun menjawab, "Kamu memang orang yang baik. Orang baik saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik". Yu yuan dari bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke Fu Yuan. "Tante adalah surat wasiat saya. Fu yuan kaget, sekali membuka dan melihat surat tersebut ternyata Yuan telah pemakamannya sendiri. Ini anak yang berumur delapan tahun yang sedang sebuah wasiat dibagi menjadi bagian dengan pembukaan, tante Fu Yuan, dan diakhiri dengan selamat tante Fu Yuan Dalam satu artikel itu nama Fu Yuan muncul tujuh kali dan masih sembilan wartawan. Dibelakang ada enam sebutan dan ini adalah kata setelah Yu Yuan meninggal Tolong,..... ..dia juga ingin menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada orang memperhatikan dia lewat surat kabar. "Sampai tante berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan sedikit dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya. Dan katakan ini pemimpin palang merah. Setelah saya meninggal, biaya pengobatan orang-orang yang sakit seperti saya. Biar mereka lekas sembuh" Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi pipinya. Saya pernah datang, saya sangat patuh, demikianlah kata-kata yang keluar dari bibir Yu Yuan.

Pada tanggal 22 agustus, karena pendarahan dipencernaan hampir satu bulan, Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya bisa mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Mula mulanya berusaha mencuri makan, Yu Yuan mengambil mie instant dan memakannya. Hal ini membuat pendarahan di pencernaan Yu Yuan semakin parah. Dokter dan perawat pun secepatnya memberikan pertolongan darurat dan memberi infus dan transfer darah setelah melihat pendarahan Yu Yuan yang sangat hebat. Dokter dan para perawat pun ikut menangis. Semua orang ingin membantu meringankan pederitaannya. Tetapi tetap tidak bisa membantunya. Yu Yuan yang telah menderita karena penyakit tersebut akhirnya meninggal dengan tenang. Semua orang tidak bisa menerima kenyataan ini melihat malaikat kecil yang cantik yang suci bagaikan air. Sungguh telah pergi kedunia lain Dikecamatan She Chuan, sebuah email pun dipenuhi tangisan menghantar kepergian Yu Yuan.

Banyak yang mengirimkan ucapan turut berduka cita dengan karangan bunga yang ditumupuk setinggi gunung. Ada seorang pemuda berkata dengan pelan "Anak kecil, kamu sebenarnya adalah malaikat kecil diatas langit, kepakanlah kedua sayapmu. Terbanglah.. ......... ...." demikian kata-kata dari seorang pemuda tersebut. Pada tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan gerimis. Didepan rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan menangis mengantar Yu Yuan. Mereka adalah papa mama Yu Yuan yang tidak dikenal oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Demi Yu Yuan yang menderita karena leukemia dan melepaskan pengobatan demi orang lain, maka datanglah papa mama dari berbagai daerah yang diam-diam mengantarkan kepergian Yu Yuan. Didepan kuburannya terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang tertawa. Diatas batu nisannya tertulis, "Aku pernah datang dan aku sangat patuh (30 nov 1996- 22 agus 2005). Dan dibelakangnya terukir perjalanan singkat riwayat hidup Yu Yuan. Dua kalimat terakhir adalah disaat dia masih hidup telah menerima kehangatan dari dunia. Beristirahatlah gadis kecilku, nirwana akan menjadi lebih ceria dengan adanya dirimu. Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana 540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita luekimia lainnya. Tujuh anak yang menerima bantuan Yu Yuan itu adalah : Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie. Tujuh anak kecil yang kasihan ini semua berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan kematian. Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan dari Yu Yuan di rumah sakit Hua Xi berhasil melakukan operasi. Senyuman yang mengambang pun terlukis diraut wajah anak tersebut. "Saya telah menerima bantuan dari kehidupan Anda, terima kasih adik Yu Yuan kamu pasti sedang melihat kami diatas sana. Jangan risau, kelak di batu nisan, kami juga akan mengukirnya dengan kata-kata "Aku pernah datang dan aku sangat patuh". Kesimpulan: Demikianlah sebuah kisah yang sangat menggugah hati kita. Seorang anak kecil yang berjuang bertahan hidup dan akhirnya harus menghadapi kematian akibat sakit yang dideritanya. Dengan kepolosan dan ketulusan serta baktinya kepada orang tuanya, akhirnya mendapatkan respon yang luar biasa dari kalangan Dunia. Walaupun hidup serba kekuarangan, Dia bisa memberikan kasihnya terhadap sesama. Inilah contoh yang seharusnya kita pun mampu melakukan hal yang sama, berbuat sesuatu yang bermakna bagi sesama, memberikan sedikit kehangatan dan perhatian kepada orang yang membutuhkan. Pribadi dan hati seperti inilah yang dinamakan pribadi seorang Pengasih.

Yu Yuan (Part 1)

Kisah tentang seorang gadis kecil yang cantik yang memiliki sepasang bola mata yang indah dan hati yang lugu polos. Dia adalah seorang yatim piatu dan hanya sempat hidup di dunia ini selama delapan tahun. Satu kata terakhir yang ia tinggalkan adalah saya pernah datang dan saya sangat penurut.

Anak ini rela melepasakan pengobatan, padahal sebelumnya dia telah memiliki dana pengobatan sebanyak 540.000 dolar yang didapat dari perkumpulan orang Chinese seluruh dunia. Dan membagi dana tersebut menjadi tujuh bagian, yang dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga sedang berjuang menghadapi kematian. Dan dia rela melepaskan pengobatannya.

Begitu lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya. Dia hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya. Papanya berumur 30 tahun yang bertempat tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota Sang Xin Zhen Yun Ya Chun Er Cu.

Karena miskin, maka selama ini ia tidak menemukan pasangan hidupnya. Kalau masih harus mengadopsi anak kecil ini, mungkin tidak ada lagi orang yang mau dilamar olehnya.

Pada tanggal 30 November 1996, tgl 20 bln 10 imlek, adalah saat dimana papanya menemukan anak kecil tersebut diatas hamparan rumput, disanalah papanya menemukan seorang bayi kecil yang sedang kedinginanPada saat menemukan anak ini, di dadanya terdapat selembar kartu kecil tertulis, 20 November jam 12. Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai melemah. Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan saja bayi ini bisa meninggal. Dengan berat hati papanya memeluk bayi tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, "saya makan apa, maka kamu juga ikut apa yang saya makan". Kemudian papanya memberikan dia nama Yu Yan.

Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang membesarkan seorang anak, tidak ada Asi dan juga tidak mampu membeli susu bubuk, hanya mampu memberi makan bayi tersebut dengan air tajin (air beras). Maka dari kecil anak ini tumbuh menjadi lemah dan sakit-sakitan. Tetapi anak ini sangat penurut dan sangat patuh.

Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh dan bertambah besar serta memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, walaupun dari kecil sering sakit-sakitan dan mereka sangat menyukai Yu Yuan. Ditengah ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan pelan tumbuh dewasa.

Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah. Mencuci baju, memasak nasi dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain. Anak-anak lain memiliki sepasang orang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus menjadi seorang anak yang penurut dan tidak boleh membuat papa menjadi sedih dan marah. Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti, harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya. Setiap hal yang lucu yang terjadi di sekolahnya di ceritakan kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan mengeluarkan soal-soal yang susah untuk menguji papanya. Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan bahagia. Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia.

Mulai dari bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu pagi saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya. Dengan berbagai cara tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut. Sehingga papanya membawa Yu Yuan ke puskesmas desa untuk disuntik. Tetapi sayangnya dari bekas suntikan itu juga mengerluarkan darah dan tidak mau berhenti. Di pahanya mulai bermunculan bintik-bintik merah. Dokter tersebut menyarankan papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk diperiksa. Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri dikursi yang panjang untuk menutupi hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir dan memerahi lantai. Karena papanya merasa tidak enak kemudian mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Tidak sampai sepuluh menit, baskom yang kecil tersebut sudah penuh berisi darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk diperiksa. Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukimia ganas. Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal yang memerlukan biaya sebesar 300.000$.

Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah di ranjang. Papanya hanya memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya. Dengan berbagai cara meminjam uang kesanak saudara dan teman dan ternyata, uang yang terkumpul sangatlah sedikit. Papanya akhirnya mengambil keputusan untuk menjual rumahnya yang merupakan harta satu satunya. Tapi karena rumahnya terlalu kumuh, dalam waktu yang singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli. Melihat mata papanya yang sedih dan pipi yang kian hari kian kurus. Dalam hati Yu Yuan merasa sedih.

Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan papanya, airmata pun mengalir dikala kata-kata belum sempat terlontar. "Papa saya ingin mati". Papanya dengan pandangan yang kaget melihat Yu Yuan, "Kamu baru berumur 8 tahun kenapa mau mati". "Saya adalah anak yang dipungut, semua orang berkata nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit ini, biarlah saya keluar dari rumah sakit ini."

Pada tanggal 18 juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal huruf, menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Anak yang berumur delapan tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakamannya sendiri. Hari itu juga setelah pulang kerumah, Yu Yuan yang sejak kecil tidak pernah memiliki permintaan, hari itu meminta dua permohonan kepada papanya. Dia ingin memakai baju baru dan berfoto. Yu Yuan berkata kepada papanya: "Setelah saya tidak ada, kalau papa merindukan saya lihatlah melihat foto ini".

Hari kedua, papanya menyuruh bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju baru. Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya. Bibinya memilihkan satu rok yang berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah. Begitu mencoba dan tidak rela melepaskannya. Kemudian mereka bertiga tiba di sebuah studio foto. Yu Yuan kemudia memakai baju barunya dengan pose secantik mungkin berjuang untuk tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha tersenyum, pada akhirnya juga tidak bisa menahan air matanya yang mengalir keluar. Kalau bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di surat kabar Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar daun yang lepas dari pohon dan hilang ditiup angin.

Setelah mengetahui keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian menuliskan sebuah laporan, menceritakan kisah Yu Yuan secara detail. Cerita tentang anak yg berumur 8 tahun mengatur pemakamakannya sendiri dan akhirnya menyebar keseluruh kota Rong Cheng. Banyak orang-orang yang tergugah oleh seorang anak kecil yang sakit ini, dari ibu kota sampai satu Negara bahkan sampai keseluruh dunia.

Mereka mengirim email ke seluruh dunia untuk menggalang dana bagi anak ini". Dunia yang damai ini menjadi suara panggilan yang sangat kuat bagi setiap orang. Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese didunia saja telah mengumpulkan 560.000 dolar. Biaya operasi pun telah tercukupi. Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang. Setelah itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan tetapi dana terus mengalir dari seluruh dunia. Dana pun telah tersedia dan para dokter ada untuk mengobati Yu Yuan. gerbang kesulitan pengobatan juga telah dilewati. Semua orang menunggu hari suksesnya Yu Yuan. Ada seorang teman di-email bahkan menulis: "Yu Yuan anakku yang tercinta saya mengharapkan kesembuhanmu dan keluar dari rumah sakit. Saya mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh besar dan sehat. Yu Yuan anakku tercinta."

Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan menunggu kematian akhirnya dibawa kembali ke ibu kota. Dana yang sudah terkumpul, membuat memiliki harapan dan alasan untuk terus bertahan hidup. Yu Yuan akhirnya pengobatan dia sangat menderita didalam sebuah pintu kaca tempat dia berobat. Yu Yuan kemudian di ranjang untuk diinfus. Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang kagum padanya menangani dia, Shii Min berkata, dalam perjalanan proses terapi akan mendatangkan yang sangat hebat. Pada permulaan terapi YuYuan sering sekali muntah. Tetapi Yu Yuan mengeluh.

Pada saat pertama kali melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang, ditusukkan dari depan dadanya, tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak berteriak, bahkan tidak meneteskan air mata. Yu yuan yang dari dari lahir sampai maut menjemput pernah mendapat kasih sayang seorang ibu. Pada saat dokter Shii Min menawarkan Yu menjadi anak perermpuannya. Air mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung. Hari dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu memanggil dengan sebutan Shii Mama Pertama kalinya mendengar suara itu, Shii Min kaget, dan kemudian dengan tersenyum dan menjawab, "Anak yang baik". Semua orang mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen dimana Yu Yuan hidup dan sembuh kembali. Banyak masyarakat datang untuk menjenguk Yu Yuan dan banyak kabar Yu email Selama dua bulan Yu Yuan melakukanterapi dan telah berjuang menerobos sembilan maut Pernah mengalami pendarahan dipencernaan dan selalu selamat dari bencana. akhirnya darah dari tubuh Yu Yuan sudah bisa terkontrol.

Drive Safely Guys

Dari kejauhan, lampu lalu-lintas di perempatan itu masih menyala hijau.
Jono segera menekan pedal gas kendaraannya. Ia tak mau terlambat.
Apalagi ia tahu perempatan di situ cukup padat, sehingga lampu merah
biasanya menyala cukup lama. Kebetulan jalan di depannya agak lengang.
Lampu berganti kuning. Hati Jono berdebar berharap semoga ia bisa
melewatinya segera. Tiga meter menjelang garis jalan, lampu merah
menyala.Jono bimbang, haruskah ia berhenti atau terus saja. "Ah, aku tak
punya kesempatan untuk menginjak rem mendadak," pikirnya sambil terus
melaju.

Prit!

Di seberang jalan seorang polisi melambaikan tangan memintanya berhenti.
Jono menepikan kendaraan agak menjauh sambil mengumpat dalam hati. Dari
kaca spion ia melihat siapa polisi itu. Wajahnya tak terlalu asing.
Hey, itu khan Bobi, teman mainnya semasa SMA dulu.
Hati Jono agak lega.
Ia melompat keluar sambil membuka kedua lengannya.
"Hai, Bob. Senang sekali ketemu kamu lagi!"
"Hai, Jon." Tanpa senyum.
"Duh, sepertinya saya kena tilang nih? Saya memang agak buru-buru.
Istri saya sedang menunggu di rumah."
"Oh ya?"
Tampaknya Bobi agak ragu. Nah, bagus kalau begitu.

"Bob, hari ini istriku ulang tahun. Ia dan anak-anak sudah menyiapkan
segala sesuatunya. Tentu aku tidak boleh terlambat, dong."
"Saya mengerti. Tapi, sebenarnya kami sering memperhatikanmu melintasi
lampu merah di persimpangan ini."

Oooo, sepertinya tidak sesuai dengan harapan. Jono harus ganti strategi.

"Jadi, kamu hendak menilangku? Sungguh, tadi aku tidak melewati lampu
merah.. Sewaktu aku lewat lampu kuning masih menyala."

Aha, terkadang berdusta sedikit bisa memperlancar keadaan.

"Ayo dong Jon. Kami melihatnya dengan jelas. Tolong keluarkan SIM-mu."

Dengan ketus Jono menyerahkan SIM, lalu masuk ke dalam kendaraan dan
menutup kaca jendelanya. Sementara Bobi menulis sesuatu di buku
tilangnya. Beberapa saat kemudian Bobi mengetuk kaca jendela. Jono
memandangi wajah Bobi dengan penuh kecewa.Dibukanya kaca jendela itu
sedikit.
Ah, lima centi sudah cukup untuk memasukkan surat tilang. Tanpa
berkata-kata Bobi kembali ke posnya. Jono mengambil surat tilang yang
diselipkan Bobi di sela-sela kaca jendela. Tapi, hei apa ini. Ternyata
SIMnya dikembalikan bersama sebuah nota. Kenapa ia tidak menilangku.
Lalu nota ini apa? Semacam guyonan atau apa? Buru-buru Jono membuka dan
membaca nota yang berisi tulisan tangan Bobi.

"Halo Jono, Tahukah kamu Jon, aku dulu mempunyai seorang anak perempuan.
Sayang, ia sudah meninggal tertabrak pengemudi yang ngebut menerobos
lampu merah. Pengemudi itu dihukum penjara selama 3 bulan. Begitu bebas,
ia bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya lagi. Sedangkan anak kami
satu-satunya sudah tiada. Kami masih terus berusaha dan berharap agar
Tuhan berkenan mengkaruniai seorang anak agar dapat kami peluk. Ribuan
kali kami mencoba memaafkan pengemudi itu. Betapa sulitnya. Begitu juga
kali ini. Maafkan aku Jon. Doakan agar permohonan kami terkabulkan.
Berhati-hatilah. (Salam, Bobi)".

Jono terhenyak. Ia segera keluar dari kendaraan mencari Bobi. Namun,
Bobi sudah meninggalkan pos jaganya entah ke mana. Sepanjang jalan
pulang ia mengemudi perlahan dengan hati tak menentu sambil berharap
kesalahannya dimaafkan... ....

Tak selamanya pengertian kita harus sama dengan pengertian orang lain.
Bisa jadi suka kita tak lebih dari duka rekan kita. Hidup ini sangat
berharga, jalanilah dengan penuh hati-hati. Drive Safely Guys..

Sepiring Nasi

Pada malam itu, Anna bertengkar dengan
ibunya. Karena sangat marah, Anna
segera meninggalkan rumah tanpa membawa
apapun. Saat berjalan di suatu
jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali
tidak membawa uang.

Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati
sebuah kedai nasi dan ia mencium
harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali
memesan sepiring nasi, tetapi ia
tidak mempunyai uang.

Pemilik kedai melihat Anna berdiri cukup lama
di depan kedainya, lalu
berkata: "Nona, apakah engkau ingin memesan
sepiring nasi?" "Ya, tetapi,
aku tidak membawa uang" jawab Anna dengan
malu-malu.

"Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu" jawab
si pemilik kedai. "Silakan
duduk, aku akan memasakkan nasi untukmu".

Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu
mengantarkan sepiring nasi. Anna
se gera makan beberapa suap, kemudian air
matanya mulai berlinang. "Ada apa
nona?" tanya si pemilik kedai. "Tidak apa-apa"
aku hanya terharu jawab Anna
sambil mengeringkan air matanya.

"Bahkan, seorang yang baru kukenal pun
memberi aku sepiring nasi !
Tetapi... ibuku sendiri, setelah bertengkar
denganku, mengusirku dari rumah
dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali
lagi. Kau, seorang yang baru
kukenal, tetapi begitu peduli denganku
dibandingkan dengan ibu kandungku
sendiri" katanya kepada pemilik kedai.

Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan
Anna, menarik nafas panjang
lalu berkata: "Nona, mengapa kau berpikir seperti
itu? Renungkanlah hal ini,
aku hanya memberimu sepiring nasi dan kau
begitu terharu. Ibumu telah
memasak
nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini,
mengapa kau tidak
berterima kasih kepadanya? Dan kau malah
bertengkar dengannya."

Anna terhenyak mendengar hal tsb. "Mengap! a
aku tidak berpikir tentang hal
itu? Untuk sepiring nasi dari orang yang baru
kukenal, aku begitu
berterima kasih. Tetapi kepada ibuku yg
memasak untukku selama
bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan
kepedulianku kepadanya. Dan
hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar
dengannya.

Anna segera menghabiskan nasinya, lalu ia
menguatkan dirinya untuk segera
pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia
memikirkan kata-kata yg harus
diucapkan kepada ibunya.

Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia
melihat ibunya berwajah letih dan
cemas. Ketika bertemu dengan Anna, kalimat
pertama yang keluar dari mulutnya
adalah "Anna, kau sudah pulang. Cepat
masuklah, Ibu telah menyiapkan makan
malam. Makanlah dahulu sebelum kau tidur.
Makanan akan dingin jika kau tidak
memakannya sekarang"

Pada saat itu Ana tidak dapat menahan
tangisnya. Ia pun menangis di
pelukan ibunya.

Sekali waktu, kita mungkin akan s! angat
berterima kasih kepada orang lain di
sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang
diberikan kepada kita.
Tetapi kepada orang yang sangat dekat dengan
kita, khususnya orang tua kita,
kita harus ingat bahwa kita berterima kasih
kepada mereka seumur hidup kita.